Mohon tunggu...
Mukhlis Syakir
Mukhlis Syakir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Nyeruput dan Muntahin pikiran

Mahasiswa Pengangguran yang Gak Nganggur-nganggur amat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praksis Sosial di Masa Posmodernisme, Sebuah Solusi

13 Juni 2021   20:30 Diperbarui: 13 Juni 2021   20:39 1284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehingga, ketiga komponen praksis sosial ini tentu harus ada dan harus saling berhubungan. Contoh aplikasinya, jika Anda ingin menjadi seorang petani maka Anda harus terbiasa mencangkul, menyiram, memanen, dan lain-lain. Modalnya, Anda harus punya bibit, tanah untuk diurusi, cangkul, sabit, dan lain-lain. Arenanya? Tentu daerah pertanian sesuai jenis tanaman yang mau dibudidayakan. Bukan bertani di daerah yang sudah susah lahan sekaligus susah air.

Meskipun demikian, ada beberapa hal yang akhirnya memaksa Kita dalam mengembangkan ketiga elemen tersebut. Diantaranya menurut Bordieu ialah dominasi sosial. Sehingga akhirnya habitus, kapital, dan arena tadi tersebut terpaksa harus berubah secara paksa, diamini maupun tidak diamini.

 Sebagai contoh, anak-anak SD atau TK, mereka bebas dalam bermimpi. Ada yang mau jadi tentara, polisi, dokter, astronot, bahkan youtuber. Ketika anak-anak memasuki tingkat menengah atas, mereka dipaksa secara sadar ataupun tidak sehingga kebenaran (mimpi dimasa kanak-kanak) harus berubah bahkan mungkin jadi kehilangan mimpi.

Mungkin sebagian Kita pernah mengalami bagaimana sulitnya memilih jurusan baik itu di SMA maupun SMK. Dalam kasus anak SMA dulu, antara memilih jurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Kita dipaksa untuk masuk suatu jurusan tertentu demi tujuan kuliah atau masa depan nanti.  Padahal Kita sudah memiliki cita-cita tertentu sejak kecil sehingga akhirnya dipaksa harus mengubah habitus, kapital, dan bahkan arenanya kedepan.

Dalam kasus saya sendiri saja, ketika harus memilih jurusan antara IPA, IPS, dan Agama. Dominasi sosial cukup memaksa ketika itu. Saya yang ketika itu berdasarkan hasil psikotes cenderung pada disiplin ilmu alam. Secara sadar saya memilih jurusan agama. Dominasi sosial yang berpengaruh ketika itu ialah melihat Ayah saya yang menekuni bidang agama, maka saya merasa bertanggung jawab untuk meneruskan legacy-nya. Ditambah dengan tinggal di lingkungan pesantren, mungkin secara sadar ataupun tidak sadar ikut mendominasi terhadap keputusan saya tersebut.

Maka, kembali kepada pembahasan Praksis sosial menurut Pierre Bordieau tidak ada lagi yang namanya kebenaran subjektif (pribadi) maupun objektif (masyarakat banyak). Semua saling mempengaruhi alias relasional. Kebenaran salat yang pada asalnya manusia tidak salat, menjadi kebenaran internal/subjektif ketika Kita dibiasakan salat semenjak kecil. Itulah Internalisasi Eksternal. Merokok, yang asalnya hanya suatu kebutuhan individu, ketika mayoritas laki-laki merokok dan orang-orang gede ngerokok. Maka merokok menjadi tanda kelaki-lakian (kebenaran objektif). Itulah Eksternalisasi-Internal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun