Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Menyikapi suasana kampanye yang diikuti oleh paslon capres cawapres dan legislatif, baik tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota. Hal ini semakin menarik saja untuk dianalisis dari beberapa sudut pandang. Adapun kajian yang sangat mengemuka dan urgen untuk dilakukan adalah adanya pemilih yang tidak dapat dijaring dengan teknik dan metode survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei di Indonesia. Situasi seperti ini bertambah banyak dan bergulir begitu cepat sejak digelarnya debat capres pada Jumat, 12 Desember 2023.
Setelah debat capres tersebut digelar muncul berbagai analisis, baik rakyat biasa, para pakar politik, pakar komunikasi bahkan sampai melibatkan orang-orang yang mampu membaca pikiran , berhubungan dengan pola pikir para kontestan pemilu. Menarik untuk ditelusur mengapa setelah debat digelar banyak hal yang memunculkan kontroversial terhadap para capres dan cawapres? Ada yang selama ini sudah begitu fokus pada pilihan , walaupun yang terjadi mereka tetap komit mendukung pasangan idamannya. Akan tetapi, setelah pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar debat nasional capres banyak yang keluar dari komitmen yang sudah digariskan dari awal.
Peristiwa ini menunjukkan adanya penilaian yang dilakukan oleh masyarakat setelah menyaksikan debat yang disiarkan ke seluruh jagad negeri . Penilaian yang diberikan tentunya berkaitan tentang gagasan -gagasan yang diadukan oleh para capres dan cawapres. Ada yang menjadi penguasa panggung debat, namun ada juga yang mencoba jadi penengah diantara para capres lain melakukan debat. Selanjutnya ada juga seperti tidak dipersiapkan secara matang oleh tim pemenangan serta tidak memahami aturan-aturan debat yang berwibawa.
Berdebat itu mengadukan gagasan, merebut hati para dewan juri. Hal ini berlaku pada lomba debat yang dibuat pada tingkat sekolah. pada moment ini masalah benar tidaknya data yang disajikan, baik kuantitatif maupun kualitatif, bukan masalah yang krusial bagi sang juri. Ketepatan memberikan argumentasi dalam bentuk data dan fakta untuk menguji sebuah mosi merupakan hal utama dalam debat. Artinya, gagasan yang dipertandingkan dalam debat menemukan jalannya sendiri.
Untuk debat yang dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) adalah mengadukan gagasan global yang fenomenal terjadi di negeri ini. Ketelitian memberikan solusi terhadap pertanyaan yang diberikan panelis adalah sebuah penilaian yang dijsdiksn indikstor oleh masyarakat. Berbeda dengan sistim debat yang sudah disebutkan di atas, dalam sistem debat capres- cawapres ini adalah merebut perhatian masyarakat atau pemilih dalam pemilu Tahun 2024. Seberapa pentingkah debat yang diselenggarakan KPUKomisi Pemilihan Umum ( KPU) terhadap masyarakat dalam menentukan pilihan? Selanjutnya bagaimana kondisi pemilih yang dimunculkan setelah debat berlangsung? Hal ini telah memunculkan kelompok-kelompok pemilih yang meliputi, pemilih bimbang, pemilih emosional dan pemilih intelektualitas.
Pemilih Bimbang (Swing Voters )
Pemilih bimbang berkaitan dengan capres-cawapres adalah pemilih yang gundah gulana. Pemilih ini tidak mepunyai pijakan yang kuat dalam menentukan pilihan sampai mendekati hari H pemilihan umum. Mereka berasal dari berbagai strata sosial dan pendidikan. Dari strata sosial, mereka dapat berupa orang -orang hebat yang punya kehidupan matang dan mampu. Kebimbangan mereka terhadap capres dan cawapres yang dimiliki dipengaruhi oleh serangan informasi dari media sosial maupun setelah menonton debat perdana yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum ( KPU)
Mereka para pemilih bimbang adalah orang -orang yang menggunakan pikiran sebagai sandaran dalam menentukan pilihan. Informasi tentang capres dan cawapres dikonsumsi begitu tinggi dengan memadukandata yang ada di lapangan. Selanjutnya, mereka ini terdiri dari generasi Z yang belum paham betul tentang pemilihan umum yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Bagi mereka yang belum punya pengalaman sehingga pola pikirnya mudah dipengaruhi oleh informasi yang berkembang. Ini begitu mendominasi dalam pemilu Tahun 2024, dan mereka juga konsumen informasi terbesar khususnya berkaitan dengan capres dan cawapres.
Setiap tim capres dan cawapres baik daerah maupun nasional melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian para pemilihpemula yang tergolong bimbang. Berbagai cara , daya, dan upaya dilakukan untuk merebut hati para pemilih pemula yang dilanda gemalau rasa. Gaya -gaya milenial yang berhubungan dengan mereka diatur dan ditata agar mereka mau bergabung untuk mengantarkan para capres ke kursi RI 1. Jumlah mereka sangat banyak di negeri ini, mereka bertaburan pada berbagai jenjang sekolah.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa mereka termasuk pemilih yang diidolakan para capres dan capwares? Jawabnya mereka mendadak jadi pemilih, karena faktor usia yang dijamin oleh konstitusi. Sementara pengetahuan tentang pemilu hanya didapat di media sosial yang lewat di beranda mereka. Mereka adalah kaum rasional dalam menentukan pilihan. Hal ini karena mereka lahir dan dibesarkan oleh arus teknologi yang begitu canggih.
Emosional adalah suatu perasan yang dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu. Emosional pangkal datanya adalah hati. Hati selalu berurusan dengan rasa. Rasa yang dimiliki oleh setiap orang akan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor- faktor tersebut dapat berupa eksternal dan internal.
Faktor eksternal adalah faktor luar yang mempengaruhi seseorang untuk menentukan sebuah keputusan. Faktor ini meliputi faktor teman, saudara, kerabat dan keluarga. Seorang pemilih yang mengabdi pada batin, mereka akan berubah pilihannya apabila dipengaruhi oleh teman dekatnya. Mereka akan menggunakan teman, saudara, dan kerabat sebagai dasar pertimbangan . Menurut mereka apabila ajakan tersebut ditolak untuk melakukan pilihan pada pemilu ini, ada rasa yang tidak enak dan memunculkan jurang-jurang yang mengganggu hubungan tersebut.
Selanjutnya, ada pengaruh internal yang dimiliki oleh setiap pemilih pada pemilu persiden Tahun 2024. Faktor ini ditentukan pada rasa "Taklik Buta " yang dimiliki oleh pemilih itu sendiri. Artinya, ada sebuah egoisme di luar akal sehat. Mereka memandang satu paslon dari satu sisi saja. Apabila pada satu bagian baik , mereka akan menutup mata pada bagian lain. Intinya mereka tidak mau perduli apa yang dibicarakan orang tentang idolanya dalam pemilu yang akan datang. Hemat penulis, pemilih seperti ini sering dicap sebagai orang yang mempunyai" Konsistensi Buta". Bagi mereka semua calon tidak ada yang baik, selain dari calon yang mereka miliki. Kemudian apakah salah untuk k pemilih seperti ini? Jawabnya tidak. Akan tetapi dapat dibayangkan apabila jumlah mereka banyak di negeri ini.
Pemilih Intelektual
Pemilih intelektual adalah pemilih yang menggunakan akal sehat dalam melakukan pilihan . Mereka kebanyakan berasal dari masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi. Ditinjau dari jumlah penduduk Indonesia jumlah mereka sangat terbatas. Dalam pandangan mereka, siapapun yang jadi presiden harus punya nilai akademik dengan mengedepankan gagasan yang mantap dalam membangun negeri. Setiap rancangan pembangunan harus bersandar pada rancangan ilmiah dan sistematis. Ide-ide yang mereka miliki bertujuan membangun negeri ke arah yang lebih baik. Pembangunan yang dirancang untuk lima tahun ke depan harus mempunyai blu print yang tepat. Calon presiden dan wakil presiden versi mereka adalah yang mempunyai visi dan misi yang benar dan logis " Bukan Pepesan Kosong" Setiap janji yang yang diberikan oleh para capres dan cawapres harus bisa diuji secara empiris.
Pemilih intelektual adalah bukan pemilih yang bisa diganti dengan minyak makan, supermi, dan beras. Mereka betul-betul memegang prinsip bahwa " Sekali salah memilih, seumur hidup diliput kecewa" Bagi mereka pemimpin adalah pembangunan bangsa lima tahun ke depan. Apabila salah memilih, maka akan memunculkan dampak yang luar biasa terhadap pembangunan bangsa di masa yang akan datang. Sumber daya manusia yang dimiliki mereka sangat beragam dalam berbagai disiplin ilmu. Mereka sering berkiprah dan mempunyai peranan secara langsung dalam pembangunan bangsa. Oleh karena itu sangat wajar bila mereka menaruh harapan besar pada pemilu Tahun 2024.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI