Mohon tunggu...
Mukhlis
Mukhlis Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kurikulum Merdeka dan PMM: Siswa Belajar Mandiri, Guru Merdeka Tidak Mengajar, Betulkah?

23 Januari 2024   14:55 Diperbarui: 26 Januari 2024   00:05 27838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber gambar: Dokumen  Pribadi 

 

Sudah menjadi tradisi di negeri ini bahwa setiap ada pergantian menteri selalu diiringi dengan pergantian kurikulum. Entah apa yang tersembunyi di balik setiap pergantian menteri dan kurikulum tersebut. Entah biar dianggap ada perubahan, atau ingin tampil beda dalam mengelola pendidikan.

Akan tetapi bukankah pendidikan itu sesuatu yang menguasai hidup orang banyak? Sesuatu yang menguasai hidup orang banyak itu dikuasai negara. Kalau begitu, pendidikan tidak boleh dibuat main-main.

Mengelola pendidikan berarti mengelola pembangunan landasan negeri ini. Ini karena setiap kemajuan bidang lain, misalnya bidang ekonomi, budaya sosial, dan teknologi berawal dari bagusnya pengelolaan pendidikan.

Pengelolaan pendidikan harus ditempatkan di atas real yang tepat dengan program visi dan misi yang jelas, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Mengelola pendidikan berarti menyiapkan generasi muda di masa akan datang dengan berbagai skill dan sikap untuk pembangunan negeri. 

Pengelolaan pendidikan sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan diturunkan melalui pasal 31 tentang pendidikan.

Tujuan tersebut diimplementasikan oleh lembaga yang ditunjuk yaitu, Kemendikbud Ristek. Seiring perkembangan waktu lembaga ini juga beberapa kali perubahan nomenklatur. Tujuan perubahan nomenklatur dan wewenang ini juga mengundang pertanyaan. 

Misalnya, ketika Bapak ini yang jadi Menteri Pendidikan, lembaga yang mengurus pendidikan begini nomenklaturnya dan begini wewenangnya. Selanjutnya, ketika Bapak ini yang jadi Menteri Pendidikan begini nomenklaturnya dan begini wewenang yang dikerjakan. Hal itu terus saja berganti seiring pergantian Menteri Pendidikan. 

Masyarakat bingung dan bertanya, kapan lembaga yang ditunjuk menjalani peran dan fungsinya bekerja, kalau itu saja yang diurus sejak ditunjuk jadi pengelola pendidikan. 

Selanjutnya, tujuan pendidikan nasional ini direalisasikan dalam bentuk kurikulum. Kurikulum membawa visi dan misi pendidikan dalam serangkaian mata pelajaran dari berbagai disiplin ilmu. Selain itu kurikulum ini direalisasikan dalam format baku yang harus diajarkan secara seragam. 

Tujuan kurikulum tersebut adalah terbentuknya karakter dan berubahnya sebuah kondisi berpikir yang dimiliki oleh peserta didik. Serangkaian mata pelajaran dalam satu wadah kurikulum direalisasikan oleh guru sebagai pilar utama dalam dunia pendidikan. 

Permasalahan utama dalam dunia pendidikan hari adalah. Pergantian kurikulum yang selalu dibarengi dengan penggantian Menteri Pendidikan.

Sejak lima tahun terakhir peristiwa dan fenomena ini terjadi lagi. Hal ini dapat dilihat pada penggantian Menteri Pendidikan dengan penerapan Kurikulum Merdeka (Kurma). Kurikulum ini hadir dengan berbagai fitur pendidikan yang menggantikan Kurikulum Tahun 2013. 

Kurikulum merdeka merupakan kurikulum baru yang digunakan pada semua jenjang pendidikan. Namun sayangnya pergantian kurikulum tidak seimbang dengan pelatihan dan sosialisasi pada insan pendidikan.Ada semacam pemaksaan kehendak pemberlakuan kurikulum ini.

Sebagai produk prototipe, sebaiknya kurikulum ini harus melewati Research dan Development R dan D. Hal ini diperlukan dalam pengembangan sebuah produk, karena akan berdampak pada pendidikan lanjutan nantinya. 

Kurikulum Merdeka ini dipandang pelik dan sepertinya menyerap berbagai kegiatan guru serta dapat mengganggu tugas utama guru sebagai palang pintu pembelajaran (dalam perspektif penulis). Selain menyita waktu khusus bagi guru juga membutuhkan tenaga ekstra untuk merealisasikan kurikulum ini.

Platform Merdeka Mengajar (PMM) 

Awalnya ini sebagai motivasi dalam mengajar. Namun dalam bulan-bulan terakhir ini para guru disibukkan dengan Platform Merdeka Mengajar (PMM). Aplikasi ini seolah jadi server induk bagi guru. Segala bentuk rencana kinerja, pelaksanaan, kinerja dan hasil kinerja, semua harus melalui Platform tersebut. 

Segala bentuk kegiatan guru, aplikasi ini seperti menjadi indikator utama dalam kinerja. Jika dikaitkan, dengan pelatihan yang diikuti guru telah menjadikan aplikasi ini sebagai media utama. 

Bagi sebagian guru yang belum menguasai Informasi dan teknologi dengan sempurna aplikasi PMM ini seperti sesuatu yang menakutkan. Ketika dianggap ini banyak menguras pikiran dan keahlian. Para guru yang merasa ini sebagai beban, maka mereka mengambil jalan pintas dengan menggunakan joki (orang yang menjual jasa untuk melakukan sesuatu)

Aplikasi ini apabila ditinggalkan oleh guru karena sesuatu, maka akan berdampak pada sejumlah tunjangan yang diterima oleh guru. Ketika berkaitan dengan hal seperti ini, ada hal yang muncul bahwa tunjangan tersebut berkaitan dengan kehidupan dan kesejahteraan yang didapat guru. 

Apabila kasus di atas berkembang dalam kehidupan guru akan ada anggapan bahwa mengajar pada kurikulum merdeka sepertinya tidak merasakan kemerdekaan. Ada perbedaan mencolok antara kurikulum ini dengan kurikulum artinya, kurikulum ini tidak hanya berorientasi pada bidang pembelajaran, Akan tetapi aplikasi ini juga mengelola kinerja guru. 

Guru Mengejar Sertifikat

Dalam beberapa hari terakhir semua guru yang berada di sekolah oleh kegiatan pengisian Kinerja di Platform Merdeka Mengajar (PMM). Semua fitur yang berhubungan diri dibuka semua oleh guru.

Fitur-fitur tersebut menyediakan materi yang dapat diikuti secara mandiri dan mendapatkan diberikan sertifikat. Sertifikat yang diberikan tentunya. Setelah menyelesaikan semua tugas yang diberikan. 

Namun di ujung kegiatan, kata teman penulis diminta sedikit dana atau biaya untuk sertifikat. Permasalahan yang muncul adalah waktu yang digunakan guru pada aplikasi tersebut berdampak pada tugas pokok guru sebagai pengajar. 

Ketika kegiatan memburu sertifikat menjadi tugas utama, maka akan berdampak pada efektivitas pembelajaran yang diikuti. Menjadi pemandangan yang melanggar aturan berlaku ketika kelas-kelas pembelajaran kosong tidak (tidak ada guru) karena sibuk memburu sertifikat. 

Dalam konteks di atas, ada gejala yang mengganggu proses pembelajaran. Para guru yang seharusnya tampil sebagai sosok ilmu yang berjalan pada koridor sekolah. Namun saat ini mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi (memburu sertifikat di aplikasi PMM) daripada mengajar sebagai tugas utama. 

Pada posisi seperti ini guru seperti dilema, mereka berkerja di bawah tekanan. Satu sisi harus mengejar berbagai pelatihan untuk dapat pelatihan. sisi selanjutnya mereka harus mengajar sebagai tugas utama. Apabila memfokuskan diri sebagai guru, ini juga berdampak pada segala bentuk resiko. 

JIka tugas utama guru ditinggalkan oleh sebagian guru, dapat dipastikan bahwa bagaimana nasib pendidikan negeri ini ke depan? Apa yang diharapkan oleh tujuan pendidikan nasional akan jadi kontraproduktif dengan penerapan Kurikulum Merdeka (Kurma) 

Dengan demikian, apabila hal ini dipertahankan tanpa ada evaluasi mendalam. Hal ini akan jadi pertanyaan terhadap implementasi kurikulum merdeka pada setiap satuan pendidikan. 

Siswa Belajar Mandiri

Penerapan Kurikulum Merdeka secara buru-buru telah memberikan dampak dalam pembelajaran. Penerapan P5 yang belum punya format baku. Pelaksanaan program yang membentuk karakteristik peserta didik masih mengambang. 

Pada setiap koridor pendidikan yang ada di setiap sekolah, hampir semua guru berbisik dan berceloteh tentang pelaksanaan Program penguatan Projek Profil Pelajar Pancasila (P5). Penulis menduga-duga ini terjadi karena kurangnya sosialisasi dari pihak terkait.

Akan tetapi, ketika masalah tersebut diadukan, mereka menjawab bahwa hal itu sudah mereka lakukan lewat berbagai webinar dan pelatihan secara online. Pertanyaan lain pun muncul efektifkah pelatihan yang berlangsung secara online bagi guru?

Inilah permasalahan yang begitu kompleks dalam dunia pendidikan hari ini berkaitan dengan Kurikulum Merdeka (Kurma) dan Platform Merdeka Mengajar (PMM). 

Berkaitan dengan kebutuhan Platform Merdeka Mengajar (PMM) banyak guru yang meminta siswa untuk belajar mandiri. Guru asyik memburu sertifikat untuk berbagai kebutuhan tunjangan, sementara siswa tidak mendapatkan pelayanan pembelajaran secara tepat. 

Pemberian tugas mandiri bagi siswa bukan sebuah solusi yang bisa diandalkan.. Mengingat usia para siswa pada jenjang sekolah masih butuh pembinaan pelajaran secara komprehensif. Sedikit saja mereka dilepaskan untuk belajar secara mandiri, maka akan menimbulkan sebuah kegaduhan yang luar biasa.

Tidak efektifnya tugas mandiri yang diberikan dipengaruhi oleh usia, dan cara berpikir siswa. Faktor usia, mereka belum siap untuk menyelesaikan tugas secara mandiri. 

Secara umum dalam konteks keseharian, mereka masih mengharapkan bantuan orang lain terutama dalam belajar. jika dilihat pada alur pikir yang dimiliki, mereka belum siap belajar secara mandiri, kesadaran akan pentingnya ilmu bagi kebutuhan masih berada pada tahap yang rendah.

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun