Keunikan setiap daerah selain keragaman tradisi yang kasat oleh mata juga tersimpan kekhasan dalam penggunaan ragam kata yang mengandung makna filosofis.
Petata petiti ranah Minang misalnya yang lazim digunakan sebagai ungkapan (petuah) adat yang lekat akan pesan tersirat (nasihat) sebagai pelajaran hidup.
Pesan kata para tetua ini menyematkan makna yang bisa berbentuk peringatan/larangan, bisa dorongan semangat atau kontrol dalam berprilaku dan bertindak sehari-hari.
Maka tak heran jika kita seringkali mendengar istilah kias berupa pantun, syair, analogi cerita, pribahasa yang diucapkan di masyarakat.
Terkandung pesan lain dari apa yang dimaksud dari arti yang sebenarnya, seperti pribahasa pukul anak sindir menantu, memukul anak tapi tujuannya adalah menyinggung pribadi sang menantu.
Selain gerakkan gestur tubuh penggunaan kata-kata biasa digunakan. Bahkan lebih tajam dalam menyentuh perasaan orang lain, tajamnya lidah lebih dari silet, Ferguso!
Begitupun dalam suku Rejang banyak ditemui untaian bahasa yang bermakna lain dari yang sebenarnya. Seperti serameak saat acara adat berasan.
Dimana pihak mempelai lelaki dan perempuan saat berasan (pinang meminang) akan terjadi adu petata petiti antara kedua belah pihak seperti adu pantun dalam tradisi Betawi dan adat Melayu untuk mencapai kesepakatan bersama.
Dalam Ilmu Psikologi dan Ilmu Komunikasi atau Ilmu Bahasa termasuk bagian dari dua model komunikasi baik verbal dan non verbal, petata petiti merupakan bagian dari itu.
Gerakan tubuh (gestur) dan ucapan (bahasa majas/pribahasa) mempunyai makna isyarat dan tersirat, loh.
Nah, dalam agitan artikel receh kali ini ingin membagikan tulisan yang seringkali terdengar ditelinga penulis tentang istilah kata ini, Mabo Ning dan Mabo Tukuk dalam bahasa Rejang. Pesan tetua sampaikan kepada anak-anaknya.
Mabo Kening
Gambar ini membayang kita banyak hal yang dapat mempengaruhi penilaian kita loh, membayangkan orang yang sedang pusing tujuh keliling kerena memikirkan banyak hal, sedang stres misalnya.
Keadaan tubuh kurang sehat, sedang mengalami sakit kepala acapkali membuat seseorang memegang keningnya.
Bisa juga karena sedang berpikir saat ujian, menjawab soal ujian yang susah minta ampun. Rasa takjub pada tim lain yang tidak terduga bisa unggul, membuat tepuk jidat akan kejadian tidak terduga dari tim sendiri, misal.
Atau sedang berpikir tentang sebuah rencana yang mesti dilakukan dalam sebuah kegiatan atau menghadapi persoalan.
Selain beragam makna diatas  akan isyarat megang kening dalam bahasa Rejang "Mabo Kening" dalam hal ini sebagai makna kias bagi seseorang untuk leboh banyak berpikir.
Yakni pandai melihat diri dalam artian sadar diri. Pandai untuk membaca lisan atau prilaku jangan sampai menjadi bumerang bagi diri sendiri. Berpikirlah matang sebelum melakukan sesuatu, memutuskan sesuatu.
Mabo Tukuk
Mabo Tukuk (Pegang tengkuk) seringkali dilakukan saat pegal atau nyeri, tegang atau sakit pada bagian leher bagian belakang
Namun makna tersirat dalam bahasa Rejang pegang tengkuk (mabo tukuk) memiliki konotasi lain, jika disampaikan orang lain kepada kita disaat kita tidak dalam kondisi sakit tengkuk loh.
Mabo Tukuk lebih cenderung sindiran bermajas ironi sebagai kias kata untuk seseorang sadar diri atau tahu diri bahwa kemampuan yang dimiliki.Â
Ya, jangan berlebihan dalam menilai diri sendiri, jangan terlalu bersifat sombong diri atau mesti pandai mengukur kepasitas diri sendiri.
Nah karena tahun ini sering disebut tahun politik, yups instropeksi "mabo kening dan mabo tukuk" sebelum maju bertaruh di pemilu tahun 2024.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H