Mohon tunggu...
Mukhlis Syakir
Mukhlis Syakir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nyeruput dan Muntahin pikiran

Mahasiswa Pengangguran yang Gak Nganggur-nganggur amat

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Catatan Sejarah Pendidikan Bahasa Arab di Yayasan Pendidikan Islam Pacet (YAPIP)

6 Januari 2024   09:21 Diperbarui: 6 Januari 2024   09:24 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi Penulis

Sebelum tahun 1958, Islam di daerah Kec. Cipanas dan Kec. Pacet Kabupaten Cianjur memang sudah lumayan berkembang. Dua kecamatan tersebut pada awalnya merupakan satu kecamatan bernama Pacet. Nama tersebutlah yang kemudian hari menjadi latar belakang penamaan yayasan menjadi Islam Pacet. Karena memang berawal dari inisiasi bersama antar berbagai golongan Islam yang ada saat itu untuk mengadakan pendidikan formal bersama (fusi).

Dari hasil wawancara Kami bersama Bapak Syihabuddin Latif selaku ketua yayasan. Ada beberapa latar belakang mengapa yayasan ini dibentuk:

  • Munculnya kesadaran sesama umat muslimin tentang persatuan di bidang pendidikan.

Semenjak pecahnya Partai Masyumi di Pemilu 1955, secara politis di tingkat nasional. Cita-cita persatuan umat Islam dianggap sulit untuk dicapai. Mau tidak mau ego sektoral sulit untuk diredam. Cipanas yang merupakan lalu lintas perjalanan Jakarta-Bandung terdekat saat itu tentu menjadi medan terbuka bagi setiap kalangan ormas Islam untuk menyiapkan kader-kadernya di kota perlintasan antar dua kota besar.

     Meski demikian, dikarenakan masing-masing ormas masih memiliki kesamaan visi di bidang pendidikan dan kekurangan logistik untuk mendirikan lembaga sendiri. Maka muncullah inisiasi dari perwakilan NU, Muhammadiyah, Persis, SI, golongan Genturan, dan PUI untuk mendirikan lembaga pendidikan Islam formal bersama.

  • Kuatnya Pengaruh Masyumi

Meski secara de jure di tingkat nasional Partai Masyumi sudah pecah. Sebagaimana disinggung sebelumnya, masing-masing daripada perwakilan golongan ini kalaupun bukan anggota, paling tidak simpatisan masyumi. KH. Khudri yang ditunjuk sebagai penengah diantara berbagai pihak (tidak berafiliasi pada ormas) sendiri merupakan Bendahara Masyumi Kecamatan Pacet saat itu.

  • Pengaruh Besar dari KH. Abdullah bin Nuh

 KH. Abdullah bin Nuh atau akrab disapa dengan Ustadz Ajengan Nuh merupakan ulama, pejuang, sekaligus anggota KNIP dari tanah Cianjur. Beliau memiliki darah keturunan bupati Cianjur sehingga disegani oleh setiap kalangan. Juga merupakan komandan PETA untuk karesidenan Bogor. 

Hal unik lainnya dari beliau ialah salah seorang ulama Cianjur yang sempat belajar di Al-Azhar. Oleh karena itu, dibandingkan dengan ulama Tatar Sunda lainnya yang biasa disebut Ajengan, Mama, Uwa, Aang, Akang, dan lain-lain. Beliau dijuluki Ustadz dari Bahasa Arab yang artinya Profesor. Latar belakang beliau ini menjadi magnet tersendiri bagi para santri tanah Pasundan, khususnya Priangan Barat untuk mengambil sanad dari beliau. Terlebih pembaharuan yang beliau bawa dari Mesir merupakan tradisi keilmuan baru bagi masyarakat Cianjur saat itu.

Berkaitan dengan pendirian yayasan, meskipun ulama-ulama sekitaran pacet memiliki latar belakang berbeda. Akan tetapi mereka memiliki sanad keilmuan yang sama yakni kepada Ustadz Abdullah. Terlebih setelah selesai dari masa agresi militer Belanda di tahun 1950. Beliau banyak melakukan perjalanan Cianjur, Bogor, dan Jakarta. Sehingga setiap bersinggah di Cipanas, Pacet beliau selalu mengadakan pengajian akbar.

Metode Pembelajaran Bahasa Arab ala Ustadz Abdullah

  • Dalam perjalanannya, pemikiran pendidikan dan keislaman Ustadz Abdullah menjadi jalan tengah untuk mempersatukan berbagai golongan. Ustadz Abdullah sendiri berbeda dari pondok pesantren Islam pada umumnya saat itu. Beliau dikenal sebagai kalangan modernis Al-Azhar.
  • Jika menggunakan teori klasifikasi keilmuan pesantren, maka pendidikan ala Ustadz Abdullah ialah sebagai berikut:
  • Tradisional

Dikatakan tradisional dikarenakan dalam pengajarannya masih banyak menggunakan referensi-referensi kitab kuning atau turats (antik) seperti riyadhus shalihin, ta'limul muta'allim, ihyaul ulumud din, dan lain-lain.

  • Modern

Dikatakan modern karena mengenal klasifikasi kelas, menggunakan meja seperti pendidikan Belanda saat itu, dan tidak banyak berkutat pada kaidah bahasa Arab.

     Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam yang digunakan oleh Ustadz Abdullah ialah kombinasi antara keduanya. Meskipun para santri dan saksi hidupnya, seringkali lebih suka menyebutnya dengan metode ala Al-Azhar.

Implementasi Pendidikan Bahasa Arab ala Ustadz Abdullah oleh KH. Muhammad Khudri

KH. Muhammad Khudri merupakan penengah dari Yayasan Pendidikan Islam Pacet (YAPIP) yang kemudian setelah terjadi fragmentasi merupakan sesepuh dari YAPIP. Oleh karena itu perannya dalam Pendidikan Bahasa Arab di Yayasan sangatlah sentral. Sehingga masyarakat terkhusus ulama sekitar sering menjulukinya dengan panggilan "Uwa" (sebutan untuk kakak dari Ayah dalam budaya Sunda). Selain karena ketokohannya, panggilan Uwa Ajengan (Ajengan adalah istilah kyai dalam tatar sunda) atau Uwa Khudri sebenarnya lahir dari keponakan-keponakannya yang sangat banyak sehingga menjadi populer.

Dalam mengajarkan bahasa Arab, Uwa seringkali mengajarkannya secara tidak langsung (tanpa disadari). Beberapa cerita bagaimana beliau mengajarkan Bahasa Arab yang dapat penulis rangkum ialah sebagai berikut:

  • Setiap kali terjadi perdebatan di masyarakat, beliau tidak mau menjawab pertanyaan melainkan mengajak mereka untuk membuka kitab bersama. Diantara kisah yang terkenal ialah polemik qunut dalam salat subuh, melafalkan niat sebelum salat, dan membaca sayyidina dalam tahiyyat. Orang yang bertanya selalu diajak untuk bersama-sama membaca kitab perbandingan madzhab seperti madzahibul 'arba'ah, dan bidayatul mujtahid. Hanya saja, metode membaca kitab yang beliau gunakan tidaklah menggunakan kode-kode logatan sebagaimana biasa dipraktikkan oleh pondok-pondok salaf.
  • Terkadang beliau menyapa santri dengan bahasa Arab secara mendadak. Ketika berada di sekitar tumpukan pasir, beliau bertanya kepada santrinya:

:

:

:

:

  • Pada mata pelajaran "lughah", beliau mengajarkannya dengan cara ima' (dikte). Sehingga setiap santri memiliki catatan. Berikut ini salah satu dokumen catatan santri beliau:

  

Dokumentasi Pribadi Penulis
Dokumentasi Pribadi Penulis

Dokumentasi Pribadi Penulis
Dokumentasi Pribadi Penulis
  • Di lingkungan keluarga, beliau mengajarkan bahasa Arab pada anak-anaknya semenjak balita. Diceritakan oleh narasumber bahwa setiap menunggu matangnya nasi di tungku pembakaran (hawu). Beliau menggambar berbagai hal mulai dari hewan, makanan, kemudian di bawah gambar tersebut diselipkan huruf hijaiyyah berbahasa Sunda.
  • Apabila ada orang yang meminta nasihat, atau anak-anaknya mengalami emosi tertentu. Beliau menyampaikan sya'ir. Beliau menyampaikannya tanpa menggunakan 'arudh (lagu sya'ir) akan tetapi mengikuti intonasi makna yang terkandung. Contoh nasihat berupa syair masyhur yang disampaikan beliau oleh narasumber:

#

Ilmu itu musuh bagi penuda yang angkuh # Layaknya arus deras musuh bagi tempat yang tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun