Oleh: Mukhlis, S.Pd.,M.Pd
Pemilihan umum sudah berlangsung , hasil perhitungan suara  sedang dalam proses . Quick count ( hitung cepat) dari berbagai lembaga survei yang  kredibel sudah disampaikan . Terlepas siapa yang menang dan kalah itu bukan permasalahan. Hal ini  dalam persepsi  Generasi Z.
Bagi Generasi Z tahun ini merupakan tahun perdana dalam hidup mereka menunaikan  tugas konstitusi.  Tugas ini adalah sebuah  kewajiban sebagai warga negara yang baru tumbuh dan  berkembang sebagai generasi penerus bangsa. Â
Mereka adalah kecambah demokrasi yang masih polos dalam memahami, bagaimana sih demokrasi  dan politik sesungguhnya? Bagi mereka, pemilihan presiden  dan legislatif adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan. Selanjutnya, faktor usia merekalah  yang sudah memenuhi syarat untuk memilih.
Pada saat tulisan  ini meluncur lewat calibri indah menawan, penulis sempat melakukan wawancara dengan  salah seorang Generasi Z yang mengurus administrasi kesiswaan di ruang penulis. Wawancara yang penulis lakukan berkaitan dengan pandangan mereka terhadap hasil Pemilihan Umum (Pemilu) yang masih bersifat sementara.Â
Hal yang Melatarbelakangi  Generasi Z Hadir di Tempat Pemungutan Suara  (TPS)
Ada pertanyaan unik  penulis ajukan pada Generasi Z yang merupakan salah satu perwakilan. Pertanyaan unik tersebut adalah " Apa yang melatarbelakangi Kamu menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS)  pada hari pencoblosan?  Jawaban yang  diberikan adalah sesuatu yang mengagumkan.Â
Alasan mereka adalah tidak mau  calon presiden yang mereka idolakan  kalah dalam pilpres tahun ini. Selanjutnya yang paling berkelas dan diterima logika adalah mereka tidak mau  hak pilihnya digunakan oleh orang lain dalam pemilu tahun ini..
Jika dianalisis jawaban tersebut merupakan  sebuah representasi  harapan dari semua pemilih yang ada termasuk Generasi Z.  Kesadaran akan pentingnya hak konstitusi  yang diberikan negara padanya tidak boleh dipahami secara sembarangan.  Â
Kesadaran akan pilihan merupakan suatu perilaku yang dimiliki oleh Generasi Z bersifat positif. Artinya mereka paham akan pentingnya hak pilih serta makna di balik Pemilihan Umum (Pemilu) yang dilaksanakan dalam lima tahun sekali.Â
Merujuk pada wawancara yang ada di atas, penulis menduga  ada sejumlah informasi pengetahuan yang dimiliki ole Generasi Z. Informasi- informasi tersebut didapat dari berbagai media ekstrem yang menyuarakan tentang pemilihan umum.Â
Sebenarnya, mereka Generasi Z Â yang sedang mengenyam pendidikan pada tingkat menengah atas dan sudah berusia 17 tahun ke atas masih belum memahami pendidikan politik secara benar. Namun, Â media informasi dan teknologi telah membesarkan mereka dalam memahami poltik.Â
Sebagai pembaca pasti dapat dibayangkan bagaimana pola pikir yang terbentuk apabila mereka  dibesarkan oleh media ekstrem dalam memahami politik.Â
 Minimnya  Pengalaman MemilihÂ
Sebagai Generasi Z yang masih menduduki proses  belajar  pada jenjang menengah atas,  terlibat dalam Pemilihan Umum ( Pemilu) merupakan sebuah pengalaman unik dan menarik. Ada kesan kedewasaan yang meliputi kehidupan mereka.Â
Ketika mereka dihadapkan pada pilihan, mereka dituntut untuk berpikir, melakukan evaluasi, dan perbandingan sebelum hak pilih diputuskan. Adapun hak pilih tersebut yang diambil dengan berbagai pertimbangan dinamakan dengan putusan politik secara individu.Â
Putusan politik yang bersifat individu harus dilandasi dengan pendidikan politik yang mantap.  Pendidikan politik ini dapat membentuk pola pikir  Generasi Z  dalam bersikap terhadap berbagai  hal yang berkaitan dengan politik.Â
Pengalam memilih merupakan sesuatu yang memberikan  kesan tunggal terhadap proses pemilu yang dihadapi oleh Generasi Z.Â
