Korelasi Arus Teknologi Bak Pisau Bermata Dua Bagi Para Remaja Desa
Derasnya laju teknologi seakan memberikan kontribusi negatif pada perkembangan remaja ditandai semakin marak remaja berprilaku diambang batas kewajaran.Â
Mengutip konsep teori Sigmund Preud teori gunung es, yang terlihat pada puncak gunung hanya kecil sepintas, ketika semakin digali kebawah kedasarnya semakin jelas permasalahannya.
Begitu juga konteks teknologi sekarang yang disikapi secara penyalahgunaan. Belum pandai berteknologi, sehingga budaya luar yang tak pantas untuk orang timur ditelan tanpa dikunyah merambah pada kalangan remaja.
Pendek kata remaja kita saat ini sangat rentan sebagai korban penyalahgunaan teknologi. Korban dari teknologi itu sendiri. Naiknya angka-angka kenakalan remaja buah hasil dari budaya filter yang jelas kurang bahkan tidak sama sekali.
Untuk itu teknologi secara tak langsung berkorelasi dengan perkembangan psikologi remaja. Realita prilaku remaja cenderung mengalami penurunan dari sudut pandang tata nilai yakni secara etika dan norma.
Perubahan perilaku yang selama ini identik pada wilayah perkotaan telah menyasar ke perkampungan, termasuk tempat penulid. Yang selama ini kental akan budi pekerti luhur, taat budaya dan sebagainya. Justru perubahan cara pandang remaja pedesaan tambah jauh berantakan.
Berangkat dari problem inilah bisa jadi ada keterkaitan teknologi dengan tingginya Jamur (janda dibawah umur). Pernikahan dini, hamil diluar nikah bukan barang aib, pelecehan seksual remaja kampung, dan pergeseran sisi-sisi lainnya. Dampak yang tidak bisa dihindarkan. Dan mesti menjadi kecemasan bersama, jangan-jangan lost generation benar akan terjadi.
Teknlogi bak pisau bermata dua, satu sisi memberikan kebaikan, disisi lain memberikan keburukan. Artinya daya filter remaja kita yang masih tergolong lemah. Lemah membedakan mana yang baik dan buruk, Â yang berbahaya untuk ditiru dan yang tidak.
Kembali pada fenomena Jamur serta marak pernikahan dini. Secara kultur, pernikahan dini sudah ada pernah dari zaman nenek moyang loh. Telah dikenal dengan sistem perjodohan seperti kisah cerita pada Siti Nurbaya.
Siapa yang sudah dianggap telah pantas, juga terkadang telah dipersiapkan oleh para tetua, bedanya pada fenomena Jamur sekarang, pada sisi pernikah dini lebih awet status perkawinannya. Mungkin, zaman dulu adat budaya pedoman ikatan sakral, versiku. Atau akses informasi dulu tidak segamplang pada saat ini. Tabu atau aib hal-hal yang bersifat gituan?