74 tahun usia kemerdekaan bangsa Indonesia. Negara yang kita cintai. Usia yang sepuh jika di ukur dalam usianya manusia. Kalau dalam konteks masa produktifnya manusia, mungkin bisa dianggap tidak efektif lagi untuk menghasilkan keturunan. Baik itu pada wanita ataupun laki-laki.
Namun, dalam hal ini ukuran usia manusia bukan sebuah parameter kalau berhubungan dengan suatu Negara. Seharusnya semakin beranjak usia kemedekaan. Diharapkan semakin kokoh, kuat dan berjaya.Â
Karena masa-masa perjuangan telah usai. Yaitu lepas dan bebas dari cengkraman penjajah yang selama ini sangat lama menindas bangsa kita. Menguras sumber daya alam yang besar kita miliki. Disertai pengorbanan para pahlawan yang tak terhitung dengan nilai-nilai material saat ini.
Proses kemerdekaan yang panjang dan masa transisi kemerdekaan telah dilewati dengan berbagai asam manis proses yang dijalani. Dari masa perjuangan untuk kemerdekaan, pra kemerdekaan hingga terbentuknya pemerintahan yang sah.Â
Sebagai prasayarat berdirinya Negara telah cukup syarat. Yaitu memilki wilayah, penduduk, dan pemerintahan yang berdaulat.
Pergolakan selama kemerdekaan dengan terjadinya pergantian masa orde lama, orde baru bahkan reformasi 1998. Merupakan suatu fakta sejarah khususnya dalam kajian politik yang sangat identik dengan nuansa kekuasaan. Mestinya menjadi evaluasi bersama untuk menyonsong perubahan zaman dan seiring dengan amanat yang tertuang dalam UUD 45.
Tatanan ini seakan tantangan besar dalam mengisi kemerdekaan saat ini. Dimana permasalahan-permasalahan krusial seharusnya menjadi kajian bersama-sama.Â
Semua elemen bangsa harus terlibat untuk melakukan pemebenahan permasalahan yang terkadang membuat bangsa sendiri serasa tidak merdeka. Dan tertinggal jauh dengan bangsa lain.
Hal ini pun juga tidak dibantah ketika kesewenangan dan salah urus Negara nampak kasat oleh mata terjadi. Isu KKN yang merajalela, hukum berat sebelah dan prihal kebangsaan yang karut marut masih menjadi menu utama. Dan tak berkutat dari hal ini. Yang kecil dibesar-besarkan dan besar diabaikan. Mungkin standar prioritas terlupakan.
Apakah kita tidak tahu masalah kita? Ada sebuah perkataan yang saya simak ketika mengikuti sebuah pelatihan di sebuah acara. Pemateri menyampaikan dalam sebuah pepatah yang aku kutip "kentut dalam selimut". Katanya, sebenarnya kita semua tahu akan masalah yang kita hadapi.Â
Baik solusinya maupun indikatornya. Tapi, kita tetap menikmati bau busuk dan tidak ada usaha untuk keluar dari lingkaran setan yang terjadi. Sehingga stagnan dan berujung "mangkrak" berbagai persoalan.