Mohon tunggu...
Mukhnizar Sabri
Mukhnizar Sabri Mohon Tunggu... -

Kerinci, Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Duo Umar, Referensi Kepemimpinan Ideal

18 Februari 2014   22:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:42 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2014 ini disebut sebagai tahun politik. Dua peristiwa politik penting yang akan tahun ini adalah pemilu legislatif  pusat (DPR, DPD, DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota) dan pemilu presiden. Intinya Warga Negara Indonesia akan memilih pemimpinnya untuk lima tahun ke depan. Nah pertanyaanya, akankah pemilu nanti akan melahirkan pemimpin ideal bagi bangsa Indonesia? Ideal di sini tidaklah mengandung makna muluk-muluk. Ideal bagi bangsa Indonesia adalah adanya kemajuan yang terukur yang dicapai dalam kurun waktu tertentu. Kaca pembandingnya bukan hanya capaian tahun sebelumnya tapi apa yang dicapai Negara tetangga sehingga kita dapat mengejar ketertinggalan dari mereka.

Dalam Islam syarat-syarat untuk menjadi seorang pemimpin adalah sbb :

1.Shiddiq (benar)

Seorang pemimpin itu harus memiliki nilai kebenaran. Banar dari niat, sikap, perkataan dan perbuatan, Niatnya harus ditujukan untuk kpentingan bangsa dan Negara, bukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau kelompok.

2.Fathanah (cerdas)

Seorang pemimpin harus cerdas, memiliki ide, gagasan untuk memajukan masyarakat yang dipimpinnya. Ide dan gagasan ini harus didukung oleh kompetensi, karena ide dan gagasan secemerlang apapun takkan bermakna apa-apa bila hanya ada di atas kertas, tanpa kemampuan untuk mewujudkan  menjadi karya nyata yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

3.Amanah (terpercaya).

Menjadi seorang peminpin haruslah dapat dipercaya, tidak  ingkar janji dan khianat. Jabatan itu adalah amanah yang mesti ditunaikan. Rakyat sudah menyerahkan hak politiknya, memberikan wewenang kepada pemimpin untuk melakukan yang terbaik untuk mereka. Adalah kewajiban pemimpin untuk mengembalikan kepercaan masyarakat dalam bentuk pengambilan keputusan (kebijakan) dan tindakan yang menguntungkan mereka. Tidak sebaliknya. Memangkas anggaran untuk program pembangunan, yang menyentuh langsung kepentingan rakyat kemudian mengalihkan untuk meningkatkan tunjangan dengan berbagai istilah adalah pelanggaran serius dari amanah yang diberikan rakyat.

4.Tabligh (menyampaikan/transparan)

Seorang peminpin harus mempunyai sifat suka menyampaikan apa yang mestinya disampaikan kepada khalayak (transparan). Sifat tabligh ini dapat diberi makna pemimpin yang transparan. Ia akan menyempaikan apa yang menjadi hak masyarakat untuk mengetahuinya.  Namun tetap merahasiakan apa yang seharusnya dirahasiakan, tentu saja pertimbangannya adalah kepentingan public, bukan kepentingan pribadi. Sikap suka sembunyi-sembunyi atau menutup-nutupi sesuatu, mengindikasikan adanya niat buruk di balik sikap itu sendiri.

Keempat sifat ini tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Sifat  Fathanah (cardas) misalnya, harus didukung sifat, shiddiq, amanah dan tabligh. Banyak pemimpin yang cerdas, menyandang sederet gelar akademik ,dari depan hingga belakang namanya justru tidak membawa manfaat bagi masyarakat, sebaliknya  justru membawa mudharat. Kepiawan pemimpin melakukan tindak pidana korupsi adalah contoh penyalahgunaan kecerdasan yang mereka miliki.

Dalam sejarah Islam banyak kisah pemimpin sukses dan ideal yang bias dijadikan rujukan. Diantaranya adalah kepemimpinan duo Umar : Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz.

1.Umar bin Khattab

Kepemimpinan Umar bin Khattab, adalah kepemimpinan Islam yang bisa dijadikan rujukan. Umar bin Kahattab adalah salah satu dari empat khalifah yang disebut Khalafaurrasyidin. Ia sering melakukan turba (turun ke bawah) atau kunjungan daerah. Ia ingin memastikan kondisi msyarakatnya dalam kondisi aman tidak hanya melalui laporan bawahannya melainkan juga dengan menyaksikan sendiri kondisi masyarakatnya.

Suatu malam ia berkeliling bersama ajudannya. Ia melihat ada nyala api dalam sebuah gubug. Ia ingin tahu apa yang terjadi. Ternyata seorang janda sedang merebus batu, sekedar untuk menenangkan dua anaknya yang dilanda rasa lapar. Melihat kejadian ini, Umar bin Khatab segera kembali ke gudang bahan makanan, kemudian memikul sendiri sekarung gandum untuk keluarga janda tadi. Sang pengawal menawarkan untuk memikul karung gandum itu. “Maukah kamu menanggung dosaku di hadapan Allah nanti?” tanyanya pada pengawal. Umar pula yang memeasakkan sendiri makanan untuk anak-anak janda yang lapar itu. Umar ingin tanggung jawabnya di dipikulnya sendiri, betapapun tak ada larangan kalau ia menunaikan kewajibannya itu melalui tangan para pembantunya.

2.Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz

Seperti lazimnya ketiak ada pemimpin baru, selalu saja ada orang sekeliling pemimpin (King maker atau Tim Sukses) yang ingin cari muka. Har-hari pertama menjabat, datang  para pejabat dan orang-orang dekatnya menyediakan kendaraan mewah, seekor kuda cantik lengkap dengan kereta kencananya (kendaraan dinas), ia menolak dengan tegas. Ia memrintahkan untuk dijual kembali kemudian dimasukkan ke kas Negara. Para “pencari muka” juga  menyediakan pasukan pengawal dalam jumlah banyak untuk keamanan sang khalifah. Umar justru memecat sebagian besar dari mereka dan meninggalkan dalam jumlah yang dibutuhkan. Ini dilakukannya unutk efisiensi Negara.

Yang menarik adalah dia meninggalkan semua fasilitas dan kemewahan istana. Ia memutuskan untuk tinggal di rumah seperti rumah rakyat kebanyakan. Hartanya yang dalam bentuk barang luks dilelangnya kemudian diserahkan untuk Negara. Ia ingin merasakan apa yang sedang dirasakan oleh rakyat yang dipimpinnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang menonjol dari tipe kepemimpinan kedua pemimpin ideal ini adalah mengutamakan tanggung jawab dan mengabaikan fasilitas. Adakah Pemilu 2014 ini akan melahirkan pemimpin ideal untuk negeri ini? Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun