Bukan rupa yang membuatku takjub
Bukan lekuk tubuh yang membuatku terdiam
Tapi fikirmu yang seindah syiir
Menyihirku, Antara hidup dan mati
Mati jika kuungkapkan
Mati pula jika ku lupakan
Aku tertular virus Qabbani dalam hal rasa
Namun Qabbani masih berusaha menjadi Nabi
Untuk mengungkapkan cinta pada kasihnya
Sedangkan Aku,
Yang khusyukku menyembah-Nya
Telah bersatu dengan khyusuknya cinta padamu
Yang telah menduakan Tuhan denganmu
Hingga Aku ingin melupakan Tuhan demi melupakanmu
Tapi sungguh Aku tak bisa
Jikapun aku berusaha melupakanmu
Seketika aku menjadi bangkai yang berjalan
Jika kubiasakan  mengingatmu
Setiap wanita yang kutatap hanyalah dirimu
Saat kuusahakan tuk cintai yang lain
Aku malah berselingkuh dengan bayangmu
Bayangan mu yang terwujud pada
Bulat matanya, tebal alis matanya, lentik bulu matanya
Hidungnya, pipinya, mulutnya
Mungkinkah ada cara untuk lepas dari jeratanmu
Ataukah justru aku yang terlalu terobsesi olehmu
Sungguh menakutkan pikiranku ini
Aku si Penyembah Ide
Yang syahwatnya hidup saat ide bermunculan
Yang tiada cara tuk hilangkan ide
Kecuali dengan memenggal kepala
Bahkan jika kepala telah terpisah dari lehernya
Ide itu tetap tersimpan dengan baik
Melalui ragam tulisan tentangmu
Bahkan tetap tersimpan dengan baik
Melalui hembusan nafas yang terus mengelilingi bumi
Nafas dzikirmu dan dzikir-Nya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H