Mohon tunggu...
Mukhlis Setiawan
Mukhlis Setiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengatasi Permasalahan Penghinaan terhadap Seseorang Perspektif Hukum Indonesia

9 Januari 2023   21:40 Diperbarui: 9 Januari 2023   21:47 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pembahasan 1. Hukum Indonesia Tentang Penghinaan Seseorang Rasa kehormatan ini harus diobjektifkan sedemikian rupa dan harus ditinjau dengan suatu perbuatan dengan suatu perbuatan tertentu, seseorang pada umumnya akan merasa tersinggung atau tidak. Dapat dikatakan pula bahwa seorang anak yang masih sangat muda belum dapat merasakan ketersinggungan ini, dan bahwa seorang yang sangat gila tidak dapat merasa ketersinggungan itu. Maka, tidak ada tindak pidana penghinaan terhadap kedua jenis orang tersebut.3 Nama baik adalah penilaian baik menurut anggapan umum tentang perilaku

atau kepribadian seseorang dari sudut moralnya. Nama baik seseorang selalu dilihat dari sudut orang lain, yakni moral atau kepribadian yang baik, sehingga ukurannya ditentukan berdasarkan penilaian secara umum dalam suatu masyarakat tertentu ditempat mana perbuatan tersebut dilakukan dan konteks perbuatannya. Hukum Pidana Islam dalam pengertian ini adalah hukum negara atau bagian dari hukum negara. 

Sebagai ilmu, maka ia mempunyai cabang-cabang ilmu seperti ilmu hukum umum yang terdiri dari, hukum konstitusional, hukum perdata, hukum ekonomi dan seterusnya. Hukum islam berarti seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukalaf yang diakui, serta diyakini berlaku dan mengikatuntuk semua Muslim. Hukum Islam, aturan tentang pencemaran nama baik ini dapat kita temukan dalam berbagai jenis perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT mengenai kehormatan, baik itu sifatnya hudud seperti jarimah qadzaf, maupun yang bersifat ta'zir, seperti dilarang menghina orang lain, membuka aib orang lain, dll. 

Hukum Pidana Islam memberikan dasar hukum pada pihak terpidana mengacu pada AlQur'an yang menetapkan bahwa balasan untuk suatu perbuatan jahat harus berbanding dengan perbuatan itu. Maka hukum Islam selain menetapkan hukuman hudud bagi pelaku qadzaf, juga menetapkan hukuman duniawi untuk jenis perbuatan lain yang merendahkan kehormatan manusia yaitu berupa hukuman ta'zir yang pelaksanaan hukumannya diserahkan kepada penguasa atau hakim atau mereka yang mempunyai kekuasaan yudikatif. 

Globalisasi yang bergulir sejak tahun 1980-an, bukan saja terkait dengan kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda kehidupan politik, pertahanan, keamanan, sosial budaya, hukum bahkan ilmu pengetahuan dan teknologi in casu pertumbuhan dunia siber (cyberspace). Globalisasi di bidang politik tidak terlepas dari pergerakan hak asasi manusia (HAM), transparansi, dan demokratisasi. 

Berkaitan dengan globalisasi dalam pergerakan HAM, Indonesia dalam era reformasi menggabungkan instrumen-instrumen HAM internasional yang diakui oleh negara-negara dunia dan telah pula diratifikasi oleh Indonesia dalam hukum positif sesuai dengan kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. 

al ini mutlak perlu, sebab akan berkaitan dengan falsafah, doktrin, dan wawasan bangsa Indonesia, baik secara individual maupun kolektif kehidupan masyarakat yang berasaskan kekeluargaan, dengan tidak mengenal secara fragmentasi moralitas sipil, moralitas komunal, maupun moralitas institusional yang saling menunjang secara proporsional. Manusia di sini dipandang sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial, dan sebagai warga negara yang padanya melekat harkatdan martabat kemanusiaannya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Penghargaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan tidak boleh tercederai oleh tindakan- tindakan yang mengusik nilai-nilai kemanusiaan melalui tindakan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. 

Kemajuan di bidang informasi dan Transaksi Elektronik telah menempatkan manusia dalam posisi yang makin paripurna dalam mengemban misi kekhalifahan di muka bumi tetapi jugadapat berpotensi menggelincirkan posisi kemanusiaan pada titik terendah ketika penggunaan informasi dan Transaksi Elektronik dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab dengan menyerang kehormatan dan nama baik orang lain. Apabila tumbuh marak berbagai bentuk kejahatan tetapi tidak ada hukum yang mengatur dan bersifat memaksa, maka kejahatan-kejahatan tersebut akan membunuh masyarakat dimana kejahatan itu berada. 

Akan tetapi, membuat ketentuan hukum terhadap bidang yang berubah dengan cepat sungguh bukan perkara yang mudah, sehingga diperlukan perubahan paradigma model hukum baru seiring dengan dinamika perkembangan dan kemajuan dunia siber (cyberspace). Karakteristik aktivitas di dunia siber yang bersifat lintas batas yang tidak lagi tunduk pada batasan-batasan teritorial dan hukum tradisional memerlukan hukum baru, sebab Pasal-Pasal tertentu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dianggap tidak cukup memadai untuk menjawab persoalan-persoalan hukum yang muncul akibat aktivitas di dunia siber. 

Meskipun aktivitas internet sepenuhnya beroperasi secara virtual, namun sesungguhnya masih tetap melibatkan masyarakat (manusia) yang hidup di dunia nyata (real/physical world). Oleh karenanya, sebagaimana halnya di dunia nyata, aktivitas dan perilaku manusia di dunia siber (cyberspace) pun tidak dapat dilepaskan dari pengaturan dan pembatasan oleh hukum. 

Pengaturan dan pembatasan oleh hukum tersebut ditetapkan 3 karena setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya dan dalam pelaksanaan hak-hak dankekuasaan-kekuasaannya setiap orang hanya dapat dibatasi oleh hukum yang sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak atas hak-hak dan kebebasankebebasan orang lain. 

Pelaksanaan hak-hak baik di dunia nyata (real/physical world) maupun dalam aktivitas pemanfaatan Teknologi Informasi dalam dunia siber (cyberspace) berisiko mengganggu ketertiban dan keadilan dalam masyarakat apabila tidak terdapat harmoni antara hukum dan Teknologi Informasi, yaitu tidak adanya pengaturan dan pembatasan oleh hukum yang melindungi hak-hak masyarakat tersebut. 

Adapun sisi positif dari kemajemukan dalam masyarakat yaitu menumbuhkan sikap toleransi dan rasa saling menghargai satu sama lain namun, di sisi lain kemajemukan dapat memberikan dampak negatif, seperti terjadinya perbedaan pandangan yang bahkan berakibat perpecahan di kalangan masyarakat. Seiring perkembangan zaman interkasi antar masyarakat dimudahkan dengan berkembangnya teknologi mulai dari telepon, handphone, internet, dan terakhir media sosial. 

Perkembangan yang terjadi sangat mempengaruhi kehidupan sosial di masyarakat. Perkembangan teknologi ini mempermudah masyarakat dalam beberapa hal tidak hanya dalam komunikasi tetapi juga membantu dalam hal perekonomian seperti dalam kegiatan jual beli secara online sampai pemesanan transportasi melalui aplikasi online namun, perkembangan ini harus disikapi secara bijak oleh 2 masyarakat karena dampak yang ditimbulkan dari penyalahgunaan teknologi dapat berakibat fatal bagi penggunanya. 

Oleh sebab itu, hendaknya dalam melakukan komunikasi baik melalui media sosial haruslah dipikirkan terlebih dahulu, sebab tulisan yang dituangkan didalam media sosial dapat disalah artikan oleh pihak lain. Hal ini tentunya dapat memicu terjadinya konflik dimedia sosial yang bahkan berujung diranah hukum. 

Negara telah mengakomodir kepentingan warga negara dalam hal berkomunikasi. Hal ini tertuang dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan bahwa: "setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia." 

Selain itu, kebebasan dalam berkomunikasi merupakan salah satu wujud pemenuhan hak asasi manusia. Namun kebebasan dalam berkomunikasi tetap harus dibatasi untuk menghormati hak orang lain dalam berkomunikasi juga. Batasan tersebut terdapat dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP. Ketentuan dalam pasal ini memberikan ancaman hukuman kepada seseorang yang melakukan komunikasi yang dengan sengaja mencemarkan nama baik orang lain maupun memberikan tuduhan yang tidak berdasar kepada orang lain. Namun, ketentuan ini hanya mengatur kejahatan yang bersifat konvensional. 

Kejahatan konvensional yaitu 3 kejahatan yang dilakukan secara langsung dan tidak menggunakan teknologi informasi secara langsung. Untuk membuktikan seseorang melakukan kejahatan konvensional, alat bukti yang digunakan harus sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Seiring berkembangnya zaman, maka kehidupan masyarakat dan kejahatan juga ikut berkembang. 

Dewasa ini kejahatan berupa pencemaran nama baik maupun kejahatan secara verbal tidak hanya dilakukan secara langsung tetapi melalui dunia maya yang dampaknya sama seperti kejahatan secara langsung, maka dari itu teknologi seolah-olah menjadi sarana dalam melakukan kejahatan ini, dan pasal 310 KUHP tidak tepat lagi digunakan untuk mengatur kejahatan dengan media elektronik. Berhubung ketentuan dalam Pasal 310 KUHP tidak relevan dengan keadaan masyarakat maka dibentuklah Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun