Ketika anak ikut salat, usahlah gusar tatkala salatnya tidak tertib. Masih disertai lari-lari, tertawa atau bernyanyi. Biarkan! Mereka sedang menanam kesan dalam kesadarannya bahwa salat itu menyenangkan. Begitu kan yang diajarkan Rasulullah tatkala cucunya malah naik kuda-kuda disaat beliau sujud. Tertib salat itu ada saatnya untuk diajarkan (7 tahun). Apalah artinya salat yang sesuai syariat namun tidak cinta salat?
Berikan kesan bahwa Allah adalah Maha Baik, bukan tukang hukum. Ceritakanlah kisah-kisah tentang indahnya syurga, kontekskan setiap peristiwa dengan sifat Allah (pencipta, pemberi rezeki, pengabul doa, pelindung, dan seterusnya). Â Hindarilah terlalu dini menceritakan tentang kengerian perang, neraka, dajjal, dan seterusnya. Untuk apa? Ciptakanlah kesan yang akan mendorong anak mengenal Tuhannya dalam frame positif, agar ia cinta, agar ia rindu.
Saya pernah ditanya anak "Ayah, kenapa kita harus salat?"
Hampir saya jawab, "Kalau tidak salat, nanti masuk neraka!"
Pada akhirnya, saya jawab
"Kita salat untuk berterima kasih sama Allah. Kan Allah sudah kasih banyak. Sudah kasih sehat, kasih adek-adek"
Jawaban itu disambut dengan anggukan dan mata berbinar. Bayangkan kalau saya jawab neraka. Mesti disambut dengan mata ketakutan
Jadilah teladan dalam menghadirkan imaji positif. Hadirkan wajah berseri sewaktu memberi sedekah, mengaji, ke masjid ataupun ketika azan berkumandang. Biar mereka yakin, bahwa beragama itu menyenangkan.
Ayah, Ibu, berhentilah mengkarbit anak-anak kita, terutama dalam hal beragama. Bagaimana sikap orang tua, maka begitulah anak akan mengkonstruksi persepsi dan sikapnya terhadap syariat. Tanamkan imaji positif, bahwa beragama itu mudah, menyenangkan, ceria. Bukan penuh paksaan, airmata, hukuman, dan citra negatif lainnya.
Akan ada masanya syariat diajarkan. Begitu cinta telah tumbuh, maka tentu akan mudah untuk mengajarkan tuntunan ibadah.Â
Bila sudah dewasa, ia sendiri yang akan menjaga keimanannya.Â