Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Peribahasa merupakan salah satu warisan budaya masyarakat Indonesia yang masih hidup sampai kini. Penciptaan baru memang jarang ditemui, tetapi peribahasa lama tersebut masih dipakai dalam berbagai kesempatan. Peribahasa tidak saja merupakan mutiara bahasa, bunga bahasa, tetapi juga suatu kalimat yang memberikan pengertian yang dalam, luas dan tepat. Peribahasa disampaikan dengan halus untuk semua orang dan segala zaman.
Dalam hal ini Djamaris (1998:26) mengemukakan sebagai berikut peribahasa itu ibarat universal, berlaku untuk semua orang dan segala zaman, peribahasa itu dapat ditafsirkan banyak sesuai dengan suasana dan mempunyai arti kiasan, peribahasa itu merupakan suatu perumpamaan mutiara bahasa, mestika bahasa, bunga bahasa, keindahan bahasa, dan peribahasa itu dianggap sebagai bahasa diplomasi.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan peribahasa dalam masyarakat adalah sebagai mutiara bahasa, bunga bahasa, dan keindahan bahasa. Ia berlaku untuk semua orang dan segala zaman dan dipakai dalam setiap kesempatan. Sesuai dengan kedudukannya yang begitu penting, peribahasa ini sering digunakan sebagai nasihat, sindiran-sindiran (cacian halus), pujian dan sebagai bahasa diplomasi.
Peribahasa sebagai Nasihat
Nasihat yang diucapkan secara terus terang ada kalanya kasar dan melukai perasaan orang yang dinasihati. Namun, apabila nasihat itu disampaikan melalui peribahasa, sekalipun pahit tidak kejam kedengarannya. Selain itu, nasihat yang menggunakan peribahasa, orang yang dinasihati tidak merasa langsung dinasihati.
Misalnya, orang yang akan pergi merantau dikatakan dengan peribahasa ”Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, di sana adat dipakai”. Nasihat yang disampaikan melalui peribahasa itu agar orang yang pergi merantau dapat menyesuaikan diri, menghormati, dan mengikuti adat istiadat daerah yang ditempatinya kelak.
Jika hendak menasihati orang yang suka menceritakan aib atau kejelekan keluarganya kepada orang lain, maka digunakan peribahasa ”Menepuk air di dada”. Nasihat yang disampaikan melalui peribahasa itu ialah agar seseorang tidak suka menjelek-jelekkan keluarganya kepada orang lain karena itu merupakan aib dan kejelekannya sendiri.
Peribahasa Sebagai Sindiran atau Cacian Halus
Menyindir atau mencaci seseorang yang berbuat salah dan bersifat kurang baik dapat disampaikan melalui peribahasa. Dalam hal ini, peribahasa digunakan dengan maksud menghindari pemakaian kata yang kasar dan tajam ketika mencaci perbuatan atau sifat seseorang, agar tidak melukai hati orang yang dimaksud.