Oleh: Mukhlis,S.Pd.,M.PdÂ
Apabila nama Aceh berbisik pada setiap telinga, ada saja peristiwa dan cerita yang melintas. Â Mulai dari sikap masyarakat Aceh yang heroik dalam menghadapi penjajah, kritis bahkan sampai peristiwa alam yang menghebohkan dunia.
Selain dikenal unik dan menarik, Aceh juga dikenal sebagai  Serambi Mekkah. Gelar ini didapat karena masyarakat yang mendiami provinsi paling ujung telah menorehkan sejarah panjang dalam proses masuknya Islam ke nusantara.
Dalam kehidupan sehari-hari  masyarakat Aceh tidak bisa dipisahkan antara adat sebagai budaya dan agama sebagai pedoman.Tidak jarang  hukum adat yang berlaku di Aceh selalu merupakan bagian dari Agama  Islam.Â
Oleh karena itu,  dalan masyarakat Aceh dikenal dengan dua  adat, yaitu Adat Tunah dan Adatullah. Kedua adat tersebut berlaku dan berjalan beriringan dalam kehidupan masyarakat Aceh.Â
Paragraf -paragraf di atas hanyalah berfungsi sebagai pengantar dalam tulisan ini. Hal ini penulis lakukan agar pikiran pembaca lebih terfokus pada dua hal yang ada dalam masyarakat yaitu, masalah adat dan agama.
Dalam rangka menyambut  dan mempersiapkan diri menyambut bulan suci Ramadhan. Ada hal yang unik dan menarik dari masyarakat Aceh yang tidak dimiliki oleh suku lain di persada negeri.Â
Adapun hal tersebut adalah sebuah adat yang sudah kental sekali dalam masyarakat Aceh,  sehingga sulit dibedakan dengan perintah agama. Adapun tradisi tersebut adalah Meugang atau lebih dikenal dengan Makmeugang.
Meugang adalah suatu kegiatan makan besar atau makan daging sebelum masuk bulan Rammadhan.  Namun sebelum penulis melangkah dalam uraian lebih detail adakalanya penulis mengulas lebih  dulu apa sih dan dari mana asal usul Meugang tersebut? Â
Makmeugang adalah dua kata yang digabungkan dalam Bahasa Aceh yang berarti Makmu dan Gang. Makmu berarti kemakmuran atau mudah rezki berlimpah sedangkan Gang adalah  tempat yang digunakan pemotongan dan pembagian daging  kepada masyarakat yang  tidak mampu dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan.
Peristiwa ini sudah berlangsung berabad- abad, sehingga menjadi tradisi dalam masyarakat Aceh. Tradisi ini berlangsung pada Kerajaan Sultan Iskandar Muda. Â Pada masa kerajaan ini merupakan puncak kejayaan dalam peradaban Aceh.
Pada waktu itu pihak Kerajaan Aceh menyediakan binatang seperti lembu dan.kerbau dalam jumlah banyak. Binatang tersebut disembelih dan dagingnya dibagikan untuk orang-orang yang tidak.mampu dalam menyambut bulan suci Ramadan.
Sudah Menjadi Budaya
Jauh - jauh hari sebelum  Ramadan, Hari Raya Idul Fitri , dan Hari Raya Idul Adha  masyarakat Aceh sudah mempersiapkan segala sesuatu baik dari segi biaya maupun mental. Â
Dari segi biaya , mereka sudah menyiapkan uang  untuk keperluan membeli daging dalam jumlah yang cukup. Ada keanehan yang luar biasa apabila mereka tidak menyediakan daging minimal untuk keluarganya pada Hari Meugang.
Bagi masyarakat Aceh Hari Meugang adalah sesuatu yang sakral. Kalaupun mereka tidak mempunyai uang untuk membeli  daging lembu, minimal daging ayam  harus tersedia dalam menyambut Bulan Suci Ramadhan.Daging yang dibelikan,  dimasak dengan berbagai menu khas Aceh.
Selanjutnya semua anggota keluarga berkumpul dan menikmati hidangan lezat dari daging  yang disiapkan. Seberapa pun harga daging yang dijual pada waktu Hari Meugang bukan satu kendala. Apapun cara tetap ditempuh termasuk  mereka berhutang dulu pada pemotong lembu atau kerbau dan dibayar setelah Meugang berlangsung.
Harga daging yang dijual pada hari Meugang berbeda dengan hari - hari biasa. Bahkan harga daging ketika hari Meugang mendekati puasa atau lebaran tembus sampai RP. 185.0000 / kg.
Walaupun harga berada di atas rata- rata namun bukan satu halangan dari masyarakat Aceh. Mereka menganggap rasanya seperti tidak sah masuk ke dalam Bulan Suci Ramadhan, Â apabila tidak melaksanakan Hari Meugang.
Selanjutnya, Hari Meugang ini berlangsung selama tiga kali dalam setahun. Hal ini dilakukan ketika menyambut Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Â Ketika menjelang hari Lebaran Idul Fitri masyarakat Aceh membeli dan menyediakan daging dalam jumlah yang banyak.
Bagi.masayrkat Aceh Hari Raya Idul Fitri adalah hari kemenangan.Jadi mereka betul- betul menikmati dan merayakan.
Meugang Sebagai Ajang  Bersedekah
Meugang dalam kehidupan masyarakat Aceh adalah suatu media berbagi antara masyarakat yang mampu kepada orang yang tidak.mampu. Hal ini sesuai dengan tuntunan Agama Islam bahwa orang -orang yang mampu secara ekonomi harus memperhatikan orang- orang yang tidak mampu yang berada di sekelilingnya.
Bagi orang -orang yang mampu secara ekonomi mereka memanfaatkan momen ini untuk bersedekah kepada yang kurang mampu.Apalagi  dalam menyambut bulan suci Ramadhan.Â
Mereka sangat memahami tuntunan yang menyatakan bahwa " Apabila menyedekahkan sedikit makanan kepada orang yang berpuasa, maka pahalanya sama dengan orang yang melakukan puasa." Sedekah yang diberikan dalam bentuk daging  lembu,  ayam dan bahkan paling sedikit adalah  ikan yang dapat dimanfaatkan oleh orang kurang mampu  dan disantap pada saat sahur.
Meugang dapat Meningkatkan Ekonomi Masyarakat
Ada sejumlah keberkahan yang didapat oleh para peternak lembu, kerbau, dan para pedagang ikan lainnya pada hari Meugang menjelang Ramadhan. Pada hari itu para  peternak lembu dan kerbau atau tengkulak mengeluarkan sejumlah piaraannya  untuk dijual di pasar- pasar binatang.Â
Jumlah yang dipasarkan cukup banyak karena seantero Aceh di 23 Kabupaten/. Kota kegiatan ini berlangsung secara serentak.Binatang- binatang tersebut dibeli oleh para tengkulak, kemudian disembelih dan dijual kepada masyarakat.
Intinya dua hari sebelum  Ramadhan setiap persimpangan jalan yang ada di Aceh sudah terlihat orang -orang menggantungkan daging  untuk dijual dalam bentuk kiloan. Hal ini bertambah semarak, karena Meugang ini berlangsung dua hari.Â
Walaupun berlangsung dua hari , akan tetapi memiliki nama yang  berbeda. Untuk Meugang hari pertama.masyarak Aceh menyebutkan dengan ( Meugang Ubit) atau meugang kecil. Â
Sedangkan hari.kedua itu disebut dengan Meugang Rayeuk (Â Menugang Besar ) atau puncaknya Meugang sebelum Ramadhan.
Pada malam hari,  baik Meugang Kecil dan Meugang Besar suasana pasar  dan kampung- kampung tampak semarak.Â
Orang -orang berkerumunan mencari daging- daging berkualitas untuk dibawa pulang. Ekonomi masyarakat seperti melesat untuk dua hari tersebut. Pedagang- pedagang di pasar sudah menyiapkan berbagai keperluan masyarakat dalam menyambut bulan berkah tersebut.
Malam- malam Meugang tersebut orang- orang yang menjajakan daging bergadang sampai pagi. Apabila stoknya kehabisan para tengkulak sudah menyiapkan dalam jumlah yang banyak. Intinya masyarakat tidak perlu ragu atau takut kehabisan.
 Pada waktu -waktu seperti ini ekonomi masyarakat melesat luar biasa . Hal ini karena masyarakat sudah menyiapkan diri jauh hari sebelum Meugang datang.Â
Mereka  rela menunda kebutuhan lain yang fidak terlalu penting, asalkan bisa Meugang bersama keluarga, sanak saudara, adik, kemenakan dalam menyambut bulan suci Ramadhan.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 LhokseumaweÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H