Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Orangtua dan Pengaturan "Screen Time"

16 April 2024   12:11 Diperbarui: 17 April 2024   01:53 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada penegakan aturan, maka perlu diperhatikan komitmen dan konsistensi. Orangtua bisa menolak tegas bila anak meminta gawai diluar jam kesepakatan. Begitu pula sebaliknya. Apabila semua kondisi sudah memenuhi, orangtua wajib memenuhi komitmen untuk memberikan gawai. 

Jangan banyak alasan lagi. Apalagi alasannya adalah orangtua mau scroll tiktok dulu, atau checkout orderan, hehe.

Ketidakmampuan orangtua menepati komitmen akan memberi contoh kepada anak bahwa janji bisa dilanggar, kata-kata orangtua tak lagi bisa dipercaya sepenuhnya. Sia-sia sudah membuat aturan.

Menjadi teladan

Metode belajar anak adalah meniru atau modelling. Pada usia dini, sosok yang menjadi panutan untuk ditiru adalah orangtua. Cara bersikap, kebiasaan, ataupun cara berkomunikasi akan dipelajari anak dari sosok ayah dan ibunya.

Dorongan anak untuk menonton handphone sesungguhnya lahir dari keingintahuan akan aktivitas orangtuanya yang terlihat asyik sekali dengan gawai.

"Kenapa sih Ayah sering senyum-senyum sambil lihat hp?"
"Kok Ibu kalau lagi lihat hp suka lama? Sepertinya asyik"

Rasa penasaran seperti inilah yang mendorong terbitnya cita-cita mulia anak untuk mengakses gawai.

Terkadang kita tidak sadar, kecanduan anak akan gawai justru datang dari mencontoh kebiasaan kita sendiri. Berhari-hari selama bertahun-tahun anak disajikan pemandangan orangtua yang asyik masyuk dengan perangkat pintarnya. Ingatan itu melekat, mendorong keingintahuan, meniru, dan menjadi kebiasaan.

Penerapan puasa gawai perlu diterapkan pula oleh orangtua. Misalnya tak ada handphone saat bersama dengan anak. Entah itu waktu makan, bermain ataupun sekedar berkumpul. 

Dengan demikian anak mendapatkan contoh bahwa akses handhphone memang hanya perlu dilakukan di saat-saat tertentu saja. Bukan menjadi prilaku rutin sepanjang hari.

Apakah berat? Mungkin. Namun demi anak, bukankah semua akan dilakukan? Pekerjaan yang paling berat saja akan ditempuh demi anak istri. Kenapa hal sepele semisal menahan diri untuk bermain gawai di depan anak saja tidak bisa? Kan demi tumbuh kembang anak juga?

Berikan alternatif kegiatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun