Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Melihat Sisi Baik dan Buruk Permainan Anak di Masa Dulu dan Sekarang

27 Desember 2019   09:37 Diperbarui: 27 Desember 2019   16:51 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Permainan tarik tambang (Ilustrasi: idntimes.com)

"Lain dulu, lain juga sekarang"

Kata-kata seperti sangat cocok di masa sekarang ini. Di mana perkembangan teknologi yang semakin berkembang dari waktu ke waktu. Dengan berbagai inovasi yang berkembang sangat cepat, kejadian di dunia seberang dalam hitungan detik mampu diberitakan ke tanah seberang lainnya.

Kemajuan dapat dirasakan, bukan hanya untuk kalangan tertentu saja, masyarakat biasa pun tak luput merasakan perubahan-perubahan tersebut. Masyarakat desa maupun perkotaan, muda ataupun tua, kaya maupun miskin semakin mudah mengakses informasi hangat yang terjadi sekarang.

Perkembangan serasa tanpa batas ruang dan waktu, dan pengerahan tenaga seperti diminimalisirkan dengan kemajuan teknologi yang ada. Tidak perlu menguras tenaga, hanya dengan media "robot" sangat membantu aktivitas.

Tren kemajuan zaman ini memberikan pergesekan dalam artian perubahan di berbagai sisi kehidupan masyarakat saat ini. Dari pola pikir hingga kepada cara dan gaya hidup. Kebiasaan yang dahulu menjadi "primadona" seakan mulai bergeser untuk ditinggalkan.

"Dalam istilah kemajuan, teknologi bak pisau bermata dua, di satu sisi bermanfaat dan disisi lain memberikan mudharat"

Sistem gotong royong yang dahulu sering dilakukan telah beralih menjadi sistem upahan, cara silahturahim secara bertemu, kini langsung bergeser dengan sistem koneksi. Dan budaya musyawarah yang kerap dilakukan mulai serasa sukar dilaksanakan. Pasalnya budaya musyawarah selalu dimaknai dan disukai apabila ada "uang dan kue kotaknya".

Permainan tarik tambang (Ilustrasi: idntimes.com)
Permainan tarik tambang (Ilustrasi: idntimes.com)
Perubahan-perubahan seperti ini adalah salah satu sisi yang cukup memprihatinkan, walau aspek manfaatnya ada dalam setiap kemajuan. Sehingga kemajuan bukan menjadi penunggang, tapi ditunggangi. Idealnya!

Dalam hal ini, saya sedikit risih mengamati permainan online yang sangat digandrungi anak-anak termasuk pada keluarga sendiri. Yang berhari-hari di depan layar gadget bermain game online. Sampai lupa waktu dan aktivitas-aktivitas lain, seperti belajar dan mengerjakan tugas sekolah.

Buruknya, jika perilaku ini terjadi di depan mata, bisa jadi di sekolah pun tidak ubah dengan hal ini. Bahkan gurupun bisa jadi tidak diperhatikan ketika memberikan materi pelajaran, akibat dari asyiknya bermain game online. Menurutku.

Dalam hal ini, secara pribadi bukan artian bersifat "antipati" atau benci akan kemajuan teknologi yang semakin berkembang saat ini. Namun, bentuk kecemasan akan adanya dampak perubahan yang memberikan implikasi negatif, yang nanti berdampak buruk apabila keberlangsungan generasi nantinya.

Tanpa etika dan identitas diri, sebagai modal menatap masa depan yang dinamis dan kompetitif.

Mungkin, kita dapat melihat secara langsung pola interaksi dan komunikasi anak-anak di zaman sekarang, terkadang tanpa batas antara yang muda pada tua, murid dengan guru, anak dengan orangtua, serasa ada perubahan etika dalam berperilaku.

Apalagi dengan budaya di masyarakat, semakin merosotnya "regenarasi" dalam hal mewariskan budaya-budaya leluhur pada anak-anak. Sehingga dalam beberapa kegiatan yang masih direkatkan pada budaya, masih dilakoni para sesepuh, dan bagaimana jika mereka tiada lagi, masihkan budaya-budaya ini dilakukan?

Beberapa bulan yang lalu, saat berbincang dengan teman lama, yang kebetulan bertugas sebagai pengajar di suatu instansi pendidikan. Dia pun bercerita tentang anak-anak zaman sekarang, yang gandrung bermain game online, di saat memberikan materi pelajaran dan tentu itu membuat kesal seakan tidak diperhatikan.

Dan tingkat kreativitas anak-anak seakan stagnan dikarenakan konten-konten teknologi hanya bersifat konsumtif pada mereka, yang hanya menjadi komiditi pasar dalam dunia bisnis yang ada.

Untuk itu pungkasnya, semestinya ada beberapa hal yang dapat dilakukan dengan mengkolaborasi antara teknologi dengan budaya-budaya lokal dalam memberikan materi pelajaran agar lebih asyik.

Di antaranya dengan mengulang kembali permainan yang ada pada zaman dahulu, yang mulai langka di tengah gencarnya permainan gadget. Hal tersebut dapat dilihat, anak-anak seperti sibuk dengan dunia sendiri, berjam-jam bermain gadget tanpa adanya komunikasi di antara mereka, apalagi memperhatikan keadaan lingkungan.

Katanya, kita rindu dengan permainan yang ada di zaman kita, bermain engkrang, bermain gasing, bermain layang-layang dan sebagainya. Dan betapa asyiknya suasana itu, bersama-bersama bermain, membuat alat permainan, inilah salah bentuk pengembangan kreativitas, ujarnya. Pola pengembangan daya nalar dan keterampilan pada masa anak-anak.

Lebih lanjut, bahwa kemajuan tidak serta merta semua hal yang positif yang ada di masa dahulu, mesti untuk ditinggalkan, dan juga tidak semua yang ditawarkan oleh kemajuan harus diterima semuanya.

Inilah sisi-sisi yang mana boleh diambil dan tidak. Bahwa kemajuan adalah sebuah keharusan, bukan juga membencinya. Namun, kita yang harus bisa memilah akan hal itu.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun