Bolehlah kita tarik jauh kembali ke belakang, menelisik asal mula kenapa anak yang masa kecilnya sangat cerewet, tanya ini dan tanya itu, pembelajar alami, justru jadi pengejar nilai seiring usia belajarnya. Jangan-jangan kita orangtua yang punya andil?
Fitrah Belajar Itu...
"Anak saya cerewet sekali, banyak tanya"
Ucapan semacam ini seringkali keluar dari mulut orangtua yang sedang punya anak kecil. Kadang disampaikan dengan nada bangga, senang bahwa anaknya punya rasa ingin tahu yang besar. Tak jarang pula diungkapkan dengan nada mengeluh. Seolah-olah banyak tanya adalah sebuah gangguan.
Anak adalah sosok pembelajar alami. Tak perlu disuruh-suruh belajar pun mereka akan belajar sendiri. Lihat saja sedari bayi. Tahu-tahu sudah berguling. Tahu-tahu sudah merangkak sendiri, belajar berdiri sendiri, berjalan sendiri. Tanpa perintah!
Apa yang menakjubkan dari proses belajar anak? Curiosity (Keingintahuan) dan imajinasi. Keduanya telah terinstal dalam diri anak, terbungkus rapi dalam anugerah Tuhan berupa fitrah belajar. Terinstal sejak dari dalam kandungan, fitrah inilah yang mendorong anak untuk belajar dengan kemauan sendiri. Berproses sendiri sedari dini.
Hanya butuh peran orangtua untuk menyuburkannya, agar gairah belajar itu terus terjaga sepanjang hidupnya. Menggiringnya menemukan peran pemberi manfaat bagi umat. Agar belajarnya tak terhenti pada ruang-ruang kelas, rapor, dan ijazah semata.
Curiosity
Kegigihan belajar ini menunjukkan bahwa sejatinya belajar itu adalah fitrah yang sudah ada dalam diri anak. Seiring perkembangannya, ia pun akan selalu menemukan jalan untuk belajar, menuntaskan rasa ingin tahu yang membuncah dalam pikirannya. Salah satu caranya ya itu, banyak tanya.
Banyak bertanya, menurut Harry Santosa, justru menunjukkan bahwa fitrah belajar anak sedang berkembang. Ketika bertanya itulah golden moment.Â
Saat yang tepat untuk mengajak anak mengeksplorasi keingintahuannya, "Kenapa ada siang, ada malam? Dari mana datangnya adik bayi? Kenapa kita harus shalat?" Banyaaak...