Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama FEATURED

Temukan 3 Upaya Menumbuhkan Minat Baca pada Anak

28 September 2020   13:21 Diperbarui: 29 Mei 2021   07:47 7046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak membaca (sumber: pexels.com)

"Tuh lihat, si Nisa sudah lancar bacanya. Kamu sudah mau masuk SD tapi belum bisa baca juga"

Itu Putri, ibu muda dengan dua anak, sedang mengomeli Bunga anak sulungnya. Kebetulan Putri sedang bertandang ke rumah Sri, ibunya Nisa. Omelan khas ibu-ibu yang khawatir anaknya belum jua lancar membaca. Apalagi dibanding anak tetangga nan sebaya.

Familiar kan dengan omelan-omelan semisal itu? Maklumlah, biasanya kan memang begitu. Saat anak sekolah, persaingan akademis akan terjadi antar orangtua. Utamanya soal baca, tulis dan berhitung (calistung) anak. Lah? Siapa yang sekolah? haha.

Ada semacam siklus tak benar perihal calistung ini. Beberapa sekolah dasar mensyaratkan murid baru untuk bisa membaca. Orangtua lalu bergerilya mencari TK atau PAUD yang punya program unggulan anak bisa calistung dalam waktu setahun!

Pemerintah sendiri telah melarang pengajaran calistung untuk anak usia dini melalui Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah tahun 2009 (lihat beritanya di sini).

Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2010 juga menegaskan bahwa penerimaan siswa kelas 1 SD/MI tidak boleh disandarkan pada tes kemampuan membaca, menulis dan berhitung (lihat sumber di sini).

Program calistung pada anak usia dini adalah pengingkaran terhadap fase tumbuh kembang anak. Lembaga pendidikan anak usia dini punya permasalahannya sendiri

"Kalau tidak kami lakukan, kami tidak dapat murid. Nanti guru mau digaji dengan apa?"

Orangtua-TK-SD kemudian menjadi semacam lingkaran setan menyangkut calistung ini. Dilarang secara aturan, namun dimaklumi di lapangan. Memangnya, seberapa perlu mengajari anak membaca? 

Data dari BPS 2019 menyebutkan ada 14.78 persen warga Indonesia buta huruf. 4.86 persen di antaranya berada pada rentang usia 15-44 tahun alias usia produktif. Sedangkan survei UNESCO pada 2019 minat membaca anak Indonesia sukses menempati urutan kedua. Terendah kedua maksudnya.

Hemat saya, data minat baca lebih penting untuk diperhatikan dibanding angka buta huruf.

"Lah, untuk suka baca itu harus bisa baca dulu, Bang! Gimana sih?"

Betul, Bambang. Namun bukankah sebelum belajar baca mestinya dipantik dulu ketertarikannya? Jangan-jangan anak kita lebih banyak yang bisa baca namun tak tertarik membaca. Tak cinta baca!

Sebelum kenal, kamu tertarik dulu kan sama perempuan yang sekarang jadi istrimu itu? Baru kemudian pacaran dan menikah.

"Gak, Bang. Kami dijodohin"

Oh. Maaf, Siti Nurbaya.

Bayangkan bila sudah susah payah diajari membaca, rela bikin jadwal belajar yang memotong jam bermainnya, eh buku-buku yang dibeli mahal itu malah dianggurin. Rugi? Mungkin tidak. Buku bisa dijual lagi. Namun minat baca entah kapan dapat bertumbuh.

Kalau kata Maria Montessori, follow the child. Perhatikan saja minatnya anak. Begitu ketemu, bang! Tinggal dipoles. Nanti juga akan minta belajar sendiri, kok.

Perihal memantik minat membaca anak, berdasarkan diskusi dengan teman-teman yang sudah lebih dahulu membesarkan anak, beberapa hal berikut bisa dilakukan:

Siapkan Lingkungan Baca

Perkembangan anak usia dini dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Apa yang ia lakukan, ia katakan, dan apa yang disukai bergantung pada lingkungan tempat ia bertumbuh kembang.

Jangan berharap anak akan suka baca bila tak ada satu pun buku di rumah. Mungkin lebih pedasnya begini: jangan harap anak akan mau belajar membaca bila di rumah justru tak ada buku.

Setting lingkungan baca dapat dilakukan misalnya dengan menyiapkan rak khusus bacaan anak-anak. Letakkan di tempat yang terlihat dan mudah dijangkau. Tentu tak harus semua isinya majalah. Bisa saja dengan lembar mewarnai atau lembar aktivitas yang terkait dengan karakter film kesukaannya.

Sisipkan pula majalah anak-anak, buku dongeng berkarakter hewan atau tokoh kenabian. Semakin variatif, semakin menarik. Jangan novel yang dipajang disana.

