Mohon tunggu...
Muksalmina Mta
Muksalmina Mta Mohon Tunggu... Pengacara - Pengamat Hukum dan Politik

Pengamat Hukum dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah dan Pemikiran Golongan Asy'Ariyah (Ahlu sunnah wal jamaah)

30 Desember 2012   16:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:47 18437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agak pelik untuk memahami makna iman yang di berikan oleh Abu Al-Hasan Al-Asy'ari sebab, di dalam karya-karya seperti Maqalat, Al-Ibanah, dan Al-Luma, ia mendefinikan iman secara berbeda-beda. Dalam Muqallat dan Al-Ibanah di sebutkan bahwa iman adalah qawl dan amal dan dapat bertambah dan serta berkurang. Diantara defenisi iman yang diinginkan Al-Asy'ari di jelaskan oleh Asy-Syahrastani, salah seorang teolog Asya'irah. Ia menulis:

Al-Asy'ari berkata: Iman secara esensial adalah tashdiq bin al-janan membenarkan dengan kalbu. Sedangkan "mengatakan" (qawl) dengan lisan dan melakukan berbagai kewajiban utama (amal bi al-arkan) hanyalah merupakan furu cabang-cabang iman. Oleh sebab itu, siapapun yang membenarkan ke Esaan Tuhan dengan kalbunya dan membenarkan utusanya serta apa yang mereka bawadarinya, iman orang semacam itu merupakan iman yang sahih dan keimanan seorang tidak akan hilang kecuali jika ia mengingkari salah satu dari hal-hal tersebut

Keterangan Asy-Syahrastani diatas, di samping mengorvergansikan kedua definisi yang berbeda yang di berikan Al-asy'ari dalam maqalat, Al-Ibanah, dan Al-luma kepada satu titik pertemuan, juga menempatkan ketiga unsur iaman itu(tashdiq, qawl,amal) pada posisinya masing-masing. Jadi, bagi Al-Asy'ari dan juga Asy'ariyah, pesyaratan minimal untuk adanya iman hanyalah tasdiq, yang jika diekspresikan secara verbal berbentuk syahadatain.

4.    PerbuatanTuhan

Menurut aliran Asy-ariyah, faham kewajiban Tuhan berbuat baik manusia, sebagaimana dikatakan kaum mu'tazilah, tidak dapat di terima karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlah Tuhan. Hal ini di tegaskan Al-Ghazali ketika mengatakan bahwa tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan demikian Tuhan dapat berbuat dengan sekendak hati-Nya terhadap makhluk. Sebagai mana di katakan Al-Ghazali, perbuatan bersifat tidak wajib (ja'iz) dan tidak satupun darinya yang mempunyai sifat wajib.

Karena percaya kepada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tidak berkewajiban apa-apa, aliran Asy-ariyah menerima faham pemberian beban diluar ke mampuan manusia. Al-Asy'ari sendiri, dengan tegas mengatakan alluma, bawa Tuhan dapat meletakkan yang dapat di pikul pada manusia.

Aliran Al-asy'ariah berpendapat bahwa tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang tersebut Al-Qur'an dan Hadist. Disini timbullah persoalan bagi Asy'ariyah karena di dalam Al-Qur'an dikatakan tagas bahwa siapa yang berbuat jahat akan masuk neraka. Untuk mangatasi ini, kata-kata Arab, "man alaldzina" dan sebainya yang menggambarkan arti siapa, diberi interpretasi oleh As-Asy'ari, bukan semua orang tetapi sebagian. Dengan demikian kata siapa dalam ayat "Barang siapa menelan harta anak yatim piatu dengan cara tidak adil, maka ia sebanarnya menelan api masuk kedam perutnya "mengandung bukan seluruh, tetapi sebagian orang yang menelan harta anak yatim. Adapun yang sebagian lagi akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak tuhan, dengan interprestasi demikianlah.

5.    Perbuatan Manusia

Dalam faham asy-'ari, manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia diibaratkan anak kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya. Oleh karena itu, aliran ini lebih dekat dengan faham jabariyah dari pada dengan faham muktazilah. Untuk menjelaskan dasar pijakannya,asy'ari,pendiri aliran Asy'ariyah, memakai teori al-kasb. Teori al-kasbAsy'ari dapat dijelaskan sebagai berikut : sehingga menjadi perolehan bagi muktasib yang memperoleh kasap utuk melakukan perbuatan. Sebagai konsekuensi dari teori khab ini, manusia kehilangan keaktifan, sehingga mereka bersifat fasif dalam perbuatanya.

Pada prinsipnya, aliran Asy-ariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia di ciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mengujudkan. Allah menciptakan perbuatan manusia dan menciptakan pula pada diri manusia daya untuk melahirkan perbuatan tersebut. Jadi, perbuatan di sini adalah ciptaan Allah dan merupakan kasb bagi manusia.

Mengenai hakikat Al-Quran,aliran Mu'tazilah berpendapat bahwa Al-Quran adalah makhluk sehingga tidak kekal. Mereka beragumen bahwa Al-Quran itu sendiri tersusun dari kata-kata dan kata-kata itu sendiri tersusun dari huruf-huruf.Menurut Abd.Al-Jabbar, huruf hamzah umpamanya dalam kalimat al-hamdulillah, mendahului huruf lam dan huruf lam mendahului huruf ha, Demikian pula surat dan ayat pun ada yang terdahulu dan ada yang akan datang kemudian tidaklah dapat dikatakan qadim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun