Mohon tunggu...
muklisin purnomo
muklisin purnomo Mohon Tunggu... Guru - Guru Ngaji

Penggiat Literasi Dakwah di Kulon Progo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perkawinan Modal Dengkul

17 Maret 2023   08:20 Diperbarui: 17 Maret 2023   08:31 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Untuk kesekian kalinya saya mendapat tugas sebagai fasilitator dalam kegiatan Bimbingan Perkawinan (Bimwin) yang digalakkan oleh Kementerian Agama melalui Direktorat Bina Kantor Urusan Agama dan Keluarga Sakinah Direktorat Jenderal Bimbingan Perkawinan bagi setiap orang yang akan membangun bahtera rumah tangga. Kegiatan Bimwin  biasanya dipusatkan di KUA. Kegiatan ini bertujuan memberikan bekal dan amunisi dalam mewujudkan Ketahanan Bangsa. Program ini tidak hanya menjadi program Kemenag saja, namun menjadi program nasional yang didukung oleh kementerian/Lembaga terkait.

Bimwin sebenarnya merupakan upaya preventif dalam rangka menekan laju angka perceraian dan mewujudkan keluarga Sakinah dalam rangka membangun SDM Unggul dan berkwalitas sesuai dengan nilai-nilai yang tertuang dalam Nawa Cita. Program ini diperuntukkan bagi calon pasangan yang hendak menikah maupun yang barus menikah. Karena jika diikuti dengan baik kegiatan ini akan memberikan pengaruh yang positif bagi kelangsungan hidup keluarganya. Dari program ini diharpak kedua calon mempelai mampu mewujudkan rumah tangga Bahagia dan memiliki kehidupan yang harmonis.

sebelum kegiatan berlangsung saya selalu menyempatkan diri berdialog dengan peserta bimwin yang hadir. Saya coba mengajukan sebuah pertanyaan sederhana kepada mereka , "persiapan apa yang sudah dilakukan untuk melakukan akad nikah?  Rata-rata mereka menjawab sudah melakukan persiapan lahir dan batin maupun finansial. Mendengar jawaban itu, saya mencoba meminta mereka agar menjawabnya lebih kongkrit. Akhirnya saya mendapat jawabab bahwa mereka sudah menyiapkan konsep pernikahannya, undangan, pesan catering, fitting baju pengantin dan jawaban-jawaban lain yang mengarah pada resepsi pernikahan.

Jawab-jawaban itu merupakan jawaban realistis bagi setiap pasangan mengingat pernikahan momen yang sangat berharga sehingga butuh persiapan dan perhitungan yang matang. Sayangnya, waktu dan tenaga para calon pengantin Sebagian besar hanya fokus pada persiapan bagaimana menghadapi resepsi pernikahan. Padahal nikah, tidak hanya melulu pada resepsi saja. Resepsi hanyalah semacam open ceremony dalam perjalanan rumah tangga. Perkawinan yang sesungguhnya adalah perjalanan panjang yang penuh lika-liku. Perjalanan itu bisa jadi sangat menggembrikan, seru, menantang. Bisa jadi, perjalanan itu sangat membosankan, penuh dinamika, melelahkan bahkan bisa jadi saling menyakiti. Mengapa hal ini, kurang mendapat perhatian. Seolah Sebagian mereka berpikir pragmatis bahwa setelah menikah pasti bahagia!

Kemudian, ketika diminta pendapatnya tentang persiapan mental, mereka hanya mengutarakan dengan banyak berdoa, meminta restu, bahkan ada yang mencoba melaku riyadhah. Terakhir, saya coba lemparkan pertanyaan mereka tentang bekal ilmu pengetahuan dengan sebuah pertanyaan, adakah yang pernah mengikuti kegiatan-kegiatan pembekalan bagi calon pengantin, atau pernah belajar tentang hal ihwal berkeluarga? Jawabannya sangat mengejutkan, karena dari sekian kali saya menjadi fasiltitor hampir semua mengatakan tidak atau belum pernah belajar tentang keluarga, bagaiaman mengelola keluarga, mengelola keungan keluarga, parenting dan hal-hal yang banyak berkaitan dengan kehidupan keluarga.  Boleh di katakan mereka belum menyiapkan bekal yang memadai atau bahkan hanya modal nekat, modal dengkul dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Menapaki Hidup Baru 

Nikah dalam literasi fiqh secara Bahasa diartikan sebagai ad-dhamu, atau al-jam'u yang artinya penyatuan. Dari kata ini bisa dipahami bahwa nikah adalah menyatukan dua sejoli yang memiliki perbedaan karakter, sifat latar belakang dan tingkat pemahaman agama dalam satu ikatan. Sebelum menikah, saat masih dalam masa pacarana, mungkin yang terlintas adalah segala sesuatu yang indah-indah saja. Setiap kangen bisa ngajak ketemua, tidak memungkian bisa chat melalai WA, Telegram, Tik Tokan Bareng. Setiap mau beranjak tidur masih sempat bertanya; sudah tidur belum beb? Berpesan jangan lupa makan, say! Wah wah pokoknya indah banget. Setelah sekian lama akhirnya mereka memutuskan untuk meresmikan ikatan mereka di depan Penghulu KUA.

