Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Terdapat dua terjemahan yang tidak dipahami oleh penikmat drama secara umum. Adapun kedua terjemahan tersebut adalah, pertama pemeran drama menterjemahkan naskah drama yang telah ditulis oleh sutradara dalam naskah yang panjang dalam bentuk dalam bentuk lakuan tokoh yang telah dibagikan oleh penulis naskah.
Selanjutnya, pada bagian kedua penonton selaku penikmat drama yang dipentaskan di atas panggung menterjemahkan tigkah laku tokoh.
Kedua hal di atas selama ini terasa abai oleh guru yang mengajar materi drama. Setiap pesan dan amanat yang mau disampaikan dalam naskah drama ternyata membutuhkan proses yang lama untuk sampai pada penikmat karya sastra dalam bentuk drama.
Selain itu, dalam drama juga perlu memperhatikan peran para pelaku yang ditulisnya. Dalam proses penulisan, penulis harus akrab dengan karakter dan gerak langkah yang harus diperbuat oleh aktor-aktor yang diperankan di dalam naskah tersebut. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada naskah drama yang ditulis di dalam kurung atau kramagung.
Kramagung ini ibarat perintah penulis bagi para aktor untuk berbuat sesuatu, berbuat sesuatu itu harus dengan peran. Tuntutan gerak atau akting yang diharapkan para penulis dalam drama bersifat terbuka, artinya para aktor atau sutradara yang akan memainkan drama tersebut bebas mengembangkan dengan mempertimbangkan segala hal.
Akting atau teknik bermain ini unsur drama yang penting yang harus diperhatikan baik oleh penulis maupun oleh para pemain. Dialog-dialog yang ditulis harus diucapkan dengan baik dan harus diimbangi dengan gerak ekspresi wajah tepat sesuai dengan yang diharapkan dalam naskah drama tersebut.
Kalau mengucapkan ”Aku lelah dan perutku lapar….” Tanpa ekspresi wajah dan gerak yakin, pesan yang terkandung dalam teks drama itu tidak akan sampai kepada penonton. Oleh karena itu, dialog harus diucapkan dengan peran yang mencerminkan hal itu benar-benar lapar, misalnya dengan wajah yang kecapaian sambil menekan perut yang lapar itu.
Sebagai penulis drama harus mempunyai suatu wawasan tentang bagaimana posisinya, kapan harus mengubah posisi, gerakan bagaimana yang harus diperankan agar dapat menimbulkan efek dramatis. (Muclisoh, 1991:398).
Dialog