Daripada terus cerita gituan, mendingan kamu bantu Ibukmu di dapur, bantu ibu cuci piring apa? Atau ajak Ibukmu pergi ke kebun belakang mencari bumbu dapur untuk besok. Kunyit, lengkuas dan serai yang dulu kau tanam.
Asyiap, komandan! Laksanakeun
Tapi Pak, sebelum Boedi pergi bantu Ibuk. Boedi aneh sama Pak haji yang kaya raya lho Pak. Pak haji pada ngamuk sama pak pak imam, katanya tidak kebagian kupon kurban dari panitia masjid.Â
Padahal kaya, rumah besar, kebun luas, mobil tiga. Usaha banyak. Tu Buk haji kalau belanja sama Bik Surti tiap pagi, jangan sayur dan lauk. Untung Bik Surtinya tidak sekalian dibeli.
Kok masih kepingin kupon qurban diributkan kan Pak? Kan masih banyak yang lebih layak. Malu dong sama Pak Jaelani walau sekelas guru honor, nolak tu waktu pak iman berikan kupon kurban.
Gertak Bapak! Boedi cepat pergi? Dasar cengengesan melulu dari tadi!
Boedi berlari sambil lari kegiragan dengan kuponnya. Buk, nih kupon qurban Boedi dapat dari pak iman. Bapak telah Boedi beritahukan lho Buk.
Tapi, kok bapak diam lho buk. Kurang suka mendengar cerita Boedi, cerita teman Bedoel dan pak Jaelani. Apakah bapak tidak suka dapat kupon kurban.Â
Bukan Boed, bapak tidak apa-apa. Dia senang lho sama Boedi. Mana ada orang tua tidak melihat anak secerdas kamu, pintar sekali melihat hal-hal janggal yang terjadi. Di usia kamu.
Biasa bapakmu, kalau diam serta mudah marah itu artinya bapakmu lagi butuh gitu?
Karens pandemi bapak tidak banyak dapat uang seperti biasanya. Padahal kalau tidak dilanda pandemi. Ibuk, Bapak mau bequrban atas nama kamu, Boedi. Jadi batal deh, mungkin tahun depan rezeki ya Boed?