Namun beberapa hari kemudian, di saat janur kuning belum kering, muncul getar-getar berbeda. Getar marah, kesal, gregetan, meski rasa cinta masih ada? Oh.ooh ternyata begini ya, kenapa semua seolah telah berubah? Ini semua karena, ijab Kabul menjadi batas yang memisahkan. Dulu, sebelum resmi menikah, kedua masih dipisahkan jarak. Ada kangen dan rindu yang mendorong untuk bertemu. Pada masa pacaran mereka belum memiliki rasa aman, senantiasa ada kekhawatiran jika di tinggal pasangan karena belum ada ikatan resmi. Hal ini menyebabkan ada banyak rahasia, sipat, dan karakter yang masih disembunyikan.  Sehingga di mata pasangan semua terlihat sempurna, indah dan sepertinya membahagiakan.

Selesai ijab Kabul terucap, rasa aman itu muncul. Sekarang aku resmi menjadi miliknya, dia milikku sepenuhnya, tidak ada lagi yang bisa memisahkan. Kecemasan itu telah sirna, muncullah sipat aslinya, termasuk perilaku-perilaku yang dibenci pasangan. Orang yang dasar pelit, emosional, pemalas, suka menyakiti dan kebiasaan-kebiasan lain semua Nampak jelas setelah akad nikah.  Bahkan, bagi pasangan yang belum memiliki kedewasaan berpikir bertindak mereka harus mengakhiri perkawinan itu meski baru berumur jagung. Mereka tidak siap dalam menapaki kehidupan yang betul baru, tidak seindah yang mereka bayangkan Ketika masih pacaran.

Akad nikah yang diucapkan mempelai di depan Penghulu menjadi pengikat antara dua orang yang berbeda untuk hidup dalam waktu yang lama hingga ajal menjemputnya, bukan hanya hitungan bulan atau sekian tahun. Kini telah memasuki pintu gerbang kehidupan yang baru yang tidak lagi hanya melibatkan seorang diri. Di sana ada pasangan hidup, keluarga besarnya, masyarakatnya, kebiasanyanyang juga harus dinikahi. Apapun yang terjadi mereka mesti tetap bareng-bareng, saling menguatkan, bekerja sama, saling bahu membahu menghadapi kehidupan baru tersebut. Meski terasa, baru dan berat jika memiliki bekal yang cukup hidup itu akan terasa ringan dan menyenangkan.  

Modal Perkawinan yang Mesti disiapkan 

Kehidupan rumah tangga ibarat bangunan, agar bangunan itu tetap kokoh meski dihantam putting beliung, badai ataupun gempa maka harus ditegakkan di atas pondasi yang kuat dan Tangguh, menggunakan material bangunan yang berkwalitas. Pasangan pengantin mesti membekali diri mereka berbagai ilmu dan pengetahuan yang memadai agar mampu melewati segala problematika sosial yang muncul di tengah kehidupan rumah tangga.  

Kementerian Agama sebenarnya sudah berupaya memberikan layanan kepada masyarakat khususnya bagi bagi mereka yang akan melangsungkan pernikahan dalam bentuk Bimbingan Perkawinan. Para calon pengantin bisa mengambil kesempatan yang baik tersebut di setiap KUA di mana mereka akan melangsungkan akad nikah. Dalam kegiatan tersebut setiap pasangan akan mendapat beberapa materi tentang seluk beluk berumah tangga. Materi tersebut di antaranya adalah Fiqh Munakahat, Landasan Keluarga Sakinah, Perencenaan PErkawinan yang Kokoh Menuju Keluarga Sakinah, Dinamika Perkawinan, Mengelola Konflik Keluarga, Pengelolaan Keuangan Keluarga, Kesehatan Reproduksi Keluarga, Mewujudkan Generasi Berkwalitas, Prosedur Pendaftaran dan Pencatatan Nikah.

Beberapa materi tersebut di sampaikan selama dua hari. Wah ... kok lama ya?  Harus cuti kerja dong? Apa tidak membosankan? Eiitt... tunggu dulu !! Iya waktu dua hari memang terlihat lama bagi yang sudah bekerja, tapi investasi waktu dua hari itu  akan sangat bermanfaat bagi kehidupan selanjutnya. Jangan dibayangkan bahwa Bimwin seperti mendengarkan orang berceramah! Bimwin sudah didesain sedemikian rupa, karena peserta akan banyak terlibat aktif dalam setiap proses kegiatan. Sehingga lebih kegiatan akan lebih menyenangkan, santai, terkadang diselingi canda dan gurauan tujuan tetap bisa dicapai. Karena para fasilitator adalah tenaga-tenaga muda mumpuni yang telah terbimtek oleh Kemenag. Mereka telah dibekali berbagai ilmu dan ketrampilan yang mewadai agar bimwin bisa berjalan dengan baik. Soo... jangan sampai kesempatan itu tidak dimanfaatkan dengan baik.

Harapanya dengan adanya bimbingan bisa menjadi bekal yang cukup bagi setiap pasangan dalam mengarungi bahtera rumah tangga mewujudkan keluarga yang Sakinah mawaddah dan Rahmah. Keluarga mereka utuh hingga ajal menjemputnya, generasi yang dihasilkan adalah anak turun yang berkwalitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun