Mencari popularitas atau hubbul jah (gila hormat) menurut Hujjatul Islam al-Ghazali dianggap sebagai sumber kahancuran dan merupakan dosa yang ditampakkan di depan publik. Takabbur adalah pakaian kebesaran Tuhan sebagai sang Khaliq yang tidak layak disandang oleh manusia sebagai makhluk-Nya. Orang yang berani memakai pakaian kebesaran Tuhan akan mendapat balasan berupa Neraka Jahannam di hari akhir kelak. Â
Orang yang senang memamerkan kemewahan dengan harta yang didapatkan sesungguhnya melupakan esensi dari esensi kehidupan dunia. Kehidupan dunia sesungguhnya sekedar ladang untuk mencari bekal pulang sebelum menghadap Allah. Pamer kekayaan hanya akan mengantarkan pada kecelakaan yang dahsyat pada mereka pulang kepada Allah karena harus mendekam di neraka jahanam karena perbuatannya. Semua yang harta yang dibanggakan-bangkan dan dipamerkan itu semua akan memperberat proses hisabnya di alam sana. Anugrah yang diberikan Tuhan kepada hambanya seharus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memperbanyak bekal dalam mengarungi kehidupan abadi di akhirat bukan untuk dipamerkan atau bukan untuk diperlombakan bukan hanya untuk ditampilkan.
Refleksi diri
Praktek fleksing ini tidak hanya menjangkiti orang-orang yang memiliki kemampuan yang berlebih. Â Setiap orang memiliki kecenderungan ini karena setiap orang pasti memiliki rasa bangga di dalam hatinya Ketika orang lain berdecak kagum heran terhadap prestasi atau barang yang kita miliki. Di sinilah keyakinan kita akan teruji, apakah kita menjadi takabbur dan gila pujian atau justru semakin rendah hati, dan mengembalikan semua prestasi itu sesungguhnya berasal dari Tuhan dan semua pujian hanyalah milik-Nya.
Di sinilah pentinya kita terus mengasah sikap iffah dan sabar agar senantiasa menjaga diri dan memiliki control diri yang kuat. Kita perlu mengelola hati agar senantiasa dihiasi sikap tawadhu tidak memiliki Hasrat untuk pamer, sehingga kita mampu tampil menjadi pribadi yang bersahaja dengan membeli segala sesuai sesuai dengan kegunaan dan kebutuhan bukan sekedar memenuhi keinginan, apalagi untuk dipamerkan. Dengan memupuk rasa empati dan simpati kepada orang-orang Nasibnya kurang beruntung, dana kita bisa kita sisihkan untuk diinfakkan kepada mereka. Â Kita tidak mudah terjerumus pada perlombaan meningkatka prestise dan leve kemewhan dan fleksing, tetapi secara sadar hidup samadya berakhlaqul karimah sesui dengan tuntunan qur'an dan sunnah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H