Sebenarnya fenomena-fenomena seperti ini merupakan kejadian yang sering terulang. Dan lazim dilakukan. Misalnya, berbagi proyek-proyek anggaran sebagai pendapatan yang istimewa selain gaji utama.
Istilah "seseran" bahkan lebih menguntungkan  ketika oknum yang mempunyai kepentingan untuk memperkaya diri pribadi. Atau lebih dahsyat "memonopoli" setiap agenda kerja bak berbagi roti untuk disantap secara bersama-sama.
Permainan ini, sering disaksikan bahkan diberitakan di media, jelas terbukti bermasalah dengan hukum. Yang menarik banyak pihak, unit kerja, antar lembaga. Seperti persengkolan para oknum untuk menggerogoti uang negara.
Lebih lucu lagi, apabila pihak yang berwenang tidak tahu akan kejanggalan dalam draf anggaran. Berapa nominalnya, apa rinciannya, dan untuk apa?
Korelasi Nilai Kejujuran dengan Prihal Transfaransi
Menurut kamus Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan jujur adalah lurus hati, tidak curang atau ikhlas. Â Melihat penomena-penomena kejanggalan anggaran di DKI misalnya, membuat ruang media maya hangat menanggapi kejadian yang dianggap tidak masuk akal oleh publik.
Dan istilah "transparansi" yang sering dihubungkan dengan prihal anggaran, belanja dan biaya-biaya kegiatan, seperti bentuk permainan angaran yang saling menguntungkan.
Kejelasan " jangan main kucing-kucingan" apalagi berhubungan dengan uang rakyat, publik, masyarakat. Di asumsikan sebagai sebab musabab "krisi moneter" yang tidak berkesudahan dan kemiskinan bangsa kita.
Dalam konteks ini nilai kejujuran adalah sebuah kelanggkaan, tranfarasi besar kemungkinan tidak akan dilaksanakan. Berbagai ketakutan akan terjadi dan akan terbukanya ruang-ruang untuk korupsi. Epidemik menakutkan, Jika kejujuran telah hilang pada jiwa birokrat dan aparatur kita. Korupsi pun akan merajalela dan cenderung dilakukan berjamaah.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H