Dan para ibu-ibu, disibukan dengan mulai membuat atau mempersiapkan bumbu-bumbu yang berhubungan dengan masakan yang akan dibuat. Kegiatan ini biasa kami sebut dalam istilah Rejang "semnga nyoa" seminggu menjelang hari H.
Setelah itu, maka kegiatan di rumah yang punya hajat biasanya mulai pada rame. Masyarakat mulai berdatangan pada malam hari, khususnya para muda-mudi berkumpul. Memeriahkan seminggu sebelum acara inti dengan bermain domino, kartu remi, berkaroke ria sebagai hiburan semata.
PUNCAK ACARA "UMUNG"
Nah, pada acara puncaknya dilaksanakan selama tiga hari berturut-turut. Lazim di desa tempat tinggal penulis loh.
Hari bemasak kecik, kalau dalam pernikahan terkadang hari bemasak kecik ini diringi dengan hari ijab kabulnya pengantin yang dilaksanakan setelah waktu Zhuhur.
Kegiatan paginya, diawali dengan pembuatan panggung, tarup hajatan, yang kami sebut dengan smujung. Secara bergotong royong. Oleh masyarakat setempat dikomandai panitia.
Kecuali, dari pihak ahli rumah telah menyewa tenda, maka pembuatan tarup/panggung bukan tanggung jawab masyarakat loh.Â
Bemasak (memasak) kecil, rata-rata dihadiri masyarakat sekitar loh. Jadi secara jamuan yang akan dipersiapkan tidak serepot di hari bemasak besar, hari esoknya.
Hari bemasak besak, biasanya pada hari ini adalah hari terbilang super sibuk, banyak pekerjaan yang akan dikerjakan. Harinya resepsi. Para tetamu undangan berdatangan ke kondangan.
Membuat panitia dan saipul hajat dibuat terkadang kelimpungan. Khususnya bagian perdapuran/permasakan.Â