Oh, betapa itu adalah sebuah sikap yang terbilang langka belakangan.
Hubungan Guru-orangtua, respek yang hilang...
Di masa sekarang, mungkin terbilang jarang kita temui guru yang masih menggunakan rotan. Namun cerita soal konflik guru dan wali murid belakangan semakin sering diberitakan. Tak jarang pertikaian itu berujung penganiayaan.
Baru-baru ini bahkan mencuat kasus guru Supriyani yang dipenjarakan oleh orangtua siswa karena diduga memukul salah seorang anak didik. Belakang terbukti tuduhan itu palsu.
Kisah-kisah miris itu seakan mempertontonkan semakin berkurangnya rasa hormat dan kepercayaan orangtua terhadap guru. Hubungan keduanya seolah seperti konsumen dan produsen saja. Seolah-seolah karena sudah membayar uang sekolah, maka orangtua dapat bertindak semaunya. 'Kan saya sudah bayar?!'
Usaha-usaha guru mendisiplinkan anak dipandang sebagai bentuk kekerasan. Tanpa tedeng aling-aling, orangtua datang menuntut guru tanpa mau tahu akar masalah.Â
Laporan dari anak disikapi sebagai sebuah aduan yang memposisikann anak selalu sebagai pihak yang benar. Lambat laun, sikap ini menular ke anak. Hilang sudah sopan santun.
Mari menengok lagi pada beberapa kebiasaan di tempat lain soal menghormati guru. Jepang misalnya. Negara super maju ini secara aneh tidak punya hari Guru Nasional. Namun respek terhadap profesi guru dijunjung tinggi dan dijalankan oleh Masyarakat sepanjang tahun.
Jamak kita temui di internet ataupun lewat komik, novel dan film dari negeri Sakura nukilan-nukilan kisah pendek tentang respek pada guru. Seorang tua bisa saja bersikeras memberikan kursinya di kereta pada seorang yang jauh lebih muda hanya karena melihat tanda pengenalnya sebagai seorang guru. Atau toko yang memberikan diskon khusus untuk semua produknya hanya untuk guru.
Dari film anak-anak semisal Doraemon pun kita saksikan pula bagaimana orangtua dan para murid menaruh hormat yang dalam pada pak guru meski beliau adalah seorang yang keras. Kunjungan guru ke rumah menjadi hal yang sakral bagi orangtua dan murid.
Di desa tertentu di Indonesia ada kebiasaan memberikan gulai kepala kambing sebagai simbol penghormatan kepada guru mengaji setempat saat ada kenduri. Posisinya didahulukan selangkah, ditinggikan setingkat.