Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jari Telunjuk dan Keapatisan

16 Januari 2021   09:49 Diperbarui: 16 Januari 2021   09:55 697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: sulthan17.blogspot.com

Munculnya Jiwa Keapatisan pada Individu dalam Lingkungan Dunia Kerja

Jiwa kemanusiaan harus tergerus oleh persepsi individualistik yang mematikan, persepsi yang timbul dari sisi egoistik tanpa didukung oleh cakrawala berpikir lapang/luas tentang orang lain. Alhasil, memandulkan nilai rasa dan membutakan rasa humanis, dan memandang orang lain harus sesuai dengan keinginan kita.

Jikalau nilai pikir yang luas diberdayakan dan dibandingkan akan "need" akan diri sendiri, maka tidak beda dengan cerita orang lain versi saya. Nilai statistik yang berbentuk atau perwujudan "need" mesti jadi pertimbangan.

Begitu juga nilai rasa/hati, tak elok berharap lebih terhadap sesuatu akan orang untuk berbuat, apabila suplemen mereka masih "miris, mengais dan meringis". Membuyarkan kosentrasi karena "need" itu.

Sisi manusiawi prihal penting untuk memikirkan orang lain, bukan menghakimi sepihak dengan mengunakan dalil sebagai rasio/logika tuk menghadirkan "opsi recehan", sebagai wind solution. Dalam artian apabila berharap lebih kepada seseorang, ya semestinya yang kita lakukan juga harus manusiawi.

Jangan sampai ada trik lempar bola sebagai alibi pengecualian, intrik bela bambu, anak kandung si anak bawang atau triki kesaktian sebuah surat bergaransi. Dari sang "decision maker". Dalam lingkungan dunia kerja yang kita pimpin. Menurutku.

Pengabdian atau loyalitas merupakan keniscayaan dalam dunia kerja, anatara pimpinan atau bawahan adalah sinergitas yang tidak bisa dipungkiri. Namun membangun kerjasama tim, saling menghormati dan evaluasi diri sendiri juga tak kalah penting, harmoni kebersamaan dalam bekerja mestinya terbangun, kan.

Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tapi, aku memilih untuk jadi manusia merdeka.
- Soe Hok Gie

Ya, salah satunya korelasi tentang keapatisan dan si Jari Telunjuk. 

Keapatisan dan Jari Telunjuk

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata apatis adalah acuh tak acuh. Arti lainnya dari apatis adalah tidak peduli.

Berdasarkan arti kata Apatis diatas ada tiga hal yang merupakan ciri-ciri sikap Apatis.  Yakni terdapat 3 arti kata 'apatis' di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang masuk ke dalam kelas kata adjektiva (kata sifat), Acuh tak acuh, Tidak peduli, Masa bodoh.

Ya, sifat lekat pada individu diantara tahu, tidak mau tahu dan tak mau cari tahu, atau ada reaksi tapi tidak beraksi. Bereaksi namun asal beraksi. Hehe..

Keapatisan, bisa terbentuk dan terjadi pada siapa pun. Yang semula orangnya baik bisa berubah kearah yang tergolong pada perilaku ini. Apalagi semula memang tak baik, jelas menjadi tak baik lagi.

Ada sebuah kutipan dari pernyataan, Najwa Shihab. Bahwa niat yang baik harusnya berproses yang baik, yang baik tapi dalam proses tak baik juga bisa menimbulkan polemik, apalagi tak baik disertai proses yang tak baik, kan?

Versi receh ku, berdasar studi fakta dan realita Apatis di sebabkan beberapa hal.
1. Tertular  virus dari lingkungan.
2. Kecewa dalam kompetisi.
3. Kebijakan tidak tegas, cerdas dan adil dari
   pimpinan.
4. Penyakit hati.
5. Manajemen  waktu kerja, bisnis keluarga
   masih terbawah-bawah.
6. Money Oriented.

Apatis, dapat dilihat dari sikap acuh tak acuh, sing penting saya lancar, yang lain terserah. Dan lain sebagainya. Padahal bisa jadi sifat ini berntentangan dengan profesional dunia kerja yang ia lakoni kan.

Bahayanya, jika semua  diantara kita Apatis bagaimana jika itu adalah kewajiban dan tanggung jawab kita. Dan bagaimana suatu makna akan 'kebersamaan'.

Tapi menjadi catatan, apatis itu adalah hati kita,  jangan sampai juga orang Apatis itu karena kita! Jari telunjuk kita.

Jari telunjuk meliuk liuk, mematuk dan menunjuk pada jari kelingking kaki yang kecil dan dekil oleh lumpur, tuk berlari secepat kilat mengejar angin.

Telunjuk jari, hanya bisa merunduk ke atas, sangat manis bagaikan kulit buah manggis yang unggu coklat kemerahan, matang indah tapi pahit jika digigit.

Tunjuk, menunjuk sang jari telunjuk, dan hanya mampu menunjuk. Yang bukan buku petunjuk. Dapat duduk menunduk, apa itu si telunjuk.

saintif.com
saintif.com


Biarlah Terjadi

Berlari tak kuat lagi
Melompat tak tinggi lagi
Berjalan tertatih tatih
Merangkak terseok seok

Lidah kelu membisu
Tubuh membujur kaku
Diselimuti rindu dari sepinya cinta

Hanya onak mendesis
Meniduri bunga mimpi
Biarlah terjadi...

SALAM

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun