Pengalamannya menjadi direktur sepak bola di sejumlah klub menunjukkan kompetensinya. Ia menjelaskan, bahwa hal utama yang harus jelas di sebuah klub adalah identitas, filosofi dan visinya.
Apa identitas klub ini? Tim besar dengan target juara, atau tim semenjana dengan sasaran lolos ke kompetisi kontinental, atau justru tim kecil dengan sasaran bertahan di divisi utama saja? Direktur sepakbola punya peran penting untuk meramu hal tersebut bersama pemilik klub.
Setelah jelas dengan identitas dan visi yang akan dicapai dalam kurun waktu yang spesifik, maka langkah selanjutnya adalah menunjuk sumber daya yang tepat untuk menjalankan visi tersebut. Disinilah peran direktur sepakbola menjadi semakin penting.
Ia diberikan akses untuk menunjuk pelatih yang tepat, memainkan strategi transfer dan meningkatkan fasilitas latihan berdasarkan diskusi dengan tim pelatih, serta memastikan semua elemen bergerak atas dasar filosofi yang sama.
Ia mencontohkan tetangga MU, Manchester City. Pep Guardiola selaku pelatih kepala justru merupakan kepingan puzzle terakhir yang dibutuhkan City.
Setelah diakuisisi Sheik Mansour Al Nahyan, langkah besar pertama City adalah mendatangkan direktur sepakbola Barcelona, Txiki Begiristain dan CEO Feran Sorriano. Txiki lah yang mendatangkan pemain-pemain yang kemudian menjadi penopang kesuksesan City.
Contoh lain berada di tanah Jerman. Kesuksesan Leipzig tak lepas dari tangan dingin Ralf Rangnick selaku direktur sepak bola. Sejak ditunjuk oleh manajemen pada 2012, Rangnik membenahi klub agar memiliki filosofi yang jelas.
Lahirlah filosofi "muda dan cepat". Maka filosofi ini mendasari setiap sendi kebijakan klub. Pemain-pemain yang didatangkan adalah pemain muda berbakat hasil intaian talent scout yang tersebar di berbagai belahan bumi. Pelatih didatangkan dengan merujuk pada kesesuaian dengan filosofi klub. Pelatih muda dan gemar daun muda. Hadirlah Julian Nagelsmann.
Oke, MU sempat sukses besar dalam 23 tahun kepemimpinan Fergie, tanpa adanya sosok direktur sepak bola yang membantu. Di Inggris, hal yang lazim bila manajer adalah bos di klub. Bagaimana filosofi klub, pola regenerasi pemain, strategi transfer ditangani langsung oleh manajer.Â
Maka ketika Fergie pensiun, hilang pula hal-hal mendasar tersebut. Klub jadi linglung. Berjalan tanpa arah yang jelas.
Davidsen berargumen, selaiknya filosofi, identitas dan visi klub adalah sebuah blueprint. Menjadi sebuah sistem yang diamini bersama oleh semua komponen klub.Â