Kemulian Politik
Kini kata-kata politik seperti "momok" yang memuakan. Walau pada hakikatnya politik itu mulia, politik adalah penataan masyarakat Negara untuk mencapai tujuan yang diharapkan.Â
Tentu, politik tidak bisa disalahkan dalam aspek yang sempit karena dilahirkan dari dinamika yang centang prenang. Namun yang seharusnya disalahkan bukan politiknya, justru tangan-tangan yang tidak bisa memuliakan politik.
Kini, politik seakan kehilangan kemuliaannya karena cara berpolitik dan si pelaku politik yang tidak mampu menjamin kemulian gerakan politik itu sendiri.Â
Cara-cara pragmatis transaksional akan merendahkan makna poltik dan mengurangi kepercayaan public terhadap para politisi yang ada.
Merujuk pasca reformasi yang melahirkan aneka parpol yang sangat banyak di tanah air berkesan sutau tanda tanya besar kok untuk apa? bila dibadingakan di era orde baru yang hanya tiga partai.Â
Bahkan Negara-negara besar yang maju seperti Amerika masih dengan dua partai? kok kita beda ya? hebat-kan?. Apakah ini yang bisa disebut demokrasi kita semakin baik, atau justru hanya untuk memburuh kursi kekuasaan?
Anasir, akan banyak partai-partai baru yang bermunculan seperti tersirat roman kekuasaan, atau kemulian untuk bercokol diparlemen yang memiki cengkraman sangat besar, mengendali semua akan keinginan. Dengan kekuasaan dalam perundangan, anggaran dan pengawasan. Seperti Negara dalam garis satu komando.
Bahkan belakangan ini eksekutif pun diisi oleh orang-orang yang diajukan partai politik, dominasi dari partai pengusung yang tergabung dalam koalisi. Â Akibatnya, pejabat Negara kita hanya diisi para elit parpol yang berkuasa.Â
Eksekutif maupun legislative dalam kesatuan yang rentan dengan transaksi politis semata di setiap kebijakan. Kamplingan eksekutif seperti "terjarah" dari hulu ke hilir, dari pusat hingga ketingkat daerah.