Kekuatan "Karya" Modal Utama Jadi PertahananÂ
Inilah yang terujar dari mulutku ketika berdiskusi ala pengamat politik recehan di kedai kopi bersama teman-teman pasca keluarnya pengumuman calon legislative baru di Kabupaten Rejang Lebong masa bakti 2019-2024 bulan Juli yang lalu. Mungkin terkesan naf, seakan  meragukan kinerja mereka nantinya.
Semoga asumsi ini tidak terjadi kepada anggota DPRD yang baru dalam berkerja. Dan mampu di tepis dengan kinerja, berbuat yang terbaik pada daerah ini. Dengan bekerja secara total dari hati dan pikiran, mau dibawah kemana daerah kita?
Mengutip perkataan Joko Anwar salah satu sutradara film ternama dalam acara yang dipandu Andini Efendi di Metro TV "dengan karya, suatu saat kita akan dikenal orang". Sangat relevan jika dihubungkan pada kata pencitraan diri secara semu kepada publik hanya untuk menjadi terkenal/populer, cukup dengan karya yang berkata agar dikenal.
Berdasarkan pengumumam KPU Rejang Lebong pada tanggal 27 Juli 2019, menyatakan bahwa dari 30 DPRD Rejang Lebong yang terpilih. Hanya 10 orang yang berasal dari DPRD pertahanan. Sedangkan 20 lainnya berasal dari pendatang baru. Dari segi usia, gender dan latar belakang yang beragam.
Dalam artian wajah-wajah baru akan muncul mewarnai peta dan roda pemerintahan. Dengan berbagai latar belakang yang dimiliki, diharapkan mampu menghiasi pembangunan daerah Rejang Lebong lima tahun kedepan.
Kearah yang baik atau justru sama dengan masa-masa sebelumnya. Atau lebih hancur. Sikap ini suatu hal yang wajar, jika melirik dari kurang bertaringnya DPRD dalam pembangunan selama ini. Terkesan tak punya kekuatan dihadapan ekskutif daerah. Kurang terlibat secara 'tupoksi' sebagai wakil rakyat pengemban aspirasi rakyat.
Secara ekstensi legislative daerah tidak jauh berbeda dalam tugas dan fungsinya legislative yang ada dipusat. Sebagai penyeimbang kekuatan pemerintah daerah. Jelas memungkinkan untuk mampu membangun daerah kearah yang lebih baik sesuai dengan amanat perundang-undangan pada mereka. Pembuat/pemutus peraturan dan control pemerintah daerah sehingga tidak salah jalan. Dan juga mengamati anggaran daerah, supaya tidak salah digunakan.
Lost Control pun bisa terjadi jika wakil tidak menjalankan sesuai fungsi dalam bekerja. Alhasilnya, pembangunan tanpa adalagi melihat sisi penting atau tidak penting, bermanfaat atau tidak, dibutuhkan rakyat atau tidak. Sehingga ada beberapa sisi terabaikan, dimanakah fungsi DPRD? Jika melihat pembangunan asal bangun, ketika bangunan selesai tidak memberikan manfaat untuk public. Untuk apa duduk dikursi empuk itu menurutku. Jika tidak berperan!
Jika seperti ini para calon yang terpilih, jelas suatu kerugian. Semoga priode berikutnya tidak terpilih lagi wakil rakyat seperti ini. Atau lebih baik mundur saja, mungkin lebih terhormat. Daripada Negara harus mengucurkan insentif besar untuk memenuhi hak tapi tidak dibalas dengan melaksanakan kewajiban secara optimal.
Persepsi miring terhadap wakil rakyat selama ini yang sering ditayangkan pada media massa seakan memberikan anggapan negative, ketika disaksikan dalam persidangan misalnya. Hanya datang, duduk dan diam. Seperti lirik lagu Iwan Fals.
Dan banyak skandal memalukan yang dilakukan dari korupsi, asusila bahkan terjaring pada kasus narkoba. Prihal seperti ini memberikan pemahaman kurang baik bagi masyarakat khusus dalam memberikan penilaian kinerja para wakil yang terpilih.
Rekam jejak yang kelam seharusnya bisa menjadi tolak ukur bagi pemilih sebenarnya untuk menentukan sebuah pilihan dibilik suara. Walau pada nyatanya, kekuatan uang dan janji selangit mampu mempengaruhi kerangka pikir dalam masyarakat. Sifat pragmatis di masyarakat-lah sebenarnya yang memberikan kesempatan mereka untuk duduk dikursi basah.
Studi Banding, Bukan untuk Jalan-JalanÂ
Studi banding sangat kerap terdengar bukan hanya untuk dunia pendidikan tapi di instansi pemerintahan sering dilakukan. Bahkan dilaksanakan beberapa kali dalam setahun. Sangat miris, apakah studi banding adalah termasuk program kerja atau hanya kurang kerjaan? atau tidak ada lagi dikerjaan? Inilah pertanyaan jahil yang selalu menghiasi obrolan akar rumput jika berbicara beberapa kinerja para elit. Dengan pedas "mungkin cari seseran, tambahan pendapatan kata teman saya" .
Idealnya, sebagai perbandingan pada daerah lain yang dituju untuk dipelajari dan bisa diterapkan didaerah asal. Misalnya studi banding pertanian ke daerah yang lebih maju. Diharapkan dapat ditiru bagaimana pertanian mereka bisa semaju itu.
Inilah yang seharusnya menjadi tujuan studi banding, bukan sekedar jalan-jalan semata tanpa ada hasil yang didapati. Apalagi studi yang dilakukan menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah.
Begitupun partisipasi dalam kegiatan seminar atau lokakarya ke daerah lain dengan meng-atasnamakan daerah, tapi hanya datang untuk membubuhi daftar hadir, dapat sertifikat dan foto-foto wah! Tanpa membawa intisari dari kegiatan yang diikuti, sangat miris menurutku.
Jika tidak mampu berbuat sebagai wakil rakyat, semoga pada priode berikutnya 'saudara' tidak terpilih lagi. Atau masyarakat yang masih awam, buta karena uang dalam menentukan pilihan. Sehingga 'saudara' terpilih lagi. Ini jadi keberuntunganmu.
Curup, 10 September 2019
Ibra Alfaroug
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI