Mohon tunggu...
Mukhlis Syakir
Mukhlis Syakir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nyeruput dan Muntahin pikiran

Mahasiswa Pengangguran yang Gak Nganggur-nganggur amat

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Seandainya Aku Pergi...

9 Mei 2024   23:02 Diperbarui: 9 Mei 2024   23:34 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat ini kutulis sebagai petunjuk untukmu anak. Ku tulis surat ini semenjak aku belum memilikimu. Meski aku Tahu kalau kau sejatinya adalah kau. Kamu milikmu, bukan milkku.

Surat ini sebagai petunjuk nak, jika kau bingung menghadapi hidup. Bukalah catatan-catatanku di lemari itu. Lemari yang biasa kau lihat tak rapih. Penuh dengan buku yang sebagian besar belum selesai dibaca. Bahkan catatan-catatan itu sendiri bukanlah catatan yang sudah dialhamdulillahkan pada bagian akhirnya. Karena buku tersebut hanya berisi andai-andai. Andai-andai jika aku pergi.

Andai-andai jika aku pergi, teruskanlah catatanku. Teruskan dan jangan takut salah. Catatanku sendiri penuh kesalahan, kau kritiklah itu. Kau bantah sehabis mungkin. Maka aku akan senang hati dari kejauhan. Kata perkata yang kau bantah adalah Yasin bagi diriku. Kata perkata yang kau bantah adalah energi bagiku.

Seandainya Aku Pergi... Berbahagialah karena tak ada lagi sosok yang menyebalkan bagimu. Sosok yang jauh dari idealnya Ayah bagimu.

Seandainya Aku Pergi... Jangan tahan tangismu. Laki-laki juga berhak untuk menangis. Atau justru kau perempuan? Ketahuilah tak ada bedanya laki-laki dan perempuan. Menangis itu hak setiap gender.

Seandainya Aku Pergi.... Marahlah jika memang aku meninggalkan hutang. Hutang harta ataupun hutang kasih sayang padamu. Mungkin Aku sibuk dengan diriku sendiri, pekerjaan, atau Tuhan yang ada dibenakku.

Seandainya Aku Pergi... Sayangilah ibumu, Dia terlalu penuh darah oleh lelaki yang bajingan ini. Mungkin Aku pernah selingkuh secara batin, maupun lahir. Mungkin juga Dia bukan Cinta pertamaKu. Tapi ketahuilah Ia mencintaimu melebihi cintanya padaku.

Nak, sebesar apapun bencimu padaku. Aku tetap mencintaimu. Bencimu bentuk perhatianmu padaku. Bencimu bentuk bahwa kau mengakui kehadiranku di muka bumi ini.

Aku akan sedih jika Kau mengabaikanku. Mati ataupun hidupku tak kau anggap. Sejatinya kau telah membunuhku jika kau berbuat demikian.

Jika kau hendak benci bencilah Aku. Jika kau hendak mencintai, jangan kau Cintaiku karena terpaksa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun