Mohon tunggu...
Mukhlis Syakir
Mukhlis Syakir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nyeruput dan Muntahin pikiran

Mahasiswa Pengangguran yang Gak Nganggur-nganggur amat

Selanjutnya

Tutup

Diary

Bincang Pijit bersama Ayah, Teknologi Hadits Ekologis

19 Juli 2024   04:22 Diperbarui: 19 Juli 2024   04:25 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Pagi tadi, akhirnya Saya bisa melepaskan rindu bersama Ayah. Seperti biasa, permasalahan badan orang tua ya sakit badan. Dan mijitin adalah solusinya.

            Bagi Kami yang bukan lahir dari keluarga perokok dan peminum kopi bukan penikmat kopi. Diplomasi mijitin bapak ialah sebuah pola komunikasi anak dan ayah pengganti sebat dan seruput kopi di depan teras rumah yang ada burung kicaunya. Atau biar lebih relate, dalam konteks ke-cianjur-an semestinya ada Ayam Pelung di depan rumah. Apa daya, halaman rumah pun kami tak ada. Kalau rumah berlantai yang menghalangi cahaya rumah orang mungkin ada, hehehe.

            Di sela-sela mijit Ayah yang sudah berkurang dagingnya. Kuliah ber-SKS2, senantiasa disenandungkan. Ada kalanya Kami selaku anak merasa bosan dengan bahasan yang "itu-itu saja", sampai-sampai Kami biasanya sudah hafal arah gerak langkah ucapannya akan ke mana. Tapi ternyata untuk hari ini ada update terbaru.

            Beliau menyebutkan hadits yang sebenarnya sudah tak asing dan pernah saya tuliskan pada tulisan saya sebelumnya, berikut kurang lebih redaksinya:

: : ( ) (2/ 817)

            Yang artinya ialah sebagai berikut: Dari Anas R.A. beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Tidaklah seorang muslim berkebun atau bersawah kemudian seekor burung, seorang manusia, atau seekor binatang buas memakannya kecuali hal itu akan menjadi sedekah baginya" (H.R. Bukhari, 2/8170).

            Kebetulan, sebagai seorang pensiunan yang masih berapi-api. Ayah mengerahkan energinya pada tanam menanam, bukan ngurus ikan, ayam, atau hewan lainnya. Kebetulan juga, tanah Ayah saya terkena longsoran gempa Cianjur. Jadi, konsentrasi beliau sekarang ya perihal tanaman, petani, dan segala tetek bengeknya. Yang penting tanah bekas longsoran bisa tetap hidup dan bermanfaat sebagaimana hadis yang ia sampaikan tadi.

            Spirit menanam pohon ini juga di-"oi-oi"- kan oleh Iwan Fals dalam lagunya, Pohon untuk kehidupan dalam Album Keseimbangan. Salah satu liriknya yang menurut saya sangat mirip dengan redaksi hadits nabi ialah "andai esok kiamat tiba, tanam pohon jangan ditunda". Itu seperti hadits nabi:

: : " ".[1] ( )

 

            Dari Anas bin Malik beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Jika salah seorang di antara kalian mengalami peristiwa kiamat sedang di tangannya ada sebuah bibit (stek) tanaman kurma, maka tanamlah saat itu juga." (H.R. Ahmad)

            Semangat ekologi yang sampai saat ini masih menjadi isu penting hingga sekedar tren belaka. Sudah semestinya mendapat dukungan agama, bukan hanya itu, sebenarnya agama sudah lebih dulu mengajaknya. Kitanya saja yang tak sadar-sadar. Itulah jika agama tidak (meminjam frasa yang sering digunakan pak Faiz) "dibunyikan" dengan benar. Akhirnya terkesan agama hanya mengklaim dan mengklaim capaian, pengetahuan, ataupun kebijaksanaan peradaban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun