Seikat kata meledak- ledak di dada
Ingin keluar  dari pasungan kemarau rasa Namun kerongkongan menghadangnya
Kadang Ia bersetubuh dalam darah Mengalir ke saraf, lalu memporak -porandakan seisi jasadÂ
Untaian kata itu berontak, mohon kebebasan dari  makna yang ditabalkan padanya.
Sekali dalam semasa Ia menjerit seperti petir, hingga seluruh ruang raga terjaga
Keluarkan... Aku!
Keluarkan... Aku dari dada pengap ini!
Aku ingin bebas
Jangan libatkan Aku dalam gejolak mu!
Silakan saja  memaki!
Silakan saja menghardik!
Silakan saja mencaci sepuas hatimu !
Ingat!
Aku bukan budakmu
Sudah cukup beban dosa yang Ku pikul Akibat kecerobohan mu
Aku bukan cerobong dosa mu.
Aku adalah Aku
Kau adalah Kau
Tak ada ikatan apapun antara Kau dan Aku
Jika jiwaku masih terpenjara dalam jiwamu.
Akan ku ludahi mukamu dengan semburan panas di jembatan keadilan.
Lhokseumawe, 7 Februari 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H