Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mengkritisi Budaya Rapat yang Terkadang Membosankan

11 Februari 2021   23:15 Diperbarui: 16 Februari 2021   02:29 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wanita tertidur saat rapat (Wavebreakmedia Ltd via KOMPAS.com)

Para peserta juga, ketika diundang rapat dengan surat undangan alpa membaca perihal undangannya, tema apa yang akan dibahas pada rapat. Sehingga saat hadir rapat diminta menyampai konsep atau pandangan sesuai tema cenderung bernalar ria, hanya retorika tanpa menyajikan konsep tertulis. 

Mungkin inilah terkadang rapat menyita waktu lama, karena konsep rapat hanya di kerangka pikir yang sering diujar tapi tidak tertulis (ditulis terlebih dahulu), menurutku.

Rapat Terkadang Membosankan
Tulisan ini bukan artian antipati pada rapat, tidak suka dengan rapat. Saya yakin rapat itu sangat urgent. Terlebih lagi dalam merancang sebuah rencana besar yang akan dilakukan. 

Maka, rapat tidak bisa dianggap hal yang sepele. Bukan hanya ajang kumpul-kumpul tanpa simpul, gontok-gontokan merasa paling hebat, jual beli materi argumen, adu gengsi, ego-egoan. Mengaburkan nilai dari subtansi rapat.

Sehingga membuat suasana rapat membosankan. Menghabiskan energi, waktu serta biaya. Apalagi biaya negara yang digunakan untuk kegiatan rapat. Hanya sebagai formalitas dalam laporan, bahwa ada kegiatan dilakukan, yakni rapat membahas bla bla bla.

Berdasarkan paparan curhatan di atas, ada beberapa catatan versiku, mengapa rapat itu membosankan?

  1. Sekadar simbolik belaka. Rapat dilakukan hanya formalitas saja. Sedangkan ketetapan telah ada di tangan yang bersangkutan. Jadi setiap usulan, saran atau kritik tidak memepengaruhi ketetapan sebenarnya dari penyelenggara rapat.
  2. Saran/kritik/usulan yang ditulis oleh notulen. Tapi, semua yang ditulis notulen jadi album kenangan. Yang terkadang tidak digubris, bisa jadi catatan tersebut dibuang ke kotak sampah setelah rapat.
  3. Pembahasan rapat stagnan, dalam artian yang dibahas perihal yang ini dan itu saja walaupun dengan tema berbeda. Misalnya, honornya berapa ya?
  4. Dominasi panggung, yang berpendapat orang-orang itu saja. Dan cenderung tidak menghargai orang lain berpendapat.
  5. Peserta rapat banyak yang pasif. Tukang bubuh tandavtangan, penunggu kue kotak dan nasi bungkus. Lebih banyak diam saat rapat. Dan tukang setuju disetiap rapat.
  6. Banyak tukang celoteh diluar forum, vokal saat rapat telah bubar, dan vokal ketika berbicara diskusi antar sesama. Tika di forum jadi mandek, bak burung beo kalah kundu (demam panggung). Tidak punya suara.
  7. Banyak yang hanya jual teori/retorika tapi aplikasi real yang kita lihat kosong belaka. Beri tugas berat melarikan diri lalu menyalahi orang lain.
  8. Rapat telah disepakati namun tak kunjung dieksekusi. Dibatal sang punya kewenanhan.

Penutup, mungkin inilah mengapa rapat itu terkadang membosankan.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun