Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Event Kegiatan Budaya, Hari Teater Sedunia, dan Kebanggaan Jadi Peserta

29 Maret 2022   16:17 Diperbarui: 29 Maret 2022   19:02 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

UUD 1945 pasal 32 ayat 1 dan 2. Ayat 1; Negara Memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia ditengah Perdaban Dunia dengan Menjamin Kebebasan Masyarakat dalam Memelihara dan Mengembangkan Nilai-Nilai Budayanya. Ayat 2; Negara Menghormati dan Memelihara Bahasa Daerah Sebagai Kekayaan Budaya Nasional.

Berdasarkan undang-undang ini, negara dalam artian pemerintah pusat memberikan otoritas kepada setiap daerah/masyarakat untuk menjaga dan memajukan kebudayaannya.

Pijakan hukum dalam undang-undang 1945 pasal 32 ayat 1 dan 2 menjadi dasar 'payung hukum' bagi daerah untuk melestarikan eksistensi budaya berupa kebijakan berbentuk peraturan daerah.

Upaya untuk menjaga dan melestarikan budaya lokal di Indonesia. Daerah diberikan kebebasan untuk memajukan kebudayaan daerahnya menjadi ciri khas daerah sebagai identitas.

Hal ini sejalan dengan amanah undang-undang Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Daerah diberikan kesempatan luas untuk bergerak demi kemajuan daerah tanpa tergantung pada pusat, seperti sentralistiknya di era orba.

Artinya, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk itu dalam pelestarian budaya merupakan point penting bagi pemerintah daerah bersama-sama dengan masyarakat bersinergi dalam agenda menjaga dan melestarikan budaya lokal menuju budaya nasional. 

Diketahui nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang ada di nusantara, sudah tentu memiliki aspek lain yang diyakini masyarakat itu sendiri sebagai ketentuan 'kontrol sosial' nilai seni akan keindahan, kaya muatan moral, spiritual, dan filosofis yang mesti dipertahankan.

Tersirat dimensi sakral ada dalam 'local wisdom' terdapat aspek etika dan estetika yang baik sebagai tuntunan hidup dalam tatanan bermasyarakat, dan karakteristik dalam setiap kultur melekat pada kebiasaan, sikap dan sifat di masyarakat.

Tanpa disadari khazanah ini lambat laun bisa terancam hilang dimata para generasi di masa depan, jikalau tidak diantisipasi dari sekarang. Karena terputusnya proses regenerasi, putusnya penyambung tongkat estafet pewaris dari keberlangsungan budaya lokal.

Disebabkan ancaman dari budaya global lebih menarik daripada budaya sendiri. Paradigma budaya lokal yang kolot, kuni, njelimet dan ketinggalan zaman sehingga mempengaruhi antusiasme tuk mempelajari budaya sendiri.

Pada fase memperhatinkan ini, rendahnya partisipan 'animo' untuk mempelajari budaya sendiri. Dikhawatirkan kurang baik akan keberlangsungan budaya lokal itu sendiri.

Salah satu contoh, penulis simak di daerah tempat tinggal penulis sendiri, kecendrungan anak muda generasi X dari suku asli Rejang seakan malu berbahasa Rejang, melupakan bahasa ibunya dalam interaksi sesuku dilingkungan non formal.

Serta idak mengetahui seluk beluk adat, tradisi dan budaya sendiri, dominasi para tetua yang itu-itu saja dalam setiap acara berbau budaya. 

Berangkat dari fenomena lapangan inilah diharapkan menjadi pekerjaan rumah kedepan, antara masyarakat dan pemerintah daerah' stake holder' terkait untuk bahu membahu menjaga kelestarian budaya lokal dalam agenda kerja.

Bertindal demi keberlangsungan kearifan lokal setiap daerah. Jika kekhawatiran ini tidak segera dieksekusi hanya bersifat ceremonial acara resmi pemerintahan, maka besar kemungkinan suatu saat budaya akan hilang ditelan perut bumi dimata generasi.

Local wisdom beserta pernak pernik yang ada mungkin suatu saat nanti akan luntur dayanya. Bahkan kekhawtiran ini sudah terasa menuju arah yang tidak dinginkan.

Akankah menjadi puing-puing sejarah yang terkubur dalam cerita saat meninakbobok anak nantinya, bila budaya sendiri tidak diturunkan kegenerasi, lalu siapa lagi yang memikirkan dan melanjutkan budaya itu? Entahlah.

Hari Teater Sedunia

Momentum yang tepat setiap daerah dalam memperkenalkan budaya lokal pada ajang nasional, kearifan lokal untuk lebih diketahui daerah lain. Disamping pemantik bagi generasi belajar bangga akan budaya sendiri

Membudayakan budaya agar tak lekang dimakan zaman. Local wisdom  menjadi ciri khas disetiap daerah akan kekayaan dari keanekaragaman nusantara. 

Kearifan lokal setiap daerah. Yakni identitas yang mesti dibanggakan. Bukan sebagai skat pembeda antar etnis tapi sebagai perekat satu sama lain untuk saling berbagi dan menghormati.

Kembali pada topik pilihan (topil) kompasiana, mengingat hari teater sedunia tanggal 27 Maret, kemarin. Tema menarik untuk menyuarakan kembali dunia seni peran bernuansa kearifan lokal budaya setempat.

Mengadakan pergelaran dan pertunjukan pentas seni dengan mengangkat tema-tema bernuansa kedaerahan, langkah aspiratif terhadap abrasi dari budaya luar yang rentan menggerus eksistensi budaya lokal.

Disamping mempersiapkan kader baru demi keberlangsungan adat dan tradisi, wadah aktualisasi dan promosi budaya kepada khalayak publik..

Seperti puisi, musik daerah, tari, bahkan pentas drama dari cerita rakyat sekitar. Diperlombakan dalam event besar kedaerahan. Hal ini sangat diharapkan sebagai upaya dalam menanamkan rasa cinta pada budaya sendiri dari demamnya akan budaya asing yang mulai mendegradasi.

Tanpa tidak disadari mulai mengeserkan rasa 'posisi' budaya sendiri, pandangan narsis akan budaya lokal dan modern budaya luar dimata para generasi.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Foto yang tertera adalah adalah dokumentasi dari penulis. Kala ikut menonton pergelaran musikalisasi puisi dan solosong? 

Yang dilaksanakan pada ajang bazar ditempat tinggal penulis. Mengadakan beragam cabang perlombaan, pertunjukan seni budaya yang dikuti anak-anak muda.

Menyimak hal ini ada beberapa manfaat yang terpetik dimata penulis, dari penampilan para peserta lomba disaat pertunjukan.

Yakni manfaat saat mengikuti event-event seperti ini bagi peserta lomba. Tentunya sangat korelasi akan budaya lokal yang dikemas pada event perlombaan, khusus pada pertunjukan seni peran:

  1. Mengasah bakat peserta, bakat pada dasarnya adalah potensi/kemampuan dasar yang dimiliki seseorang namun perlu untuk dikembangkan. Jadi mengikuti berbagai event, pendek kata cara terbaik dalam mengasah bakat yang terpendam. Analoginya, sebagus apapun kita memahami konsep teoritis tapi tak pernah dieksekusi, sama hal dengan banyak pengetahuan tapi tidak bermanfaat pada orang lain karena tak tertulis untuk disampaikan.
  2. Ajang melatih emosi (mental), tentunya berani tampil ikut berpuisi dipanggung, sangat berbeda jika berpuisi sendiri lho. Yakni menempah mental, dari tidak percaya diri menjadi percaya diri didepan umum. Karena tidak jarang tampil didepan umum, sungguh menakutkan.
  3. Wadah menyampaikan aspirasi, jika suara kritis tidak berani kita gaungkan, melalui pentas seni pertunjukan adalah wadah tepat bersuara satire, menyuarakan, mengkritisi apa yang terjadi pada lingkungan sekitar.
  4. Media menperkenalkan budaya, nah sesuai topik judul prihal kearifan lokal atau budaya. Peserta yang mampu membius penonton dengan pertunjukan seni peran dapat  mengangkat isu seputar budaya lokal yang dikemas pada pertunjukan. Sarana mempromosikan daerah.
  5. Menjaga ekstensi budaya.

Kesimpulannya, event kegiatan budaya adalah jalan kreatif upaya dalam memperkenalkan kearifan lokal (local wisdom).

Melalui dunia seni peran, berani tampil, nilai plus buat peserta. Partisipatif dalam menggaungkan kekayaan nusantara ini tidak kalah dari indah daripada budaya luar, mengapa mesti malu pada budaya sendiri.

Nah, bahkan ajang bazar kemarin yang tak kalah menarik, khususnya dalam lomba musikalisasi puisi. Peserta membawa puisi dari kompasianer, @zaldychan. Dan keluar sebagai juara.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun