Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Daripada Politik Belah Bambu Mendingan Budaya Gotong Bambu

21 Februari 2021   08:44 Diperbarui: 21 Februari 2021   08:54 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu Apa itu Politik Belah Bambu?

Kata-kata politik belah Bambu kerap dijadikan senjata ampuh dalam roda pemerintahan. Tidak asing terasa digendang telinga dan mata, mengambarkan kondisi realita saat ini. 

Dimana kondisi yang sebenarnya dikondisikan oleh sebuah strategi dibalik kebijakan dan tindakan yang tidak kasat oleh mata namun ketara gerak rasanya. Rekayasa ini seperti adanya kiat jitu yakni polamain  politik  belah Bambu (PBB). 

Bahkan dalam kondisi politik nasional maupun internasional, maupun pemerintahan lokal (daerah) tidak bisa dipungkiri juga menggunakan PBB.

Ditilik secara historis pun strategi PBB sudah pernah ada dari zaman batarakala, zaman bahulak yang diceritakan dalam catatan buku sejarah. 

Sampai dengan saat ini PBB masih relevan tuk digunakan. Jadi PBB dapat dikatan pola lama, warisan parapendahulu, yang berbeda mungkin cover dan tatacaranya sedangkan isi dan tujuan tidak ada bedanya.

Yang cenderung dikonotasikan pada politik kepentingan dan kekuasaan. Kiat untuk mempertahankan eksistensi tertentu. Pola PBB strategi ampuh, teman.

Bertahan, mempertahankan, merebut/mengambil alih akan sesuatu, kita perlu sebuah strategi. Agar tidak tergerus atau terjatuh dari posisi kita pada saat sekarang ataupun itu nanti.

Sebut saja zaman kolonial dahulu, contoh nyata telah yang menggunakan cara politik adu domba. Dengan bahasa kerennya devide at impera. 

Membagikan masyarakat kita dalam tiga golongan waktu bak seperti kasta India.Kasta kulit putih Eropa, Timur Asing, dan Pribumi.

Serta menjadikan para abdidalem/priyayi/borjouis/ningrat sebagai anak emas, kaki tangan kolonial dalam melaksanakan roda penjajahan. 

Sehingga terrjadinya perseteruan perang saudara sesama rakyat pribumi dengan pribumi bukan.

Politik adu domba jika dilihat dari kacamata awamologi, sebenarnya tak ubah dengan politik belah Bambu (PBB) itu sendiri. Jadi tak heran apabila cara maupun tujuan kedua pola ini adalah sama. Yang berbeda hanya peristilahan-nya saja, menurutku.

Lalu apa itu politik belah Bambu itu? Menurut awamologi. Adalah strategi untuk mencapai tujuan atas dasar sebuah kepentingan. Yakni dengan ragam cara. Cara yang lazim digunakan dengan mengambarkan sebuah batang bambu yang dibelah--belah. 

Dapat disimak ketika membelah bambu, dengan seksama yang dilakukan biasanya belahan Bambu yang satu diangkat dan belahan lainnya diinjak (angkat dan injak). Semakin tinggi belahan bambu diangkat justru semakin kuat pula kaki menekan belahan bambu yang sedang  yang terinjak. 

Artinya, satu diangkat, dipuji, dirangkul, disayang sedangkan satunya diinjak, dihujat, dibuang bahkan di anak tirikan. Akhirnya lahirlah perumpamaan si anak emas, si anak tiri dan si anak bawang. Yang satu ditempatkan setinggi mungkin, yang satu ditempatkan serendah mungkin. 

Politik belah Bambu sebenarnya bukan hanya terjadi dalam aspek politik saja. Yang diasumsikan kotor bin kejam. Tak jarang dalam kehidupan real pun tak luput dari cara ini dilakukan.

Misalnya bagi pendidik bersikap pada muridnya, juga sering terjadi. Orangtua pada anaknya juga ada. Bos dengan anak buahnya. Pejabat dengan bawahannya. Kita dengan teman-teman, kerap melakukan. Pembedaan, membedah-bedahkan, Entahlah!

Yups, daripada berkutat membahas pernak-pernik si belah Bambu, mari kita mengambil hikmah dari si gotong Bambu yang terjadi dikampungku.

Tradisi Gotong Bambu, Tradisi Kebersamaan yang masih Bertahan

Berbicara mengenai pohon Bambu, pohon yang multi manfaat serta multipemaknaan. Salah contoh diterangkan diatas. Secara filosofi pun sudah ada dibahas. Filosofi Bambu. Apalagi secara manfaat, tentu sangat banyak kegunaannya.

Mulai dari kerajinan tangan, menu sayuran, penahan tanah hingga sebagai tumbuhan yang baik untuk penghasil sumbet mata air. Pasalnya dikampungku, pohon Bambu banyak tumbuh dilembah-lembah, ya tempat mata air mudah ditemukan.

Artinya pohon Bambu tumbuhan multitalenan, maksudnya tumbuhan multifungsi. Yang dapat dimanfaatkan dan kaya dengan manfaat.

Kembali pada konteks tradisi gotong Bambu. Adalah kebiasaan dikampung atau justru juga terjadi ditempat kompasianer. Tradisi gotong Bambu. Masih bisa kita temukan.

Gotong Bambu ala versi kampungku, biasanya kami lakukan pada saat acara hajatan atau kegiatan massal yang harus menggunakan tempat/wadah pelakasanaan perjamuan. Bambu merupakan bahan/alat pokok yang digunakan.

Secara kapasitas, jumlah orang yang banyak dan bersifat umum. Untuk itu sangat penting tempat pelaksanaan kegiatan tersebut dibuat secara bersama.Yang kami namakan panggung dalam bahasa kampungku dinamakan "semujung atau tarub". 

Bambu sebagai alat utama "semujung atau tarub". Sebagai penyanggah dan kerangkanya. Seperti gambar dibawah ini.

megapolitan.kompas.com
megapolitan.kompas.com
Hal ini menjadikan kebiasaan mengotong Bambu, dilakukan secara sukarela, wujud kebersamaan masyarakat. Yang masih bertahan dan perlu dipertahankan, menurutku.

Walaupun perkembangan saat telah mulai berangsur menggunakan arkatenda sebagai pengganti Bambu. Tapi secara nilai tertentu, tradisi gotong Bambu banyak terdapat nilai yang tidak diukur secara statistik.

NILAI kebersamaan. Diawali menggotong Bambu dari masyarakat sampai dengan membuat "semujung atau tarub". Sampai dengan merombak/membongkar tempat ini setelah acara usai dilakukan secara bergotong-royong. 

Secara tak langsung menghidupi suasana kekompakan/kebersamaan/solidaritas di masyarakat

NILAI kebahagian tersendiri. Pada saat bekerja membangun "semujung atau tarub".  Diwarnai kesibukan masing-masing mulai dari yang membelah Bambu, memotong bambu, mengangkat Bambu, disertai candatawa, punya nilai yang tidak dapat dijelaskan. 

Jadi semua terlibat bin sibuk dengan kegiatan masing-masing. Serta saling bantu membahu penuh rasa k.esukarelaan

NILAI Prinsip. Tidak ada yang tak bisa, bila dilakukan secara bersama. Ini bisa dilihat dalam hal ini. Dari gotong bambu hingga bekerjasama membuat panggung Bambu. Terdapat filosofisnya.

Penutup, daripada kita ribut bermusuhan, bertentangan selalu, sikut kiri, sikut kanan. Karena ulah dari strategi Belah Bambu. Mendingan kita bekerjasama seperti penggotong Bambu dikampungku. Tidak ada yang tidak mungkin dilakukan, jika dilakukan secara bersama.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun