Uniknya manusia, bukan sekedar menjadi objek yang terdramatisasi oleh lingkungan. Seringkali manusia pula yang menjadi subjek yang mendramatisasi hidup. Manusia adalah subjek sekaligus objek dari dramatisasi kehidupan. Untuk mengubah mood-nya misal, Saya sendiri menggunakan musik sebagai media pengubah. Jika sedang ingin tobat, saya setel musik-musik nuansa sufistik. Jika sedang ingin semangat, musik-musik dengan ritme cepat yang dipasang.
        Dramatisasi lewat penciuman, bisa dengan penggunaan wewangian tertentu. Aroma-aroma yang kuat wangi bunganya misal, cocok untuk beribadah. Aroma segar cocok untuk berolahraga. Ini yang kalau tak salah juga menjadi cara Muhammad Hatta dalam belajar. Ia menggunakan wewangian tertentu untuk mengingat apa yang sedang dipelajari. Maka tak heran jika aroma parfum tertentu bisa mengingatkan Kita pada memori bersama dengan si dia di masa lalu.
        Seni dramatisasi hidup sekali lagi adalah hal penting bagi Kita agar hidup terasa lebih berwarna, beragam, berasa, berenergi, bersuara, dan tidak membosankan seperti robot yang bekerja tanpa jiwa. Mau tidak mau, suka tidak suka, ragam pencerapan baik berupa permainan warna dalam penglihatan, musik dalam pendengaran, wewangian dalam penciuman, rasa pada pengecapan, dan sensasi dari peraba. Merupakan makanan jiwa yang harus dikelola sebaik mungkin sebagai wujud syukur pada Tuhan Semesta Alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H