Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jatah Kursi, Jokowi Kebingungan

5 Juli 2019   07:41 Diperbarui: 5 Juli 2019   07:47 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku tidak punya beban lagi". Salah satu bait kata dalam perkataan Pak Jokowi seakan memberikan ruang anasir di mata public. Kebijakan seperti apa yang akan dilakukan dalam menyusun struktur kabinet di periode keduanya? Yaitu post-post kursi menteri.

Hak prerogatif tanpa bisa diganggu gugat atau hak musyawarah  diantara partai koalisi pendukung. Untuk menentukan jatah menteri dalam kabinet mendatang. Mampukah Bapak Presiden menghadapi jajak pendapat dalam menentukan pembagian ini? Pertimbangan seperti apa yang akan dilakukan?

Jika melihat konsekuensi koalisi dari parpol pendukung yang cukup gemuk. Berdasarkan besarnya partai pengusung seakan memberikan kesulitan tersendiri dalam menyusun struktur serta formasi cabinet mendatang.

Gambaran kesulitan seakan sudah nampak di permukaan. Diantaranya dalam konteks "Adil" buat para pengusung. Seperti rasa paling berjasa dalam suksesi pemilu, yang telah mengantarkannya duduk di kursi no 1 tanah air. Si A kah, B kah, C atau D yang akan duduk di komposisi jatah tersebut.

Belum lagi pasca pembubaran koalisasi rival. Pengusung lawan seakan mulai merapat dibuktikan dengan berbagai jajak pendapat telah dilakukan. Seperti ada gambaran pembicaraan penting diantara para elit. Dan wacana rekonsiliasi 01 dan 02. Menjadi buah bibir yang menarik seputar isu apa yang akan dicanangkan?

Prihal ini sangat menarik. Khususnya bila disandingkan dengan susunan cabinet mendatang. Perdebatan sengit pun seperti akan terjadi. Jika sang rival masuk dalam peta susunan. Cendrung memanaskan suhu perpolitikan di tingkat elit. Jatah roti terbagi menjadi kepingan-kepingan kecil yang merugikan pihak pengusung. Dan berakibat akan adanya pecah kongsi di koalisi.

Sisi baiknya yang dihembus dalam wacana rekonsiliasi untuk meredam tensi panas. Tapi bisa berujung kepada kekuatan tak terbatas jika ada jatah menteri menjadi subtema perjanjian. Demokrasi diambil tanah air seakan mengalami wajah baru. Yaitu tanpa oposisi. Atau akan terjadi pembangkangan para pengusung karena jatah tidak memuaskan. Dan membentuk barisan baru lalu menghantam pemerintahan nanti. Dalam istilah barisan patah hati menjadi barisan oposisi.

Merujuk kondisi koalisasi saat ini  persis sama pada era Bapak SBY periode kedua. Yang juga didukung dari banyak partai politik. Bila kembali kepada hak mutlak seorang Presiden untuk menentukan untuk menetapkan. Pertimbangan Bangsa harus menjadi ketentuan utama yang harus di garisbawahi dalam memutuskan.

Seputar Kata Kontroversi yang Dinamis

Dunia politik memang sangat unik, aktratif dan selalu dinamis. Seperti bola bundar yan selalu berputar. Tidak mampu diprediksi secara pasti. Kemarin, kini dan nanti sangat berbeda. Seperti beberapa perkataan kontroversi yang selalu tayang di TV. Jika disimak. Diantaranya yang pernah terdengar.

Pertama. Aku tidak punya beban lagi. Seletingan kata ini memberikan berbagai pandangan bagi berbagai pengamat. Akankah ada kekuatan tangan besi yang akan dilakukan. Prihal hak prerogatif Presiden yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Dalam membangun pemerintahan mendatang.

Kedua. Akan merangkul generasi muda untuk duduk. Perkataan ini seperti angin segar bagi kaum mileneal. Seakan ada suara generasi muda yang diperhitungkan. Tapi hal ini akan menjadi musabab tidak baik dalam koalisi. Yaitu kebakaran jenggot bagi generasi sepuh yang rata-rata mendominasi panggung politik selama ini.

Ketiga. Siapapun bisa menjadi mentri. Kata seakan menunjukkan bentuk kontes perlelangan jabatan. Siapa mampu diperbolehkan untuk maju. Dalam artian golongan profesionalkah yang dimaksud atau golongan profesional partai pengusungkah yang dimaksud. Jika komposisi tidak seimbang diantara kedua golongan. Setidaknya memberikan tensi dan sensi yang tidak baik dalam catur perpolitikan.

Keempat. wacana rekonsiliasi. Wacana yang bergema seputar pasca penetapan MK. Banyak harapan keinginan untuk diwujudkan diantara 01 dan 02 dalam meredam suhu politik nasional. Menjadi sebuah pertanyaan besar adalah kecemasan mahalnya mahar jika terwujud. Yaitu dibalik suatu kata kesepakatan.

Inilah beberapa fenomena yang hadir dan jelas. Dalam konteks seputar politik yang mungkin bisa terjadi dan bisa tidak. Dan bisa menjadi asumsi yang berat dalam pemahaman untuk menentukan kabinet di masa mendatang.

Dilema dalam Kata Simalakama

"Dituruti mati emak tidak diturut mati bapak". Dua hal yang terberat dalam timbang pikir maupun timbang  rasa buat Bapak Jokowi saat ini. Dengan berbagai sisi harus dijadikan aspek penting dalam menentukan keputusan.

Pengusung yang multipartai. Dan rata-rata pengusung memiliki suara besar di parlemen. Seakan blunder besar, bumerang bagi pemerintahan. Jika salah langkah menetapkan keputusan. Alih-alih untung berujung kebuntungan.

Dinding-dinding tipis ini seakan menjadi penghalang terbesar visi dan misi mulia Pak Presiden ke depan.  Untuk mencari pembantu di kabinet dalam melaksanakan roda pemerintahan. Keberanian berspekulasi dapat menimbulkan resiko tinggi akan terjadi. Berujung pecahnya koalisi. Atau tetap dengan cara jajak pendapat sebagai jurus utama. Solusi problem solving.

Inilah asumsi yang terlihat pada peta politik nasional sekarang. Dan menjadi tantangan terbesar dan berat bagi Presiden terpilih dalam pembagian jatah kursi menteri. Untuk kabinet mendatang.

Curup, 05 Juli 2019
Ibra Alfaroug

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun