Hiruk pikuk suasana pendaftaran CPNS 2019, yang telah dimulai beberapa hari kemarin disertai 'tetek bengek' administrasi yang mesti dilengkapi partisipan dalam bursa kompetisi menjadi pegawai sipil negara. Membuat ramai di berbagai media sosial, yang menginformasikan berbagai peluang/formasi di setiap kementrian dilengkapi prasyarat yang menyertainya.
Dengan respon yang bermacam-macam dari pendaftar yang akan ikut serta meramaikan bursa CPNS tanah air. Respon gembira karena kuota yang cukup banyak, sehingga partisipan memiliki harapan. Bahkan respon kecewa pun tak luput dari pendaftar, karena kuota yang dibuka tidak sesuai dengan kualifikasi ijazah yang dimiliki. Ada formasi tapi jauh, ada di daerah lain yang membuka formasi yang sesuai.
Tak jarang syaratnya pun di setiap daerah mempunyai kriteria-kriteria yang berbeda. Misalnya, harus ada KTP domisili, terakreditasi minimal B, legalisir harus yang terbaru yang mesti ditandatangani pejabat tertentu.
'kok diribet-ribetkan' kan kita warga Indonesia.Â
Fenomena-fenomena ini seringkali menjadi tanggapan miring dalam pendaftaran yang acapkali menjadi sandungan atau permasalahan para pendaftar CPNS. Aturan yang dirasakan merugikan pendaftar terkesan ada diskriminasi melalui prosedur/ketentuan administrasi.
Disisi lain soal tes pun tak jarang dirasakan merugikan, dengan sistem aplikasi CAT yang diberlakukan tahun 2018 kemarin. Â Permasalahan soal tes yang tidak berhubungan dengan kualifikasi keilmuan yang tertera pada ijazah terakhir. Dan cendrung diuntungkan jurusan-jurusan tertentu.
Secara online, mungkin pendaftaran tidak akan jadi permasalahan, namun di waktu pemberkasan, prasyarat dari pusat akan berbeda ketika di BKD daerah. Prasyarat tambahan membuat beberapa pendaftar dirasa dirugikan.
Tapi, dalam hal ada beberapa prihal menarik seputar CPNS yang masih menjadi primadona bagi para sarjana saat ini, dan mesti menjadi kajian yang menarik untuk pemerintah. Apabila dihubungkan tentang dunia kerja.
Benarkah Harapan Kuliah Mesti Menjadi PNS
Apabila dibandingkan di daerah perkotaan, PNS kemungkinan besar tidak selalu menjadi Primadona. Namun di daerah-daerah tertentu, termasuk di daerah penulis PNS masih menjadi keinginan utama bagi para mahasiswa.
Pada waktu yang lalu, dengan pertanyaan lisan, sebagai instrumen dalam mengumpulkan informasi, pada waktu yang lalu, ada perbincangan yang hangat kepada beberapa mahasiswa yang berhubungan dengan tujuan mereka untuk kuliah.
Ada yang menjawab untuk mencari ilmu, tuntutan orang tua, mencari kesibukan, bekal untuk bekerja, bahkan ada yang menjawab sebagai ajang mencari kenalan baru.
Lalu kutanyakan kembali, jika selesai kuliahnya, dan menyandang gelar keserjanaan, apa yang akan dilakukan. Rata-rata jawaban yang sama dari mereka, yaitu mencari kerja dan untuk menjadi  pegawai negeri sipil, ungkapnya.
Dan kutarakan kembali dengan pertanyaan, bagaimana jika impian tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, ya ya jawabnya mereka disertai senyum simpul.
Jika merujuk pada keinginan pada calon sarjana seperti ini, yang masih beranggapan PNS adalah sebuah tujuan dari perkuliahan, toh, inilah yang harus dirubah dalam kerangka pikir pada mereka.
Bahwa, tujuan pendidikan tidaklah sesempit itu, tapi pola pikir yang harus dikembangkan. Yang mampu menjadi bekal penting yang akan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, untuk diri sendiri maupun untuk orang lain
Karena jumlah PNS di tanah air terbatas dan pembukaan CPNS tidak dilakukan setiap hari, bahkan pelaksanaan bertahun-tahun baru dibuka. Masihkah pola pikir harus dipertahankan?
Jika konsep karir hanya bertumpu pada PNS, dan masih cenderung bersifat menunggu, mencari kerja, maka secara tidak langsung memberikan gambaran wajah pendidikan ada perubahan, minimal perubahan arah pendidikan, yaitu pendidikan life skill di dalam kurikulum pendidikan. Dari dasar hingga perguruan tinggi, Yaitu jiwa usaha generasi muda, menciptakan usaha sendiri. Tidak tergantung pada harapan harus menjadi PNS.
Dan menjadi catatan penting buat Pak menteri Pendikan, Mungkin.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H