"jika tidak ada yang menjadi oposisi, demokrasi terancam menjadi otoriter atau bersifat monarki, dan Nasdem siap untuk itu" Surya Paloh
Sekilas Indikator Perubahan Nasdem dan Kejanggalan yang Dilakukan
Adanya pertemuan Surya Paloh sebagai ketua umum partai Nasdem  dengan Sohibull Umam ketua umum PKS kemarin. Publik seperti menilai adanya pecah kongsi diantara barisan pendukung Jokowi-Maruf Amin.
Pasalnya, pertemuan yang dilakukan terkesan bersifat kontradiktif. Sebelum pertemuan dengan PKS pun, ketua umum partai Nasdem juga telah mengadakan pertemuan dengan beberapa ketua umum sesama barisan pendukung/koalisi pemenang pilpres 2019. Yang hanya dibedakan oleh rentang waktu, pra dan pasca pengumuman cabinet jilid II.
Sensasi politik yang berkembang, mengambarkan ada apa dengan Nasdem? Patah hatikah atau malah patah arang, dengan situasi yang ada di dalam koalisi saat ini. Berbagai anasir public pun seakan ramai melihat tindak tanduk dari Nasdem.
Dari beberapa anasir, ada yang menghubungkan dengan jatah kursi di cabinet, ada yang menghubungkan dengan bergabungnya barisan rival yaitu Gerindra di pemerintahan, bahkan ada yang menghubungkan adanya perseteruan antara ketua umum PDI Perjuangan, Megawati dengan Surya Paloh.
Apabila menyimak dari paparan yang pernah disampaikan oleh Nasdem ketika mendukung Jokowi-Maruf Amin pada pilpres kemarin, bahwa mendukung mereka tanpa ada syarat apapun. Pernyataan ini seakan bertolak belakang pada sensasi saat ini, dengan monuver-monuver yang dimainkan.
Jika memperhatikan dari porsi yang didapati dalam cabinet, dengan tiga kursi menteri. Adalah sebuah porsi yang cukup melegahkan bagi Nasdem, dan tidak jauh beda dengan parpol yang lainnya, seperti PKB dan Golkar, bahkan lebih banyak dari PPP. Dan serasa naf apabila ini dijadikan indikator kekisruhan dalam jatah kursi pos-pos kementrian.
Perseteruan ini nampak jelas dengan unggahan medsos yang membahas tentang ketua umum PDI perjuangan tidak memberi salam kepada Surya Paloh di saat pelantikan menteri. Di waktu yang sama juga dialami oleh putra SBY. Kesan kurang baiknya hubungan kedua tokoh teras politik nasional, seperti adanya perang dingin diantara Megawati vs Surya Paloh.
Prihal ini menarik dari kacamata public, dalam menilai dua tokoh ini. Yaitu adanya rebutan peran dominanasi dalam koalisi. Mega-kah atau Surya Palo-kah? Pertanyaan yang seakan telah terjawab, Mega dalam hal ini dengan lantang menyampaikan di salah satu acara akbar PDI Perjuangan yang pada waktu itu Jokowi hadir dengan pakaian adat Bali, bahwa PDI P harus mendapatkan jatah menteri paling banyak dari parpol pengusung yang lain. Yang juga dihadiri oleh Surya Paloh, dengan senyum simpuls atas ujaran Megawati terkait komposisi di cabinet.
Belum lagi semakin mesranya hubungan Megawati dan Prabowo pasca rekonsiliasi, seperti daya magnet besar dalam duet partai besar PDI Perjuangan dan Gerindra. Dalam menyongsong pilpres 2024 untuk berkoalisi seperti akan terjadi.
Nasdem Beroposisi, Bagaimana Taringnya Nanti?
Sebagai parpol yang belum lama, jika diukur dengan beberapa partai besar yang ada. Usia Nasdem bisa dianggap masih muda, belum sampai berusia sepuluh tahun. Dan termasuk partai yang beruntung dengan perolehan suara parlemen yang signifikan.
Berdasar versi  keunggulan "brand" nasdem jelas pada figure-figur, elit parpol. Yang bersih dari praktik-praktik kotor para elitnya. walaupun ada beberapa elit yang tersandung, tapi lebih sedikit dari kotornya para elit dari parpol lain.
Inilah juga bisa dianggap keunggulan dan keberuntungan Nasdem. Disamping kemenangan dari orang yang di usung dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Misalnya, kemenangan Ridwan Kamil di Jawa Barat dan sebagainya.
Yang menjadi menarik, seandainya Nasdem keluar dari barisan pemerintah dan menjadi barisan oposisi. Seberapa besar kemungkinan-kemungkinan yang akan didapati dan dilakukan. Dikarenakan, apabila beroposisi tiga kursi menteri di cabinet akan hilang. Dan peran memajukan bangsa dalam semangat restorasi hanya berkutat di luar "arena".
Namun dalam hal konteks ini, justru keluarnya Nasdem dalam cabinet. Bukan hanya sendiri menjadi oposisi, Demokrat, PKS, dan PAN telah pasti menunggu di luar pemerintahan. Koalisi diantara oposisi, cenderung positive dalam dinamika demokrasi sebagai penyeimbang pemerintah.
Koalisi ini bisa menjadi poros "rival" dalam menghangatkan kontestasi politik, bahkan ancang-ancang pertarungan di pemilu 2024 nantinya, terasa. Inilah beberrapa kemungkinan yang dapat terjadi. Dengan dinamis politik, kemungkinan-kemungkinan bisa jadi menjadi kemungkinan yang tidak terduga.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H