"Tak asyik. Tak ada gambar!"

Anak protes begitu nanti.

Well, bicara lingkungan tentu bukan saja bicara benda, namun juga tentang manusianya. Wajib bagi orangtua untuk menampilkan diri sebagai sosok yang suka baca pula. 

Sempatkan waktu barang 20-30 menit untuk duduk membaca di tempat yang terlihat oleh anak. Hindari di kasur, nanti malah tidur.

Percayalah, anak masih berkembang dengan cara modeling. Meniru sosok panutannya. Jangan menyuruh anak membaca sementara orangtua tik-tokan

Bukankah semua pakar parenting sepakat bahwa resep terbaik pendidikan oleh orangtua adalah keteladanan? 

Maka mari kita bercermin. Jangan-jangan omelan selama ini hanya menepuk air di dulang?

Membacakan Cerita Dengan Interaktif

Old but gold. Membacakan buku adalah tips yang sudah dilakukan sejak dahulu. Biasanya dilakukan sebagai pengantar tidur. Cerita yang dibacakan tentu dimaksudkan untuk menumbuhkan karakter anak. Biasanya cerita hewan, dongeng atau kisah para nabi.

Ada dua cara membacakan cerita, pertama membacakan apa adanya. Maksudnya adalah benar-benar membacakan teks di dalamnya. 

Kedua, membacakan cerita dengan bahasa sendiri. Tak sama persis dengan teks cerita, namun esensinya sama.

Ilustrasi membacakan anak cerita (Sumber : pexels.com)
Ilustrasi membacakan anak cerita (Sumber : pexels.com)
Kedua cara ini sah-sah saja dilakukan, lebih baik bila ditambahkan interaksi dengan anak. Ada kalanya kita menyisipkan tanya dalam bercerita,

"...lalu kancil mencuri ketimun. Bolehkah kita mencuri, Nak?"

Atau misalnya malah anak yang bertanya, walaupun kadang tidak nyambung dengan esensi cerita. Misalnya dengan bertanya gambar apa yang ada di sudut bawah lembar cerita.

"Itu kodok, Nak"

"Kodok sedang apa? Kan kancil lomba dengan kura-kura?"

"Sedang jadi suporter"

Atau jawablah apa saja, sekreatif mungkin. Yang penting dijawab, agar kegiatan bercerita ini benar-benar melibatkan anak. Memicu rasa penasarannya, menggugah ketertarikannya.

Follow the Child

Bila sudah akrab dengan bacaan, mengerti menariknya isi bacaan lewat aktivitas bercerita, maka dengan sendirinya anak akan penasaran dengan isi bukunya. Aku ingin bisa membaca sendiri!

Tadaa, inilah saat yang tepat untuk belajar membaca. Syarat tertarik dengan bacaan telah terpenuhi, maka silakan menuju langkah selanjutnya. Mengikuti ketertarikan anak inilah yang menurut Maria Montessori sebagai follow the child. Ikuti saja alurnya anak!

Ada anak yang suka sekali gambar mobil. Ada pula yang suka gambar karakter poni. Gunakan kecenderungan tersebut sebagai perantara media belajar. 

Dimulai dengan bentuk huruf, asosiasi huruf dengan benda tertentu dan seterusnya. Pelan-pelan saja, agar anak tak jenuh.

Anak yang belajar membaca karena disuruh dan karena penasaran akan menunjukkan ketertarikan yang tak sama terhadap buku.

Akan terlihat bedanya bisa membaca dengan suka membaca. Bisa bukan berarti akan berminat mengembangkan kemampuan membaca pada tingkat literasi yang lebih tinggi. Sering kan ditemui anak yang bisa membaca namun tak mengerti apa yang dibacanya?

Sedang akan yang suka membaca akan punya potensi untuk memiliki penguasaan literasi tinggi. Suka membaca berarti haus akan pengetahuan yang disajikan dalam buku. 

Rasa dahaga akan mendorong untuk tak sekadar menyelesaikan bacaan, namun juga mencari tahu, apa pesan yang terkandung di dalamnya.

**

"Tak usah baper anak belum bisa baca!"

Begitu pesan senior-senior. Hal terpenting adalah bukan soal kapan anak bisa membaca, tapi seberapa siap kita, orangtua, untuk memantik kecintaannya akan membaca. Bila sudah cinta, masa belajar akan tiba sendiri. Bukankah setiap anak punya kecepatan belajar masing-masing?

Untuk urusan perkembangan anak, tak berlaku prinsip "semakin cepat semakin baik". Memangnya sedang download?

Curup,
28.9.2020
Muksal Mina Putra
Referensi : 1, 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun