Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kolaborasi Antara Orang Tua dan Guru:Menakar Kompetensi Guru dalam Menghadapi Kecerdasan Artificial Intelegensi (AI)

19 November 2023   12:53 Diperbarui: 19 November 2023   18:31 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber gambar: Dokumen Pribadi 

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd


Hampir semua disiplin ilmu yang dikuasai dan direalisasikan oleh setiap orang dalam berbagai kepentingan berasal dari guru. Terlepas bagaimana cara mereka dapat ilmu tersebut.  Sudah dipahami secara umum bahwa setiap perubahan yang terjadi pada diri manusia  disebabkan oleh adanya faktor belajar. 

Belajar itu pasti dari seorang guru. Guru yang dimaksud dalam konsep ini adalah bersifat universal, artinya bukan hanya guru yang telah menempuh pendidikan dengan mengantongi Surat Izin Mengajar ( SIM).


Dalam pendidikan formal, guru dianggap sebagai indikator keberhasilan pembelajaran yang bertugas melakukan dan mengajarkan materi sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki.  Untuk menjalankan tugas dalam pembelajaran tentunya sudah dilengkapi dengan persyaratan utama sebagai guru. 

Hal ini sesuai dengan undang - undang yamg telah ditentukan. Dalam konsep ini, tidak senua orang boleh menyandang profesi guru. Akan tetapi ,setiap orang yang bercita -cita menjadi guru, maka mereka harus menempuh pendidikan guru yang sudah disyaratkan.


Untuk menjalankan tugas guru secara profesional dalam menjalankan misi pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah . Guru dituntut memiliki empat kompetensi. Adapun ke empat kompetensi tersebut adalah kompetensi pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian. 

Keempat kompetensi ini harus dimiliki oleh seorang guru secara lengkap.
Merujuk pada kompetensi yang dimiliki guru, sangat layak jika pemerintah selaku pihak yang menjalankan tujuan pendidikan nasional memberikan sebuah kepercayaan kepada guru untuk mengayomi pembelajaran secara nasional. 

 Ini bertujuan memajukan kualitas pendidikan yang berdampak pada tingkat kemajuan ekonomi. Dengan kata lain  bahwa " Pendidikan adalah rahim dari kemajuan suatu bangsa"  Kalau dikaji lebih lanjut, jika pendidikan sebagai rahim kemajuan suatu bangsa,  maka guru adalah sebagai bidan dalam pendidikan.

Sebagai bidan dalam pendidikan, guru dituntut harus mengetahui segala kondisi bayi - bayi pembangunan yang setiap tahun lahir  mengikuti regulasi pemerintah.  Perbekalan yang diberikan kepada guru harus sesuai dengan tingkat kemajuan teknologi yang ada untuk memenuhi  kebutuhan pendidikan secara nasional.


Menghadapi kecerdasan Artifisial Inteligensi ( AI)  yang  berkembang selama ini membuat guru semakin risih dan semakin tidak percaya diri dalam membejarkan generasi Z yang  lebih siap secara. teknologi.  

Ini merupakan fenomena yang berkembang bagai bola salju dalam dunia pendidikan hari ini. Artinya, semakin bola salju itu di gelinding, maka semakin tebal dan besar bola tersebut. Begitulah permasalahan guru yang  terjadi selama ini.

Guru Masih Enggan untuk Beradaptasi dengan Teknologi


Berdasarkan data statistik  Persebaran Guru menurut Usia  Tahun 2022 menunjukkan  pendidikan Indonesia masih diasuh oleh guru yang berusia  50 s.d 59 tahun. Mereka masih mendominasi dalam ranah pendidikan Indonesia selain dari rentang  usia 30 s.d 49 Tahun.https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/11/mayoritas-guru-di-indonesia-generasi-milenial.


Selain dari angka tersebut,kaum milenial sudah mulai meramaikan dunia pendidikan Indonesia hari  ini khususnya berkaitan dengan pengampu mata pelajaran.  Walaupun  sudah banyak yang berasal dari kaum milenial ternyata masih ada diantara kedua kelompok usia tersebut yang belum siap menghadapi gelombang kecerdasan Artificial Intelegensi ( AI) . 

Hal ini terus menjadikan dunia pendidikan sebagai ladang praktik kecerdasan tersebut.  Apalagi sebagian dari mereka yang menguasai teknologi informasi telah memanfaatkan aplikasi yang dihasilkan oleh kecerdasan  Artifisial Inteligensi (AI)  sebagai media pembelajaran.  Hal tersebut telah memberikan cara  praktis terhadap tugas mereka.


Dengan memanfaatkan.kecerdasan Artifisial Inteligensi (AI)  dalam melaksanakan tugas pokok sebagai guru mereka tidak sadar bahwa peran pengganti sudah hadir untuk mengusir mereka dari ruang - ruang kelas. 

Ini merupakan suatu keanehan yang berlaku di tengah kehidupan guru hari ini. Ada keanehan yang muncul adalah para guru yang memahami teknologi secara tanggung , mereka mengajak para peserta didik untuk ramai - ramai menggunakan produk kecerdasan Artifisial Inteligensi (AI)

Pudarnya Marwah Guru di Tengah Kehidupan Peserta Didik


Sebagai masyarakat beradab dan berbudaya, kemajuan teknologi tidak bisa ditolak. Para guru dan insan pendidik tidak boleh mengutuk zaman berserta teknologi yang dimiliki. Namun  diharapkan mereka mampu mengimbangi kemajuan tersebut sehingga menjadi pemimpin dalam pembelajaran. 

Pemimpin pembelajaran seperti yang diharapkan dalam program guru penggerak. Pemimpin pembelajaran dalam konteks ini adalah menguasai semua konsep  pembelajaran dengan mengacu pada karekteristik guru yang bisa diteladani.


Sebagaimana yang  pernah penulis seni pada artikel sebelumnya bahwa ada hal yang bisa dipertahankan sebagai guru di tengah tantangan pembelajaran yang dihadapi. Sebagai sosok yang ditiru dan digugu , guru sudah mulai ditinggalkan secara perlahan. 

Sikap - sikap yang dimunculkan oleh guru dalam berbagai kasus di negeri ini telah menjadikan guru sebagai sosok yang mulai ditinggalkan oleh peserta didik. Terdapat ketidaksesuaian antara sikap, perbuatan dan tindakan dengan materi yang diajarkan guru. Guru tidak bisa menjadikan dirinya sebagai teladan  dan role model bagi peserta didik.


Simpulan:


Merujuk pada konteks uraian yang telah diuraikan di atas. dapat diprediksi bahwa jika guru dari berbagai usia dan karakteristik yang dimiliki serta tidak mau memperbaiki diri terutama berkomunikasi dengan penguasaan informasi dan teknologi. 

Dapat dipastikan bahwa di tengah gencar - gencarnya Kecerdasan Artifisial Inteligensi (AI)  menjadikan pendidikan sebagai objek promosi  produk- produk dari kecerdasan tersebut. Hal ini sudah bisa dipastikan guru -guru yang punya tugas mulia dalam mencerdaskan anak bangsa akan ditinggalkan secara berjamaah oleh peserta. 

Semoga hal itu tidak terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia yang masih membutuhkan tangan- tangan terampil berbudi luhur dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun