Berjalannya musim, Inzaghi memberi sesuatu yang berbeda dari Conte: sepakbola menyerang. Inzaghi seolah ingin menjawab keinginan Interisti yang mendambakan tim kesayangannya bermain menyerang, mendominasi dan menang.
Dirangkum dari footystats.org, angka tembakan Inter di musim 2021/2022 meningkat lebih tinggi dibanding semusim sebelumnya. Tepatnya pada angka 19.11 tembakan per pertandingan, berbanding 15.18 tembakan di era Conte.
Angka penguasaan bola pun tercatat lebih tinggi pada musim pertama Inzaghi dengan perolehan 57%. Meningkat dari angka 52% semusim sebelumnya. Artinya rancangan permainan Inzaghi untuk menguasai pertandingan terbilang cukup berhasil.
Kualitas peluang pun terlihat mumpuni dengan catatan rataan xG/Match adalah 2.39. Bandingkan dengan rataan 1.82 expected Goal/Match di 2020/2021. Maknanya, Inzaghi sukses membuat Inter bermain lebih menyerang, menguasai pertandingan, dan menciptakan banyak peluang.
Mungkin yang membedakan kenapa Internya Conte bisa meraih scudetto sedangkan Inzaghi tidak adalah efektifitas pemanfaatan peluang.
Meski bermain bertahan, Inter 2020/2021 mampu mengkonversi 15% tembakan hingga menghasilkan 89 goal. Sedangkan I Nerazzurri di musim lalu hanya mampu mencatatkan 84 gol dari angka konversi 12% meski mampu melakukan rataan tembakan lebih banyak. Scudetto terbang ke kakak sepupu sekota. Inter mengakhiri musim di posisi kedua dengan 84 poin, menurun 7 poin dari musim juara.
Dari sudut pandang berbeda, Inzaghi dapat dikatakan sukses di musim pertamanya. Satu Piala Italia dan satu Piala Super Italia berhasil dibawa pulang. Inzaghi juga mampu melakukan apa yang gagal diwujudkan Conte, lolos ke 16 besar Liga Champion.
Enak, melenakan, meracuni
Musim ini Inter memulai kampanye dengan gaya yang sama. Bermain menyerang, membangun serangan dari bawah, pressing tingkat tinggi. Apa lacur, memasuki pekan kedelapan, I Nerazzurri telah keok empat kali. Jumlah yang sama dengan total kekalahan Inter musim lalu, sedangkan musim bahkan belum sampai setengah perjalanan.
Seperti halnya segala sesuatu, tiap-tiap yang berlebihan tidaklah baik. Sekalipun ia enak dan melenakan.
Taktik menyerang Inter di bawah Inzaghi bak semangkuk mi instan nan menggoda. Kelezatannya menjadi candu. Namun bila terlampau sering dinikmati, ia justru dapat menjadi sumber penyakit.