Hal  di atas didapat dari  jawaban  atas pertanyaan  yang penulis ajukan  " Bagaimana sikap Kalian  saat masuk ke ruang bilik suara?  Ada perasaan yang tidak mengenakkan muncul dari jawaban yang diberikan " Ketika saya masuk ke bilik suara, Saya bingung tidak tahu apa yang harus Saya kerjakan"lalu penulis menambahkan pertanyaan ,Â
Adakah arahan selama ini sebelum ikut pemilihan oleh Petugas Pemungutan Suara ( PPS)? " Tidak ada arahan sedikitpun, Saya hanya mengikuti alur yang ada di tempat pemungutan suara, akan tetapi langkah langkah pencoblosan saya ikuti alur pikir sendiri. "Â
Menurutnya yang mereka pahami hanya untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, sedangkan untuk calon legislatif mereka tidak memahami sama sekali tentang siapa pilih siapa dan siapa posisi dimana. Hemat penulis hal ini terjadi karen mereka tidak mempunyai pengalaman dan pengetahuan politik serta hak pilih yang digunakan. Seharusnya sebagai Generasi Z yang jumlahnya  lebih dari 50 % suara pemilih nasional sudah siap untuk hal tersebut.Â
Untuk menghadapi hal tersebut agar tidak berlangsung lama di tengah kehidupan demokrasi Indonesia. Negara sebagai pelaksana demokrasi harus hadir dan mengedukasi mereka tentang pendidikan  politik dalam berdemokrasi. Apabila dibiarkan mereka besar dengan konsep-konsep tentang pendidikan demokrasi yang ada di media sosial, dikuatirkan nasib demokrasi Indonesia ke depan akan rubuh.Â
Sikap Positif dalam Memahami tentang Hasil PemiluÂ
Setiap putusan yang telah diambil selalu menuai kontroversi. Hal ini tidak terkecuali  dengan  hasil pemungutan suara pemilihan umum yang disampaikan secara meluas. Ini sebuah tantangan dalam memunculkan sikap-sikap positif  terhadap putusan yang berkembang secara cepat.Â
Informasi tentang hasil pemungutan suara baik pemilihan presiden dan calon legislatif dipenuhi dengan berita -berita hoaks. Hampir tidak bisa dibedakan antara berita benar dan hoaks berkaitan dengan hasil perhitungan suara.Â
Apalagi sejumlah lembaga survei baik yang kredibel atau abal-abal selalu tampil terdepan dalam menyampaikan hasil perhitungan suara melalui Quik count. Lembaga-  lembaga tersebut selalu  siap menyampaikan hasil pemilihan melalui Quick count.Â
Semua orang termasuk Generasi Z menjadikan ini sebagai rujukan  dalam bersikap. Sebagai generasi Z yang sudah memberikan pilihan untuk pertama sekali perhitungan  suara  sementara  model Quik count  dapat mengubah persepsi dan perspektif terhadap hasil pemilihan sebenarnya.Â
Menurut mereka , dari jawaban yang diberikan  pada  pertanyaan yang diajukan penulis tentang sikap mereka terhadap keberadaaan  Quik count  pada saat penyampaian hasil pemungutan suara. Mereka yang sudah memahami teknologi dan informasi dengan tepat hasilnya tidak jauh melesat dari hasil aslinya.Â
Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil pemilu yang sudah dilakukan selama lima tahun ke belakang. (sambil memberikan beberapa contoh pemilu baik pemilihan Presiden s, Gubernur, Bupati dan Walikota ) yang sudah berlangsung selama lima tahun ke belakang.
 Pendidikan Demokrasi Seyogianya Sudah Berlangsung di Lembaga PendidikanÂ
 Sebagai  lembaga  pendidikan  yang  punya  kuasa dan  wewenang  dalam  memberikan peserta  didik  tentang pendidikan  demokrasi  harus mengambil peran  terhadap pendidikan  demokrasi dan politik . Peran  ini  dapat direalisasikan  melalui  berbagai  bidang misalnya, pada  pemilihan Ketua dan Wakil OSIS yang sudah menjadi rutinitas tahunan pada setiap sekolah.
Melalui  kegiatan  dan  pembelajaran  yang membiasakan  Generasi Z untuk  bersikap positif  dalam  menghargai hasil pemungutan suara  pada  berbagai kegiatan  demokrasi  di  sekolah. Kebiasaan - kebiasaan ini akan membentuk suatu pendidikan demokrasi dan politik, ketika peserta didik selesai dari jenjang pendidikan yang diikuti.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 LhokseumaweÂ
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H