Keadaan seperti itu membawa potensi dan risiko terjadinya bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor. Fakta ini seharusnya membuat kita sadar bahwa sebagai masyarakat Indonesia, kita tinggal di wilayah yang rawan dan seringkali harus berhadapan dengan berbagai bencana alam.
Sadar akan hal ini seharusnya mendorong kita untuk bersikap bijaksana, yaitu bagaimana masyarakat dapat menyesuaikan diri dan menjaga keseimbangan alam agar bencana bisa diminimalkan. Namun, sayangnya, kerusakan lingkungan semakin memburuk. Penebangan hutan dan bakau tidak terkendali.
Eksploitasi sumber daya alam juga dilakukan tanpa pertimbangan yang baik. Akibatnya, potensi bencana semakin meningkat, dan risikonya pun menjadi lebih besar. Tidak mengherankan jika banjir, angin puting beliung, tanah longsor, kebakaran hutan, dan musibah hidrometeorologi terus menerus terjadi secara bergantian.
Banyak rumah seakan menyerap risiko gempa karena kurangnya perencanaan untuk menghadapi ancaman tersebut. Tsunami dengan mudah menyapu permukiman di tepi pantai karena tidak ada zona hijau yang dapat menahan datangnya gelombang. Dari sudut pandang ini, menangani bencana bukan hanya sebatas memiliki sistem peringatan dini.
Pemerintah perlu mengubah cara mendekati pembangunan dengan lebih memperhatikan lingkungan hidup, sehingga masyarakat tidak sembarangan mengutamakan kepentingan pribadi. Di daerah rawan bencana, pemerintah harus menerapkan upaya mitigasi agar potensi korban jiwa dapat diminimalisir. Ini perlu diimplementasikan secara menyeluruh dengan melibatkan edukasi masyarakat dan penegakan hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H