Mohon tunggu...
Mukhtar Mukti Ali
Mukhtar Mukti Ali Mohon Tunggu... -

seorang penulis dan pelukis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jalan Jalan Ramadhan: Hak Allah dan Hak Sesama Hamba

15 Juli 2013   14:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:31 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada hadis sahih (riwayat imam Muslim dari shahabat Abu Hurairah) yang menggambarkan kebangkrutan sementara umat Muhammad SAW kelak di Hari Kiamat. Mereka yang bangkrut itu ialah mereka yang datang di Hari Kemudian membawa  sekian banyak amalan-amalan salat, puasa, dan zakat; namun semasa hidupnya di dunia suka melakukan perbuatan buruk  kesana-kemari kepada sesama:  mencaci ini, menuduh itu,  memakan hartanya ini, melukai ini, memukul itu. Nanti pahala-pahala amal mereka  diambil dan diberikan kepada  orang-orang  yang pernah mereka lalimi. Dan apabila pahala-pahala amal mereka habis, padahal masih banyak orang yang haknya belum terpenuhi, maka dosa orang-orang  yang bersangkutan akan diambil dan ditimpukan kepada mereka. Akhirnya mereka pun dilemparkan ke neraka. Na’udzubillah.

Nah, kita sering kali berpikir terbalik. Terhadap Allah Yang Maha Pemurah, Penyayang, Pengampun, dan Syakuur,  kita begitu bersitegang  menyikapi hak-hakNya. Soal  kiblat salat kurang miring sedikit, ribut. Soal wudhunya orang yang terlanjur bertatto, ribut. Soal beda awal Ramadan atau awal Ied, ribut. Dan sebagainya dan seterusnya. Sementara terhadap sesama manusia yang umumnya mudah kesal dan marah, pembenci, dan sulit memaafkan, kita malah sembrono. Menganggap ringan. Begitu gampangnya melukai dan menyakiti sesama. Begitu entengnya  merampas hak dan memakan harta sesama. Dan sebagainya dan seterusnya. Bahkan ada yang karena bersitegang membela ‘hakNya’ , sampai harus menginjak-injak hak sesama. Seolah-olah tahu persis kehendak dan sikapNya.

Kalau pun kita tidak ekstra hati-hati terhadap sesama manusia yang perangainya relatif  sulit, setidaknya sama hati-hatinya  dengan sikap kita  terhadap Tuhan kita yang Pemurah.  Orang yang saleh ialah orang yang baik kepada Tuhannya dan sekaligus baik kepada sesama hambaNya.

Dari sini, kita tahu betapa arifnya para pendahulu kita yang mentradisikan tradisi khas kita. Tradisi halal-bi-halal.  Saling meng-halal-kan antara sesama. Bagi para pemimpin dan tokoh-tokoh publik  boleh jadi  agak sulit untuk memohon  maaf dan meminta halal, bila kesalahan dan perampasan hak dilakukan kepada banyak pihak. Namun , demi keselamatan di kemudian hari, kiranya sesulit apa pun perlu diupayakan. Pers dan media massa kiranya bisa membantu. Selebihnya dan selanjutnya diperlukan kehati-hatian . Wallahu a’lam.

Selamat Idul Fitri. Mohon maaf segala kesalahan lahir dan batin. Kullu ‘aamin wa Antum bikhair!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun