Mohon tunggu...
Mukmin
Mukmin Mohon Tunggu... Jurnalis - Bukan anak Presiden hanya orang biasa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Kekecewaan Kaum Anshar dan Pelajaran Penting tentang Harta

17 September 2023   19:36 Diperbarui: 17 September 2023   19:39 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi harta. Foto: pixabay.

Hampir semua orang merasa tertarik dengan godaan harta. Terutama ketika seseorang telah berjuang keras untuk mencapai sukses, harta yang diharapkan seringkali menjadi hal yang sangat menggoda.

Namun, ketika harapan terhadap harta tidak sesuai dengan kenyataan, ini bisa menyebabkan kekecewaan. Kekecewaan semacam itu dialami oleh kaum Anshar setelah berakhirnya Perang Hunain yang berat. Meskipun kaum Muslimin meraih kemenangan besar.

Seperti dalam banyak perang lainnya, kaum Muslimin memiliki hak atas rampasan perang (ghanimah). Namun, kaum Anshar merasa kecewa ketika Nabi SAW, yang dulunya diusir dari kota mereka, memberikan sebagian besar rampasan perang kepada orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam, seperti Abu Sufyan, 'Uyainah, Al Aqra', dan Suhail bin 'Amar.

Protes mulai muncul dari kalangan kaum Anshar yang merupakan sahabat-sahabat Nabi. Mereka bertanya mengapa orang-orang yang sebelumnya adalah musuh Nabi dan baru saja masuk Islam mendapatkan bagian yang besar, sementara mereka yang telah lama mendukung Nabi dan kaum muhajirin pulang dengan tangan hampa.

Dalam menjawab kegundahan kaum Anshar, Nabi SAW menegaskan pentingnya hijrah mereka. "Tidakkah kamu ridha, hai orang-orang Anshar?" ujar Nabi SAW, "Manusia pergi dengan membawa harta berupa kambing dan unta, sedangkan kamu pulang ke kampung halamanmu membawa Rasulullah?. Demi Allah, jika bukan karena hijrah, tentulah aku akan menjadi salah satu dari Anshar."

Kita memahami dengan jelas bagaimana kisah ini berakhir. Siapa yang bisa lebih beruntung daripada mereka yang mampu membawa Rasulullah SAW bersama mereka, melampaui segala harta dunia yang sesungguhnya. Terdengar suara terisak-isak bersamaan, dan air mata penyesalan membasahi wajah mereka, bahkan mengalir hingga menutupi janggut mereka.

Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjalani hidup dengan sikap yang bijak terhadap harta. Keinginan untuk memiliki harta adalah hal yang alami, tetapi pada hakikatnya, harta hanya merupakan alat. Nabi SAW memberikan harta kepada orang Quraisy yang baru masuk Islam sebagai sarana untuk melunakan hati mereka agar tetap bersama dakwah.

Nabi SAW juga memahami bahwa kaum Anshar tidak begitu memprioritaskan harta. Bagi mereka, yang terpenting adalah mendukung kaum muhajirin dan Nabi SAW. Jika kaum Anshar menangis karena "mendapat" Rasulullah SAW, kita seringkali lebih terfokus pada harta kita yang berkurang.

Terlalu sering, kita terjebak dalam rutinitas mencari uang dan kekayaan materi. Terkadang, kita menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk mengejar kekayaan tanpa memikirkan hal-hal yang lebih penting dalam hidup. Kehidupan saat ini seringkali hanya tentang transaksi dan akumulasi harta, tanpa memberikan perhatian yang cukup kepada hal-hal yang lebih berharga.

Kehidupan kita seharusnya tidak hanya terbatas pada urusan duniawi semata. Sebagai umat Muslim, kita harus menyadari bahwa hidup kita akan berlanjut setelah kematian. Rasulullah SAW sendiri tidak memberikan penekanan pada harta sebagai bekal untuk kehidupan setelah kematian.

Hanya ada tiga hal yang akan tetap bersama kita setelah kita meninggalkan dunia ini: ilmu yang bermanfaat, amal jariyah, dan doa anak yang saleh untuk orang tua. Kekayaan yang kita kumpulkan dengan susah payah akan diwariskan kepada orang lain yang masih hidup, dan seringkali menyebabkan konflik dan pertengkaran di antara mereka.

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kaum Anshar yang lebih menghargai kehadiran Rasulullah SAW daripada harta benda. Mereka menyadari bahwa kilau cahaya Muhammad SAW jauh lebih berharga daripada semua kekayaan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun