Mohon tunggu...
Mukhlis Syakir
Mukhlis Syakir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nyeruput dan Muntahin pikiran

Mahasiswa Pengangguran yang Gak Nganggur-nganggur amat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Kampanye Politik Kampus, Pesantren, dan Muhammadiyah

15 Januari 2024   06:52 Diperbarui: 15 Januari 2024   07:15 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini lagi rame soal kampanye politik di kampus. Ada yang Pro, ada juga yang kontra. Mungkin yang Pro memiliki argumen bahwa kampus menjadi tempat yang ideal untuk kampanye dalam hal menguji si calon. Bagi yang kontra, mungkin berpikir dunia pendidikan dalam hal ini kampus jangan direcoki oleh politik yang seringkali menurut mereka mengganggu kondusifitas belajar.

Terlepas dari isu itu, ada beberapa cerita menarik mengenai kampanye politik di pesantren. Pesantren Islam tentunya, karena di seminari mungkin masanya tidak terlalu banyak, hehehe. Terkhusus pesantren NU (karena saya hanya mengalami di sana). Selalu menjadi tempat sowan tokoh politik, entah itu meminta apa. Setidaknya meminta do'a. Ini menunjukkan setidaknya bahwa si calon masih percaya do'a kalau tidak dapat dukungan.

Ada beragam ekspresi kampanye yang digunakan para tokoh untuk bersentuhan dengan dunia pesantren. Paling minimal ialah sowan ke rumah kyai. Lainnya, ada yang bagi-bagi bingkisan, ada juga yang bagi-bagi janji. Tapi ada juga kok yang berbagi pengalaman dan pengetahuan.

Bagi saya yang tidak terlalu paham ilmu politik, baik politik sebagai kebijakan maupun politik praktis ataupun elektoral. Ketika mendengar kampanye, otak selalu merespons dengan frame negatif. Oleh karena itu, paling tidak dalam tulisan ini saya mencari sisi-sisi unik, menarik, dan "oh begitu ya"-nya saja dari yang namanya kampanye.

Kalau kampus, secara fenomena sepertinya memang sudah lama, tapi untuk terang-terangan tidak begitu kali ya. Muhammadiyah yang ngga kentel-kentel amat dari segi politik praktis, ternyata ada juga sowan-sowannya. Nanti lebih lanjut saya ceritakan. Adapun pesantren dalam artian pesantren NU sepertinya sudah tidak aneh, hehe.

Pengalaman pertama saya menyaksikan secara langsung pesantren menjadi medan kampanye ialah saat Mahfud MD datang ke pondok. Meskipun sebelum masuk ke pondok pun Saya sudah sering melihat tokoh seperti Ahmad Heryawan yang kala itu Gubernur Jabar. Tapi untuk ini benar-benar menyaksikan secara langsung.

Kurang lebih tahun 2014 saat itu, saya masih menginjak kelas 2 MTs. Kedatangan pak Mahfud dengan sambutan baliho "selamat datang capres 2014" disambut dumelan dalam hati "apaan sih ini orang". Kan santri belum punya hak pilih yak? Pikir saya saat itu.

Tapi ada serpihan yang sangat membekas dari peristiwa itu. Yakni jokes receh dari bapak pimpinan ponpes yang sederhana tapi lucu. Seperti biasa, saat kedatangan tamu dari luar, lembaga manapun memperlihatkan profil lembaganya sendiri dong. Pada saat ada bagian pak Kyai memperlihatkan foto bersama para dewan guru. Pak Kyai nyeletuk, "tenang pak ini bukan seragam Hanura, seragam ini sudah ada bahkan sebelum partai Hanura ada". Sontak seluruh hadirin, terkhusus pak Mahfud sendiri tertawa.

Baca juga: Munajat Kematian

Perlu diketahui, seragam para dewan guru di pondok saat itu memang berwarnakan kuning partai Hanura. Sedangkan pak Mahfud sendiri saat itu datang sebagai tokoh dari PKB. Ada saja memang di benak para kyai itu, patahan-patahan, belokan-belokan, ide untuk jadi bahan bercanda. Juga masih banyak lagi candaan segar ala seorang Kyai sekaligus Profesor yang semoga diberi kesehatan. Aamiin. Selengkapnya ada di link youtube berikut: 
Adapun fenomena kampanye di Muhammadiyah ternyata ada juga. Saya kira pada awalnya, di perkara politik Muhammadiyah cukup saja dengan mendapat hak di Kementerian Pendidikan. Ternyata sowan-sowan seperti itu ada juga di Muhammadiyah.

Fenomena ini tidak saya saksikan langsung, akan tetapi langsung dari sumbernya. Adik Kakek saya sendiri yang kebetulan sesepuh Muhammadiyah di Cipanas, Cianjur. Layaknya seorang cucu yang ingin mendengar nasehat dan memenuhi rasa rindu pada orang-orang bijak terdahulu. Saya mengunjungi beliau yang sedang sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun