Oleh: Mukhlis,S.Pd., M.PdÂ
Aku  dilahirkan dari keluarga sederhana, jauh dari kemewahan. Berada dalam keluarga besar dengan anggota keluarga yang banyak, tentunya mempunyai pengalaman tersendiri dalam menjalani hidup.Â
Kondisi ekonomi keluarga yang kurang dengan penghasilan orang tua tidak mencukupi untuk kebutuhan. Â Hal ini membuat Aku harus putar otak mencari ide - ide brilian dalam bertahan hidup.
Berharap sesuatu yang sempurna dari orang tua dengan kondisi ekonomi  terpuruk tentunya bukan sifat Aku untuk bisa bertahan .Â
Aku merupakan anak ke- 8 dari 11 bersaudara tentunya mempunyai pengalaman tersendiri dalam bertahan dan merebut kasih sayang dari orang tua yang berada dalam keadaan tidak baik - baik saja.
Selesai tamat dari Sekolah Menengah Atas ( SMA) dengan usaha dan biaya yang  Aku  upayakan sendiri walaupun dibantu orang tua, namun pastinya tetap dalam suatu keterbatasan. Hal ini dikarenakan semua saudara,kakak dan adikku menempuh pendidikan dengan biaya sendiri.Â
Saat melanjutkan studi ke perguruan tinggi, Aku sudah melepaskan diri dari tanggung jawab orang tua dalam hal biaya sekolah.
Semangat dan harapan Aku untuk berhasil di kemudian hari sudah ku tanamkan saat Aku belajar di tingkat sekolah dasar. Melihat beban orang tua yang begitu besar dalam membiayai seluruh kebutuhan keluarga, Aku jadi bersemangat dan termotivasi untuk melepas beban yang begitu berat dipundaknya.Â
Aku berpikir, kelak jika Aku berhasil, akan membantu meringankan beban tersebut.
Agar harapan tersebut tercapai, pada saat belajar di perguruan tinggi yang jauh dari orang tua, Aku bekerja jadi montir di bengkel. Ini Kulakukan, karena Aku punya bekal keterampilan tangan tentang cat mobil dan motor ketika masih berada di desa. Â
Berbekal  keterampilan tersebut, Aku diizinkan untuk tinggal di bengkel sebagai rumah kos sekaligus tempat ku mencari susuap nasi untuk mempertahankan hidup. Intinya apabila Aku tidak mengikuti perkuliahan, maka Aku bisa mengerjakan tugas bengkel.
Pada malam hari Aku selalu belajar dengan rajin. Hal ini penulis lakukan agar mimpiku dapat tercapai. Selama 4 tahun berjalan dengan segala duka dan suka akhirnya Aku berhasil menyelesaikan masa kuliah dengan nilai IPK yang sangat memuaskan.Â
Aku berpikir dengan mengantongi selembar ijazah bertuliskan gelar sarjana semua urusan kehidupan jadi beres. Ternyata perjuangan hidup baru dimulai.
Dengan semangat baja Aku terus belajar dan menempa diri. Saat itu Aku mencoba mengajar di sekolah sebagai guru honorer. Sebagai guru honorer juga  ini termasuk awal perjuangan panjang menjadi guru sebenarnya guru selama 5 tahun.Â
Di tengah konflik politik yang melanda provinsi Aceh, Aku tetap bertahan diantara dentuman mesiu dan meriam.
Tahun 2004 tanggal 26 Desember Bumi Aceh luluh lantak akibat gempa dan tsunami. Bumi bergoyang, laut muntah lahar, orang -orang berenang tanpa pakaian.Â
Ribuan mayat berdesak- desak mencari liang lahat. Antre berderet -deret di sungai dan pemukiman penduduk. Ribuan juga orang  bersama dipanggil pulang.
Negeri berubah total, guru -guru hilang ditelan tsunami dan konflik yang berkepanjangan. Akhirnya , keadaan berputar arah, damai Aceh tercapai. Aceh diinstall ulang pembangunannya di semua lini termasuk pendidikan.Â
Aku  ikut testing jadi PNS. Alhamdulillah  lulus dan mengabdi untuk negeri seperti dalam kisah ini. ****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H