Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buruknya Sifat Benci Jika Diabaikan

31 Maret 2021   13:16 Diperbarui: 31 Maret 2021   13:17 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senang Melihat Orang Susah, Susah Melihat Orang Senang

Kali ini saya tertarik mengutip dari perkataan teman saat berbincang di kedai kopi kemarin " senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang." Ungkapan yang merefleksikan jati diri seseorang.

Mendengar ungkapan seperti ini yang sering terjadi dalam hidup sehari-hari bahkan justru kita sendiri yang mengidap penyakit swasangka seperti ini, dalam bahasa asing dikenal dengan istilah Negatif Thinking, buruk sangka pada orang lain.

Dimana perasaan tidak menyenangi orang lain yang lebih sukses dari kita, dan merasa sangat riang gembira ketika melihat orang mengalami/menderita/ditimpa kesusahan.

Artinya kita telah mengidap penyakit hati yang sangat kronis bin akut loh. Buah rasa dari perasaan iri, dengki cikal bakal untuk berbuat hasad dan dendam, akhirnya pada tindakan fitnah.

Fitnah lebih kejam dari pembunuhan Ferguso!

Mungkin tipikal dari ini maka selalu berpikir buruk tentang orang lain, selalu diselimuti tanda tanya seputar kehidupan orang lain. Walaupun orang tersebut telah berprilaku baik kepadanya.  Perasaan tidak pandang buluh kepada siapa pun demi melampiaskan kekesalan hatinya. Resapan kebencian.

Acap kali berbuat diluar pikiran sehat sehingga sibuk mencari informasi tentang orang lain 'kepo' kehidupan orang lain. Lalu dijadikan sumber gosip kepada orang lain, tuk disyiarkan agar citra orang yang tidak ia sukai menjadi buruk dimata orang lain.

Benci orang lain, kok ajak-ajak orang lain Ferguso.

Penyakit Hati Sumber dari Kebencian

Darimana datangnya lintah, dari kali turun ke sawah. Darimana datangnya swasangka, dari hati turun ke benci.

Asal muasal kebencian sebenarnya ada pada diri individu itu sendiri yakni kejernihan cara pandang  serta keluwesan menyikapi sesuatu dengan hati yang lapang.

Cara pandang yang sempit acapkali sempit pula menilai tentang orang lain. Sehingga meracuni pola pikir yang tidak baik dan berurat dan berakar pada jiwa.

Bisa saja terjadi  sumber kebencian diawali dari kekecewaan, patah hati, tidak menerima sebuah kenyataan, lingkungan  serta kesalahan memahami ajaran (doktrin) tertentu bisa loh mengarahkan pikiran yang tidak baik kepada orang lain.

Jadi kebencian merupakan sumber dasar kembali pada hati orang yang telah menyimpang dari hakikat manusia. Hakikat untuk berbuat baik. Baik sangka yakni berpikir positif.

Buruknya Kebencian Jika Diabaikan

Perasaan benci dipupuk dan terus dirawat sebenarnya sangat tidak baik untuk manusia itu sendiri. Yakni merampas rasa kebahagian manusia itu sendiri. Merenggut kehormatan diri di mata orang lain, juga menumbuhkan rasa antipati kepada orang lain, juga sebaliknya orang lain juga berprilaku sama sebagai efek dari kebencian kita.

Alhasil, sang pembenci tidak akan merasakan apa itu rasa tenang, sepi dalam keramaian, punya musuh dan banyak lawan. Seperti bumerang dan bom waktu bagi diri sendiri. Juga memungkinkan jiwa pun menjadi terancam menjadi incaran.

Lalu bagaimana menghilang rasa kebencian yang mendera ini;

1. Banyak bersyukur, memiliki jiwa yang lapang. Dengan prinsip intropeksi diri bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah karena prilaku kita sendiri bukan karena orang lain. Stop menyalahi orang lain, Ferguso! 

2. Hindari informasi yang suka menebar kebencian. Dalam artian mampu memfilter informasi yang tidak baik untuk dicerna. Baik itu teman sendiri atau kelompok-kelompok tertentu yang gemar menyebarkan informasi kebencian.

3. Melalui kesibukan disela waktu kosong, dengan memanfaatkan waktu dengan kegiatan bermanfaat. Sehingga tidak sempat memikirkan orang lain mau berbuat apa, terserah.

4. Kembali kepada ajaran agama, untuk menjernihkan jiwa. Beribadah kepadanNya.

5.  Menanamkan prinsip bahwa hidup membutuhkan orang lain, setiap perjalanan hidup seseorang punya jalan yang berbeda dan punya cerita masing-masing.

6. Pengalaman dari kisah perjalanan, pelajaran berharga dalam memaknai kehidupan merupakan Refleksi diri kita itu sendiri. Ada hikmah yang dapat dipetik dari semua pengalaman itu.

7. Dan tidak semua baik versi kita, sebenarnya baik untuk kita. Tidak semua pelangi diatas kepala orang lain indah bagi orang itu. 

8. Menghargai sebuah perbedaan adalah anugerah Tuhan  yang kaya, perbedaan adalah warna menjadikan ikatan kehidupan lebih baik dan berarti.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun