Dinasti politik yang lekat pada pencalonan wali kota Solo, Gibran putra sulung Presiden Jokowi. Menuai ragam penilaian publik akan hal ini. Mengingat karir di bidang politik masih dipertanyakan. Dan selama ini hanya dikenal sebagai wiraswasta kuliner.
Pasalnya, pencalonan ini sangat erat dihubungkan dengan Bapaknya sebagai orang no satu di Negara Ini. Justru pencalonan putra Presiden membuat kalkulasi politis kandidat lain, seperti ketar ketir. Hal ini apabila dihubungkan pada posisi sang Bapak.
Bagaimanapun juga 'ketar ketir' kandidat lain cukup beralasan, jikalau intervensi 'top leader' dalam system birokrasi berjalan, kan! Kita ingat sejarah orde baru dengan ABG-nya, kekuatan dalam system birokrasi bukan omong kosong belaka jika dimanfaatkan untuk itu.
Dan dukungan penuh Partai  PDI Perjuangan apabila merekomendasikan Gibran untuk maju, jelas memberikan anasir kekuatan yang diperhitungkan bagi kandidat lain untuk maju. Mungkinkah, melawan kotak kosong atau ada kandidat lain bersatu dari hasil koalisasi partai lain untuk maju bertarung? Sebagai penantang.
Kondisi ini juga terjadi di daerah-daerah lain, yang juga akan melakasanakan Pilkada di tahun ini. Secara dinasti politik juga terjadi, seperti anak kepala daerah atau keluarga besarnya mencalonkan diri untuk maju, mencalonkan diri.
Namun yang membedakan dari Gibran hanya kapasitas dan tensi politiknya, tidak sehangat dari Putra Presiden. Hanya tataran isu tingkat local bukan merambah pada tingkat isu nasional, pemberitaannya.
Rejang Lebong, Juga Sama Toh
Di kabupaten Rejang Lebong, ada empat kandidat yang akan maju dalam pilkada tahun ini. Dari keempat kandidat, ada yang benar-benar baru bagi masyarakat dan ada wajah lama yang berpartisipasi.
Dari anak kepala daerah (bupati) yang masih aktif, istri mantan Bupati sebelumnya, bahkan calon bupati sebelumnya ikut maju bertarung kembali. Dengan berbagai visi dan misi, kokoh terpampang di baliho mereka yang telah terpasang disetiap sudut, termasuk di Desa tempat tinggal ku.
Menariknya, dalam hal Ini disaat obrolan recehan dengan masyarakat. Beragam komentarpun saya simak dari yang memuja satu kandidat hingga menghujat kandidat.
"Enak sih, yang ini. Dulu sewaktu suaminya yang jadi Bupati, jalan tanah jadi aspal. Jembatan dan jalan dibangun hingga kedesa-desa, Rumahnya 'Open House' loh".
"Yang ini, jual nama Bapaknya, kan Bapaknya Bupati tu, keluarganya aja yang dipikirkan, nggak ada bangunannya".
"Kalau yang ini, pengusaha loh, yang ini pernah jadi DPR Â loh, yang Tentara loh, yang ini lama di birokrasi loh, pasti hebat, kan".
Inilah ragam komentar masyarakat dalam menilai kandidat ditempat saya. Yang terkadang menjadi perbincangan hangat di setiap pertemuan, lebih-lebih jika membahas suasana Pilkada yang akan terlaksana tahun ini.