Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Gaung Kampanye Caleg Tergerus Capres-Cawapres

29 Januari 2024   10:13 Diperbarui: 29 Januari 2024   10:46 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribunmuria.com/Hanes Walda


 

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M. Pd. 

 Sejak  tahun pemilu  mulai  berdentang, orang - orang  sibuk  mengulas  dan  menganalisis  siapa  calon  pemimpin  Indonesia  ke depan.  Dilihat  sekilas, mereka  seperti ahli  politik   pada acara Talk Show  yang  ditayangkan  di  televisi   swasta nasional   dewasa  ini.

Padahal   ketika   ditilik  lebih jauh, ternyata referensi  politik  yang  digunakan  adalah  media Tiktok  dan  Facebook.  Media tersebut    belum  jelas  informasi  yang  dibicarakan,  akan tetapi mulut  mereka  berbusa - busa  mengupas  politik  yang   berkembang.  

"Politik  basi  ala  warung  kopi"  itu  versi  penulis  yang  berkembang  dewasa  ini. Tanpa  modal    yang  cukup  mereka  menjadikan  dirinya  raja di  warung  kopi  dalam  debat  sarung  yang  diluncurkan.  

 Anehnya,   debat  sarung  yang  tidak  jelas  mana atas  dan   mana  bawah  hanya  membicarakan  calon  presiden  dan  wakil  presiden.  

Pertanyaannya  mengapa   pemilihan  legislatif  sepi seperti  ditelan  waktu.  Hanya  sampah -sampah  visual  milik  sang  caleg  yang  berceloteh  mengumbar  janji  di atas  panji  dalam nuansa  warna? 

Lebih  lanjut, mengapa  masyarakat  tidak  tertarik  sama sekali  mengulas dan  membahas  tentang  calon  legislatif, baik  secara personal    atau program yang  ditawarkan? 

Pemilihan Calon Legislatif Dilaksanakan  Serentak dengan Capres Cawapres

Ketika pemilihan capres-cawapres dilaksanakan bersamaan dengan pemilihan legislatif, maka gaung capres- cawapres lebih bergema. 

Trend  ini membuktikan bahwa, masyarakat masih menaruh harapan pada  pemilihan capres- cawapres tersebut. Selanjutnya, figur dan geografis yang  menjadi topik  dalam pemilihan caleg sangat berbeda.

Secara geografis, masing -masing daerah  memiliki figur yang ikut kompetisi pada pemilihan calon legislatif ( Pileg)  untuk mendapatkan kursi sebagai anggota DPR baik' tingkat kabupaten/ kota, provinsi maupun nasional. Masing- masing figur merebut hati konstituen di daerah dengan caranya masing - masing.

Hal di atas akan berbeda dengan pemilihan capres- cawapres.  Dalam konteks pemilihan ini figur yang dipilih menjadi pusat perhatian masyarakat. Ketika  figur tersebut sudah menyita perhatian masyarakat dengan sendirinya figur tersebut menjadi virus aktual ( virtual) di setiap media.

Setiap figur  capres -cawapres  yang menjadi pusat perhatian publik  diikuti secara nasional oleh masyarakat . Apalagi para publik figur tersebut terkenal dekat dan bersahaja di media sosial. 

Apabila dibandingkan dengan tokoh yang mengikuti pemilihan calon legislatif  (caleg) pada semua tingkat hal ini tidak akan sebanding. Bahkan, mereka calon legislatif (caleg)  yang ada di daerah menjadikan capres -cawapres sebagai branding untuk.ikut kompetisi. Ini banyak dijumpai pada baliho- baliho yamg dipasang di pinggir jalan . Foto -foto  capres - cawapres disandingkan dengan foto calon legislatif (caleg)

Pada pemilu yamg dilaksanakan secara serentak ,  brand  ini seringkali didapati  dalam kehidupan demokrasi. Pertanyaannya mengapa hal ini bisa terjadi?

Pengolala partai politik tidak melkukan   kaderisasi secara  sistematis, sehingga partai politik terkesan tidak siap  ikut kompetisi.

Kadang -kadang masyarakat terkejut dan bertanya,  tiba- tiba orang yang   "Selama ini biasa saja dan tidak populer  kini menjadi luar biasa ", saat ini sudah terpampang fotonya di baliho. Pada foto tersebut bertuliskan " Mohon Doa dan Dukungannya" Ini suatu  hal aneh ketika  seorang muncul secara spontanitas untuk dipilih jadi perwakilan rakyat. 

Tokoh -tokoh yang muncul secara mendadak seperti jamur di musim hujan,  membuat masyarakat jengah terhadap hal ini.   Dahulu,  setiap calon yang ingin ikut pada pemilihan legislatif sudah dibina dan dikaderisasi secara berjenjang.  Proses  ini telah mendewasakan dan menjadikan calon tersebut dikenal dalam kehidupan masyarakat. 

Sselanjutnya, dampak yang muncul dari penyelenggaraan  pemilihan  umum (Pemilu) secara serentak adalah rendahya tanggapan dan sambutan terhadap keberadaan caleg. Secara sepihak, ini menimbulkan masalah dari caleg itu sendiri,  baik yang pertahana maupun yang sedang berjuang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Bagi caleg pertahana, pemilihan secara serentak  bukan hal  yang membingungkan. Ini dikarenakan ketika mereka menduduki jabatan sebagai pertahana sudah menyemaikan bibit- bibit demokrasi kepada konstituennya.  Program -program unggulan yang mereka laksanakan pada daerah pemilihan telah menjadikan para caleg tersebut terkesan di hati konstituen. 

Program- program yang telah disalurkan melalui aspirasi ketika mereka menjabat telah menjadikan sebagai kontrak politik yang terselubung. Walupun  mereka melaksanakan program pemerintah, akan tetapi di tangan merekalah rakyat bisa menikmati  dana pembangunan yang dianggarkan.

Permasalahan ini telah menjadikan  "Politik Balas Budi" antara caleg dengan  masyarakat pada setiap daerah pemilihan.  Kunjungan - kunjungan yang dilakukan oleh anggota dewan pada saat reses telah memperpanjang masa aktif bagi mereka  di masa yang akan datang. Artinya, para caleg membutuhkan waktu, tenaga, dan dana yang cukup untuk bertahan atau naik tingkat pada  keanggotaan selanjutnya. 

Janji Palsu Para Caleg Menggerus Kepercayaan 

Setiap calon legislatif  (caleg) pasti memiliki  visi dan misi yang disampaikan kepada  konstituen dalam setiap pemilu. Visi -misi tersebut biasanya  dalam  jangka panjang selama lima tahun ke depan.Namun,  pengalaman para konstituen selama ini banyak janji diucapakan tidak logis dan  tidak sesuai harapan masyarakat. 

Janji yang diberikan  oleh setiap caleg,   setelah dianalisis banyak yang tidak logis. Janji- janji  di luar kewajaran ditulis pada panji- panji yang dipasang di pinggir jalan. Ada juga janji yang diberikan  bukan dalam kapasitasnya selaku calaon  legislatif (caleg). 

Apalagi kadang janji yang diberikan bersentuhan dengan kebijakan nasional.  Para caleg yang memberikan janji   seperti itu daerah pemilihannya berada pada level kabupaten/kota ( ini sesuatu yang tidak mungkin terwuhud). Kalau Ia terpilih para konstituen akan menagih janji tersebut. 

Mengacu pada janji yang dipasang pada panji -panji politik banyak yang membuat masyarakat tergelitik. Mereka tidak sadar bahwa janji yang diberikan akan ditagih pada saat Dia terpilih. 

Kemudian ada lagi caleg yang mengganggap janji -janji  politik hanya sebagai rakit untuk menuju seberang. Pada saat Ia sampai di darar rakit tersebut ditinggalkan begitu saja. Setelah menjadi anggota dewan Dia akan diam seribu bahasa. Lima tahun kemudian saat pemilu datang memyapa Ia akan bertandang menjual "lagu lama yang.memggoda"

Simpulan:

Melihat perkembangan akhir- akhir ini bahwa pemilihan capres dan cawapres lebih familiar   dalam kehidupan masyarakat daripada pemilihan caleg.  Bagaimanapun kondisinya baik berhubungan dengan pelaksanaan maupun dengan  figur yang ditampilkan. Seharusnya kedua momen tersebut mendapat tempat  yang sama dalam  dalam kehidupan masyarakat. 

Sebagai pemimpin yang akan mengelola negeri pada bidang yang berbeda yaitu ekskutif dan yudikatif harus menjadi prioritas  di mata masyarakat. Kepada para caleg,  hal  ini harus dijadikan evaluasi ke depan terutama pada waktu menyampaikan janji dan visi -misi sebelum menjadi anggota dewan.  

Apabila hal ini turut dijadikan  perhatian utama  para caleg dapat dipastikan bahwa di masa  yang akan datang walaupun pemilihan umum   dilangsungkan secara bersamaan pasti mendapat  sambutan yang sama di mata masyarakat.  Pengalaman tahun ini dijadikan sebagai referensi pada pemilu selanjutnya.  sehingga  pemilihan  caleg tidak tergerus oleh  pemilihan capres cawapres . 

Penulis  adalah Pemimpin Redaksi  Jurnal Aceh Edukasi  dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun